DHARMASRAYA (RIAUPOS.CO) - Kapolres Dharmasraya AKBP Lalu Muhamad Iwan Mahardan menyebutkan, kerusakan lingkungan akibat aktivitas tambang emas ilegal di sepanjang Sungai Batanghari memang sudah sangat parah.
Untuk itu, jajaran Polres Dharmasraya akan terus melakukan penertiban tanpa pandang bulu atau tebang pilih. "Berdasarkan permintaan Ketua DPRD waktu seminggu untuk sosialisasi, kita sudah penuhi. Artinya, batas sosialisasi akan habis pada Kamis (22/10/2015) mendatang," jelasnya.
Jika hari Jumat (23/10/2015) masih ada aktivitas tersebut, jajaran Polres Dharmasraya langsung menyikatnya. Meski begitu, dari beberapa cek lapangan, Senin (19/10/2015) sudah mulai terlihat pengurangan aktivitas, seperti di Sitiung. Begitu pula di IX Koto. Biasanya ratusan warga melakukan aktivitas penambangan ilegal. Saat jajaran Polsek Pulaupunjung mendatangi lokasi tersebut, hanya sekitar empat atau lima orang warga di sana.
Pengurangan aktivitas itu juga tidak lepas dari aksi nyata Polres Dharmasraya yang membakar beberapa kapal tambang ilegal, pekan lalu. "Saya ingatkan warga untuk tidak melakukan aktivitas penambangan kembali. Misalnya, saat kita tidak menertibkan, warga kembali beraktivitas. Jika itu terjadi, maka kami langsung akan menertibkan hingga habis," tegas Iwan.
Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Kabupaten Dharmasraya Sumatera Barat mengungkapkan, kerusakan lahan sepanjang aliran Batanghari dan sungai-sungai kecil, akibat aktivitas penambang emas tanpa izin di Kabupaten Dharmasraya mencapai 3.400 hektare. Itu belum termasuk aktivitas ilegal mining yang dilakukan di bukit-bukit yang berlokasi di IX Koto dan pencemaran aliran sungai.
"Dari hasil monitoring yang kita lakukan, ditemukan 19 unit dompeng dan satu kapal sedot beraktivitas melakukan penambangan liar,” ujar Kepala Dinas ESDM Pemkab Dharmasraya Saikrasno kepada Padang Ekspres (Riau Pos Group), Senin (19/10/2015)
Untuk aktivitas gelondong, katanya juga banyak ditemukan titik-titiknya. Dari 3.400 hektare lahan yang rusak tersebut, di aliran Batanghari sekitar 687 hektare. Sisanya menyebar di sejumlah aliran sungai kecil, seperti Batang Mimpi, Batang Palangki, Batang Nyunyo, Batang Piruko, Batang Rotan, Batang Kotobalai, Sungai Batik dan Batang Abaisiat.
"Yang membuat kita lebih khawatir lagi, berdasarkan laporan Badan Lingkungan Hidup (BLH) Dharmasraya, air sungai tempat dilakukannya aktivitas illegal mining tersebut sudah tercemar atau telah melebihi ambang batas yang diperbolehkan untuk bahan mutu air kelas dua," beber Saikrasno.
Katanya secara kasat mata, pencemaran sungai akibat aktivitas membabi buta tersebut dikhawatirkan mengganggu kesehatan warga. Apalagi sebagian besar warga Dharmasraya mempergunakan sungai-sungai itu untuk aktivitas sehari-hari.
Meski begitu, dia mengaku Dinas ESDM tidak punya kewenangan melakukan penertiban atau pengawasan terhadap aktvitas illegal mining tersebut. Kewenangan ESDM, hanyalah terhadap aktivitas penambangan yang sudah memiliki izin. Namun untuk saat ini, dia mengungkapkan bahwa pihaknya belum pernah mengeluarkan izin aktivitas tambang yang liar tersebut.
"Makanya seluruh aktivitas penambangaan emas adalah liar atau ilegal," tegasnya.
Ketua DPRD Dharmasraya Masrul Maas mengaku prihatin sekaligus terkejut atas kondisi lingkungan yang rusak akibat aktivitas tambang tersebut. "Kami sangat mendukung penertiban yang dilakukan jajaran Polres Dharmasraya. Namun di sisi lain, kami juga berharap sebelum penertiban, sebaiknya dilakukan sosialaisasi kepada masyarakaat dulu. Jika masih membandel, silakan tertibkan,” tukas Masrul.(ita)
Laporan: RPG
Editor: Fopin A Sinaga