BATAM (RIAUPOS.CO) - Kepolisian dari Polres Metro Jakarta Utara dibantu Satreskrim Polresta Barelang membekuk Mr Dwang dan Mrs Feng.
Kedua warga negara Tiongkok itu merupakan bos Barracuda Fintech, perusahaan pemberi pinjaman online ilegal yang kantornya digerebek, Jumat (23/12/2019) lalu di Mal Pluit Village, Jakarta Utara.
Keduanya dibekuk saat berada di Batam Center, Selasa (24/12/2019).
“Benar, kami telah berhasil melakukan penangkapan terhadap tersangka DPO, yakni dirut dan wakil direktur PT BR atau Barracuda yang kami tangkap di daerah Batam, tepatnya di Batam Center,” ujar Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Budhi Herdi Susianto saat ekspose di Mapolres Jakarta Utara, Jumat (27/12/2019).
Budhi membenarkan penangkapan Mr Dwang, 38, dan Mrs Feng, 35, di Batam, dibantu oleh Satreskrim Polresta Barelang.
Penangkapan keduanya melengkapi lima nama yang telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dua perusahan fintech ilegal.
Yakni PT Vega Data dan PT Barracuda Fintech Indonesia yang digerebek, Jumat pekan lalu, di kantor yang sama di kawasan Mal Pluit Village, Penjaringan, Jakarta Utara.
Tiga nama sebelumnya diamankan saat penggerebekan, yakni Mr Li, DS, dan AR. Mr Li merupakan warga negara Tiongkok, sedangkan DS dan AR merupakan warga negara Indonesia.
DS, kata Budhi, bertugas sebagai desk collector atau penagih utang yang kerap mengancam korbannya. Sedangkan AR berperan sebagai supervisor.
“Jadi, saat dilakukan penangkapan dan penahanan, baru tiga orang. Dua DPO dan kini sudah berhasil ditangkap di Batam,” kata Budhi.
Kasat Reskrim Polresta Barelang, AKP Andri Kurniawan, membenarkan penangkapan dua buron kasus fintech ilegal itu buah kerja sama tim dari Polres Metro Jakarta Utara dan jajarannya di Satreskrim Polresta Barelang.
“Benar, kita bekerja sama dalam pengungkapan kasus ini. Teman-teman dari Polres Metro Jakarta Utara meminta izin masuk ke wilayah kita, dan kita bantu sesuai permintaan,” ujar Andri, tadi malam.
Namun, ia enggan bicara banyak, sebab kasus tersebut ditangani Polres Jakarta Utara. Pihaknya hanya membantu membekuk dua buron yang berada di Batam.
Seperti diberitakan, pelanggaran hukum yang dilakukan PT Barracuda Fintech Indonesia dan PT Vega Data adalah meminjamkan uang ke masyarakat melalui sistem online.
Namun, perusahaan itu tidak terdaftar dalam Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Modus perusahaan tersebut memanfaatkan SMS blasting untuk menggaet ratusan ribu nasabah untuk meminjamkan dana.
Perusahaan tersebut tidak mengenakan bunga, tetapi mereka memotong dana pinjaman nasabah di awal dengan alasan administrasi. Potongannya bervariasi, tergantung besaran pinjaman.
DS bersama puluhan penagih utang (debt collector) kerap memaki-maki nasabahnya yang telat membayar.
Bahkan tak segan-segan mengancam akan membunuh nasabah dan keluarganya jika tak segera melunasi utangnya.
Mereka juga meneror kerabat dan keluarga nasabah, baik melalui telepon maupun pesan singkat.
Bahkan, tak segan-segan menghubungi semua nomor kontak yang ada di ponsel nasabahnya untuk mempermalukan bahwa nasabahnya itu punya utang yang belum dibayar.
Budhi menjelaskan, dari pemeriksaan bukti-bukti yang diamankan, fintech ilegal ini memiliki ratusan ribu nasabah yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.
Teknis penyaluran pinjaman ada dua. Sebanyak 17.560 nasabah terdata meminjam lewat tautan KasCash buatan perusahaan ini. Kemudian 84.765 nasabah lainnya lewat tautan TokoTunai.
“Jumlah nasabahnya yang kami data itu cukup banyak,” ujar Budhi.
Untuk menggaet nasabah, mereka mengirimkan pesan singkat (SMS) ke sejumlah nomor telepon secara acak.
Mereka menawarkan jasa pinjaman online tanpa agunan. Calon nasabah yang tertarik akan diarahkan ke sebuah aplikasi. Di aplikasi itu ada beberapa formulir yang harus diisi peminjam.
“Jadi, begitu diklik aplikasinya, mereka meminta mengisi data pribadi, nomor KTP, kemudian NPWP, dan lainnya,” jelas Budhi.
Perusahaan ini juga memberlakukan syarat dan ketentuan yang harus dipatuhi calon nasabahnya.
Salah satunya, meminta nasabah memperbolehkan fintech mereka mengakses data di dalam ponsel nasabah, khususnya orang-orang terdekat nasabah.
“Kalau kita perhatikan isi perjanjian kerja samanya, sangat merugikan konsumen,” ungkap Budhi.
Ironisnya, setelah pinjaman diberikan, mereka mulai melakukan penagihan dengan cara mengancam hingga memfitnah nasabah.
“Mereka menghubungi kontak-kontak yang ada di ponsel nasabah untuk menyebar fitnah. Tujuanya agar peminjam malu dan segera membayar,” ujarnya.
Budhi juga mengungkapkan, fintech ilegal ini kerap berganti aplikasi. Bahkan sebelum digerebek, ada 10 nama aplikasi berbeda yang sudah mereka buat, yakni Gagak Hijau, Pinjam Beres, Dompet Kartu, Kurupiah, Tetap Siap, Liontech, Tunai Shop, Uang Beres, Dompet Bahagia, dan KasCash.
Tak menutup kemungkinan ada nama aplikasi lain yang mereka gunakan.
“Mereka gonta ganti nama aplikasi mungkin untuk menghindar agar tak dilacak,” kata Budhi.
Ia juga menjelaskan, PT Barracuda Fintech Indonesia berperan membuat aplikasi-aplikasi tersebut.
Sedangkan PT Vega Data berperan sebagai pihak yang menagih utang ke ratusan ribu nasabahnya. Meski tampak beda perusahaan, namun kepemilikannya sama.
“Ada yang di PT Vega Data jadi komisaris, tapi di PT Barracuda jadi direktur, polanya begitu. Kedua perusahaan ini berafiliasi,” ungkapnya.
Budhi dan jajarannya juga masih menelusuri fintech-fintech ilegal lainnya yang berafiliasi dengan perusahaan ini.
Ia meminta masyarakat untuk lebih waspada. Para pelaku, kata Budhi, akan dijerat UU ITE, KUHP, dan UU Perlindungan Konsumen. Ancaman hukumannya, masing-masing penjara lima tahun.
Sumber: Batampos.co.id
Editor: E Sulaiman