Tergusur Pembangunan Kota

Teknologi | Minggu, 03 Juni 2012 - 07:05 WIB

Tergusur Pembangunan Kota
Seorang warga memanfaatkan taman kota sebagai bagian ruang terbuka hijau (RTH) untuk berolah raga. Ditengah perubahan iklim dewasa ini, keberadaan tempat yang hijau dan teduh ini diperlukan. (Foto: Desriandi Candra/Riau Pos)

Laporan Desriandi Candra Pekanbaru

Cuaca di Kota Pekanbaru  semakin lama,  semakin terasa  sangat panas. Teriknya panas  mata hari  seakan  langsung membakar kulit warga kota.  Mengapa ini terjadi?

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Sepuluh tahun terakhir  ini,  pembangunan  di  Kota Pekanbaru tumbuh dengan pesat.  Kawasan yang dulunya bisa  dilihat penuh dengan hamparan hijau dedauanan pepohonan,  sekarang ini sudah berubah menjadi kawasan yang penuh dengan bangunan gedung  bertingkat, ruko, hotel,  perkantoran,  sekolah,  mal  dan lainnya.

Disatu sisi tentunya sangat bangga  dengan pertumbuhan  dan kemajuan Kota Pekanbaru yang tumbuh  dengan pesat. Kota Pekanbaru kini berubah menjadi sebuah kota yang bergerak  menjadi  wujud  Kota Metropolitan. Menjadi pusat perdagangan dan jasa.

Jalan-jalan yang dulunya hanya berukuran empat meter, sekarang sudah berubah menjadi sekitar 20 meter. Menjadi jalan poros utama lalulintas ribuan kendaraan yang setiap hari melewatinya. Setiap hari itu pula,  warga  Kota Pekanbaru harus  rela  terjebak  dengan kemacetan  ditengah teriknya panas  sinar matahari.  Itu semua disebabkan, minimnya pohon-pohon yang  ditanami  di meredian  jalan-jalan maupun tempat-tempat terbuka lainnya.

Minimnya pepohonan yang ditanam di kawasan meridian jalan,  maupun tempat-tempat terbuka sebagai paru-parunya kota,  menyebabkan kota  ini  semakin lama semakin panas. Lihat  saja kawasan Jalan Yos Sudarso,  Jalan SM Amin,  Jalan  HR Soebrantas, Jalan Tuanku Tambusai terlihat sangat minim  dengan pepohonan. Kantor Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)  Stasiun Pekanbaru,  bulan lalu melansir  kalau suhu  panas  di Kota Pekanbaru bisa mencapai 35 derajat celsius.

Sementara dianjurkan untuk keseimbangan,  untuk memperbanyak  melakukan penanaman pohon dan penghijauan  agar kota menjadi  sejuk  dan nyaman  seperti yang  dihasilkan dalam Konvensi  Genewa beberapa tahun lalu,  bahkan  seperti  yang  diamanatkan dalam Undang-undang.

Kondisi  mulai berkurangnya  ketersediaan Ruang Terbuka Hijau (RTH)  di Kota Pekanbaru  pun tidak dielakkan Dinas  Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru, akibat kemajuan dan pertumbuhan Kota Pekanbaru dari tahun ke tahun yang tumbuh dengan pesat.  “Memang  kondisinya  sudah  banyak  yang berkurang,” jelas Drs  Sadri Sekretaris  Dinas  Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru  ditemui  Riau Pos, Rabu (30/5) pekan ini diruang kerjanya.

Pejabat eselon III yang baru beberapa bulan  menjabat sebagai  Sekretaris Dinas Kebersihan Kota Pekanbaru  menjelaskan,  kalau upaya Pemerintah Kota Pekanbaru melalui  Dinas  Kebersihan dan Pertamanan untuk  mempertahankan  ketersediaan  RTH  di  ibu  kota  Provinsi  Riau ini tetap  dilakukan.  Misalnya dengan menjaga kawasan RTH yang  sudah  ada maupun  dengan pembukaan-pembukaan RTH-RTH  baru.

Kota Pekanbaru dengan  luas  sekitar 632,56  meter bujur sangkar, tumbuh dengan pesat. Pertumbuhan itu memang harus  diimbangi  dengan ketersediaan ruang-ruang terbuka hijau. Meski kondisi sekarang ketersediaan RTH sudah jauh berkurang dibandingkan  sepuluh  tahun terakhir  ini,  namun dari  ketersediaan  RTH yang ada sekarang  masih  mencukupi  syarat minimal, yakni  sekitar 30 persen  dari  luas   K ota  Pekanbaru secara  keseluruhannya.

Ketersediaan RTH,  bukan  saja dilahan-lahan miliki  Pemko Pekanbaru, tetapi  juga  di lahan-lahan masyarakat,  perusahaan,  instansi,  sekolah,  bahkan di meridian jalan-jalan yang ada.  “Kalau  itu dikalkulasikan,  persentasenya masih di atas  30 persen. Tapi  kalau, milik Pemko  saja memang persetasenya masih  di bawah 30 persen,” paparnya.

Ruang terbuka hijau (RTH),  artinya  kawsaan  hijau pohon yang  dengan  sengaja  dilakukan penanamannya atau tidak.  Baik  dalam  satu hamparan maupun  dalam hamparan yang berbeda. Misalnya saja, Taman  Kota  dan Hutan Kota  di  kawasan  Jalan  Dipenegoro  salah satu bagian  dari ruang terbuka hijau (RTH) yang  statusnya memilik  pemerintah.

Lalu apa yang  dilakukan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru? Dinas  Kebersihan  dan  Pertamanan Kota Pekanbaru  sudah berupaya untuk melakukan pembukaan-pembukaan ruang terbuka hijau  (RTH)  yang  baru  maupun pemeliharaannya.  Menghimbau agar masyarakat,  institusi,  kalangan  swasta serta komponen masyarakat lainnya untuk bersama-sama menjaga kelestarian RTH  yang ada.  Sebab,  fungsinya  sangat  besar  sebagai  paru-paru dunia.

Pemerintah memandang,  partisipasi  masyarakat  untuk  menjaga dan memelihara RTH yang ada sudah terbilang cukup  baik.  Namun tetap harus  ditingkatkan. Karena tidak bisa diprediksi,  apakah kondisi yang ada masih bisa  dipertahankan dalam beberapa tahun kedepan.

Untuk  menambah ketersediaan RTH  di wilayah Kota Pekanbaru,  Dinas  Kebersihan dan Pertamanan Kota Pekanbaru  pun  memanfaatkan  lahan-lahan pemerintah yang belum  difungsikan sebagai kawasan RTH.  “Yang  jelas,  mari  bersama-sama kita menjaga  dan  mempertahankannya,  mengembangkannya,” papar Sadri.

Pengamat Perencanaan Wilayah Kota,  Ir Mardianto  Manan MT pun menilai,  kalau ketersediaan RTH  di Kota Pekanbaru  sudah jauh berkurang.  Ketersediaan  RTH pun  di tegaskan dalam Undang-undang nomor 26 tahun 2007  tentang  Tataruang  yang  menyebutkan minimal 30 persen  dari  luasan  daerah.

RTH  memiliki dua bagian,  yakni  RTH Publik dan  RTH Private. Yang  tergolong  dengan RTH  Publik  misalnya,  taman kota, hutan kota, median jalan yang terbuka untuk umum dan semua orang berhak untuk menikmatinya. RTH Private atau milik pribadi,  lebih sifatnya milik  pribadi dan tidak  semua orang bisa untuk menikmatinya. Untuk RTH di Pekanbaru kondisi  sekarang  ketersediaannya masih mencukupi,  hampir 40 persen. Namun sebaliknya RTH tempat bermain yang kurang sekitar 12 persen.

RTH,  bentuk  kawasan yang  dengan sengaja di tanam atau tidak  dengan tumbuhan  atau pohon. Lalu  apa manfaat  dari  keberadaan RTH?  Menurutnya,  banyak manfaat  dari  keberadaan  kawasan RTH.  Disatusisi bisa berfungsi untuk menangkis, menahan banjir.  Sebab,  akar-akar pohon bisa menjadi resapan  air  yang  turun lebih cepat.

Selain itu  bisa juga menahan polusi  suara,  polusi udara  dengan  menghisap  polutan yang keluar dari kendaraan yang mengeluarkan Co2,  karena pohon sebagai penghasil O2 (oksigen).  Keberadaan  sebuah kawasan RTH pun bisa menahan polusi  aroma.  Pohon membuat kesejukan  dilingkungan.

Tapi kondisi RTH yang tertata,  yang dibangun pemerintah terlihat memprihatinkan.  Hanya sebagian kecil yang tertata.  Tapi persentase  yang  ada  sekarang  dalam dua  tahun kedepan akan berubah. Karena lahan yang terbatas,  sementara pembangunan banyak yang berorientasi profit bukan pada  orientasi  pada lingkungan.  “Kalau tidak ada perencanaan, maka persentasenya akan turun,” jelasnya.

Solusi yang harus  dilakukan  salah satunya melalui  RTRW.  Perda  RTRW  Pekanbaru harus  mencantumkan minimal  RTH  harus  memberikan ketersediaan minimal 30  persen. Sehingga apa pun perkembangan Kota Pekanbaru beberapa tahun kedepan,  ketersediaan RTH  di Pekanbaru tetap bisa  mencapai standar minimal 30 persen. Memberikan sanksi yang tegas dengan memberikan denda bagi yang merusak pohon.

Menurutnya, itu wajar dilakukan. Masyarakat bisa bayangkan, kalau satu botol oksigen di rumah sakit di jual dengan harga mencapai Rp2 juta. Sementara, sebaliknya pohon yang meghasilkan O2 justru terkesan tidak dihargai. Dengan  gampang pohon-pohon yang hijau  dilingkuan kota justru  di tebang  dan  dibersihkan oleh petugas kebersihan  maupun petugas  PLN,   karena  menganggu jaringan listrik.

Pemko  harus berpikir jauh kedepan.  Sedari sekarang,  pemerintah  harus  berpikir jauh untuk  menyiapkan lahan  cadangan  RTH  maupun  kawasan  yang  permanen.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook