Hari Kedua, Korban Tewas Bus Masuk Jurang Jadi 35 Orang

Sumatera | Kamis, 26 Desember 2019 - 12:40 WIB

Hari Kedua, Korban Tewas Bus Masuk Jurang Jadi 35 Orang

PAGARALAM (RIAUPOS.CO) – Pencarian korban bus Sriwijaya yang jatuh ke jurang di Liku Lematang, Pagar Alam, kemarin (25/12) dilanjutkan. Hasilnya, tujuh jenazah lagi ditemukan. Dengan demikian, hingga kemarin jumlah korban yang meninggal mencapai 35 orang.

Pencarian hari kedua kemarin dilakukan tim gabungan Basarnas, polres, satpol PP, BPBD, Taruna Siaga Bencana (Tagana), dan warga setempat. Awalnya tiga korban ditemukan pukul 10.35 WIB. Kemudian, satu korban lagi ditemukan pukul 12.55. Lalu, dua korban lain bisa dievakuasi pukul 15.22 dan satu jenazah ditemukan pukul 16.41.


Enam korban ditemukan terjepit bangkai bus. Sedangkan satu jenazah hanyut cukup jauh. ”Semua sudah dibawa ke RS Besemah,” ucap Kepala Kantor Basarnas Palembang Berty D.Y. Kowaas kepada wartawan Sumeks kemarin.

Hingga kemarin jumlah penumpang bus memang masih simpang siur. Sebagian mengatakan bahwa bus tersebut awalnya mengangkut 27 orang. Namun, dalam perjalanan, sopir mengangkut penumpang lagi hingga mencapai 54 orang. Jika informasi itu benar, masih ada enam korban lagi yang belum ditemukan. Sebab, pada hari pertama pencarian, petugas bisa mengevakuasi 28 jenazah dan 13 korban selamat. ”Pencarian akan kita lakukan sampai semua korban ditemukan,” tandas Berty.

Namun, proses evakuasi tidak mudah. Sebab, sebagian badan bus masih berada di bawah air. Tim penyelam terkendala arus deras. Selain itu, ada lubuk/cekungan air di lokasi. Beberapa korban diduga hanyut atau tersangkut di dasar dan sela bebatuan sungai. ”Kita tetap akan terus mencari sembari menunggu data pasti manifes penumpang,” ucapnya.

Untuk mempermudah pencarian, bangkai bus ditarik ke tepi sungai. Tampak bagian atap bus bernopol BD 7031 AU rute Bengkulu–Palembang itu terlepas dari bodi intinya. Deretan kursi penumpang terlihat dengan jelas.

Kapolres Pagar Alam AKBP Dolly Gumara mengatakan, dugaan awal bahwa kecelakaan dipicu rem bus yang blong tidak benar. Sebab, polisi menemukan bekas pengereman di jalan pinggir jurang. Namun, pengereman diprediksi tidak maksimal karena bus melaju terlalu kencang. Selain itu, hancurnya tembok beton pembatas jalan menandakan bahwa bus melaju dengan kecepatan tinggi sebelum terjun bebas ke jurang sedalam 80 meter tersebut. ”Pasti itu, kecepatannya pasti tinggi,” tegasnya.

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) kemarin turun ke lokasi kecelakaan. Wakil Ketua KNKT Haryo Satmiko menyampaikan, pihaknya masih mengumpulkan data. Karena itu, KNKT belum bisa memastikan apakah kecelakaan dipicu human error atau ketidaklayakan bus. ”Ada lima tahapan yang harus dilalui untuk mengungkap penyebab kecelakaan ini. Upaya yang kami lakukan baru melewati dua tahap,” ungkapnya kemarin.

Wali Kota Pagar Alam Alpian Maskoni mengatakan, pemkot sebenarnya telah merencanakan pembangunan Jembatan Lematang. Tapi, rencana yang diusulkan pada 2016 itu dibatalkan pemerintah pusat. Yang ada hanya pelebaran jalan pada 2017 dan 2018 di sekitar lokasi kejadian. Padahal, pembangunan jembatan tersebut diusulkan untuk mengantisipasi kecelakaan di Liku Lematang. Pembuatan beton pembatas di pinggir jalan juga bertujuan untuk pencegahan. ”Tapi tetap saja kejadian,” ucapnya.

Menurut informasi yang dihimpun tim Sumeks, kecelakaan bus Senin (23/12) lalu itu bukan yang pertama di Liku Lematang, Pagar Alam. Pada 1993 pernah terjadi insiden serupa. Kala itu bus antarkota antarprovinsi (AKAP) terjun ke jurang maut tersebut. Tapi, korbannya tidak sebanyak kecelakaan sekarang. Pernah juga mobil pribadi terjun bebas ke sana. Dua penumpangnya tewas. Truk sembako juga pernah nyungsep ke jurang itu. Sepeda motor pun pernah.

Kakorlantas Polri Irjen Pol Istiono mengecek lokasi kecelakaan bus Sriwijaya di Pagar Alam. Dia juga mengunjungi para korban di RSUD Besemah. Kata Istiono, bus berangkat dari loket Pasar Minggu, Kota Bengkulu, menuju Kota Palembang, kira-kira pukul 14.00. Penumpang yang tercatat 31 orang. ”Dalam perjalanan bertambah hingga 50-an orang. Jadi, masih ada korban yang belum ditemukan,” ujarnya didampingi Dirlantas Polda Sumsel Kombespol Juni dan Kepala Bidang Dokkes Kombespol dr Syamsul Bahar.

Berdasar keterangan para korban yang selamat, sopir memacu bus dengan kecepatan cukup tinggi. Sebelum terjun bebas ke jurang itu, bus mengalami dua insiden, yakni serempetan dengan kendaraan lain dan terperosok masuk selokan. ”Jadi, sudah ada gejala. Nah, di TKP bus masuk jurang dengan kemiringan sekitar 45 derajat,” bebernya.

Istiono mengimbau agar rambu-rambu peringatan di lokasi kecelakaan ditambah. Sebab, karakteristik jalan di kawasan itu cukup berbahaya. ”Trek ini terlalu tajam. Para sopir harus berkonsentrasi, fisik prima, rem pakem, dan selalu waspada karena jalannya banyak tikungan, naik dan turunan tajam,” tutur Kakorlantas.

Kepala Humas Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Pitra Setiawan menyatakan, evakuasi dan penyelidikan terus dilakukan. ”Saya juga minta KNKT dan kepolisian mengusut tuntas kejadian ini serta penyebabnya. Supaya ke depannya tidak terulang kejadian serupa,” tuturnya kemarin.

Direktur Utama Jasa Raharja Budi Rahardjo langsung melihat kondisi korban selamat yang sedang dirawat. Dia juga menyerahkan bantuan kepada korban kecelakaan bus tersebut. ”Untuk sepuluh korban meninggal dunia, telah kami serahkan santunan kepada masing-masing ahli waris yang sah melalui transfer. Yang lain segera menyusul,” jelasnya.

Ahli waris korban meninggal mendapat santunan Rp 50 juta. Sedangkan korban luka-luka akan mendapat jaminan biaya perawatan maksimum Rp 20 juta serta manfaat tambahan biaya P3K maksimum Rp 1 juta dan ambulans maksimum Rp 500 ribu.

Sulit Terapkan Sistem Keselamatan Transportasi

Masih banyak perusahaan otobus (PO) nakal yang ogah patuh aturan. Akibatnya, angka kejadian kecelakaan pun tinggi. Salah satunya, kecelakaan yang menimpa bus Sriwijaya Senin lalu (23/12).

Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengatakan, masih sulit menerapkan sistem keselamatan transportasi umum di Indonesia. ’’Perjalanan yang memakan waktu lebih dari delapan jam, perusahaan angkutan umum diwajibkan memiliki dua pengemudi dalam satu bus,’’ ucapnya. Tujuannya, pengemudi tetap dalam kondisi prima. Perusahaan angkutan umum wajib mematuhi dan memberlakukan ketentuan mengenai waktu kerja, waktu istirahat, dan pergantian pengemudi. Waktu kerja bagi pengemudi paling lama delapan jam sehari dan setiap empat jam harus beristirahat.

Djoko membeberkan, kendaraan umum dilarang berhenti dan menaikturunkan penumpang di sembarang tempat. Sebab, ada sanksi hukumnya bila dilanggar. ’’Jika pemerintah serius ingin menurunkan angka kecelakaan seperti di Korea Selatan yang turun hingga 60 persen dalam waktu 20 tahun, caranya menaikkan status KNKT. Saat ini KNKT berada di bawah Kementerian Perhubungan. Idealnya, kata Djoko, KNKT menjadi institusi sendiri dalam bentuk badan. Menurut dia, hingga sekarang angka kecelakaan lalu lintas tidak pernah menurun. Kecuali saat musim mudik Lebaran dan ketika dilakukan operasi khusus.

Sumber: Jawapos.com
Editor: E Sulaiman









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook