LINGKUNGAN

Kawasan Wisata Padang Tercemar Limbah Pabrik

Sumatera | Senin, 19 Oktober 2015 - 00:32 WIB

PADANG (RIAUPOS.CO) -  Kawasan wisata Batang Arau, di Kota Padang kian  kotor dan tercemar diduga akibat sejumlah pabrik di Banuaran, Gurun Lawas dan Lubukbegalung membuang limbahnya ke sungai. Di  dekat sungai ini, ada pelabuhan kapal-kapal wisata di Muara, objek  wisata Gunung Padang dan wisata Kota Tua.

Pantauan Padang Ekspres (Riau Pos Group), Jumat (16/10/2015) di sepanjang aliran sungai  di sekitar kawasan Banuaran, Aircamar hingga Muara Padang,  terlihat sungai telah berwarna hitam, berbau dan sisa limbah  pabrik karet mengendap di dasar sungai, sehingga menjadi lumpur  dan memicu terjadinya pendangkalan sungai.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Tidak hanya itu saja limbah juga merusak ekosistem binatang di  sungai, terbukti telah banyak ikan-ikan asli Batang Arau yang punah. Zaharudin (58), warga Aircamar mengatakan, menurutnya pencemaran sungai ini dipicu oleh pabrik karet yang berada di kawasan  Banuaran, Gurunlawas dan Lubukbegalung. Dia menuturkan pabrik  tersebut membuang limbahnya ke sungai Batang Arau pada waktu pagi  dan sore.

"Pada waktu pagi dan sore hari air sungai ini kentara kotornya. Warnanya pun berwarna hitam seperti air comberan dan berbau.  Jangankan untuk mandi, menyentuh air sungai ini saja orang enggan  karena takut gatal-gatal,” ungkapnya.

Pria yang sehari-hari menjala ikan di sungai Batang Arau ini  mengatakan dulu sekitar tahun 70-an hingga awal 90-an sungai ini airnya bersih. Ikan-ikan pun banyak terdapat di sungai ini seperti ikan gariang, simubua, pareh dan sebagainya. Batang Arau juga  dijadikan warga untuk mandi dan buang air. Namun sejak awal tahun  90-an, air Batang Arau mulai kotor dan berbau. Endapan lumpur pun  sudah mulai menebal akibat limbah pabrik karet yang mengendap di  dasar sungai.

”Kalau saya sesudah menjala ikan, badan saya sering gatal-gatal  namun itu sudah menjadi biasa bagi saya. Paling kalau badan  gatal-gatal saya obat saja dengan salap kulit,"katanya sambil  mengisap rokok kreteknya.

Namun, lelaki yang sejak kecil tinggal di bantaran Batang Arau ini  mengaku, saat habis hujan lebat atau air sudah besar sungai Batang Arau agak sedikit bersih karena limbahnya dibawa arus sampai ke  muara, tetapi beberapa hari kemudian Batang Arau kembali kotor  seperti air comberan lagi.

“Saya berharap pihak terkait memberikan tindakan tegas kepada  pabrik yang membuang limbahnya ke sungai, karena hal tersebut  bukan hanya merugikan manusia saja tetapi ekosistem di sungai pun  ikut dirugikan,” katanya.

Hal senada juga diungkapkan oleh salah seorang tokoh  masyarakat  Aircamar, Eka Roza Putra. Dia menuturkan sebelum tahun 90-an,  Batang Arau bisa digunakan oleh warga untuk mencuci, minum dan  mandi. "Saat itu air Batang Arau bisa dipakai untuk kebutuhan  warga," kata pria berkaca mata ini.

Namun setelah tahun 93, pasca dibangunnya proyek banjir kanal Sungai Batang Arau mulai kotor dan berwarna hitam apalagi saat  musim kemarau. "Dulu memang agak kotor tapi bisa juga dipakai  untuk mandi tetapi sekarang jangankan untuk mandi, menyentuhnya  saja orang tidak mau karena takut gatal-gatal," kenangnya.

Dia menilai tercemaran Sungai Batang Arau ini akibat pengawasan oleh intansi terkait lemah. Sehingga pabrik seenaknya saja membuang limbahnya ke Batang Arau, kemudian masih banyak pabrik  yang tidak mempunyai pengolahan limbah di pabriknya sehingga limbah tersebut terpaksa di buang ke sungai.

Dia berharap pemerintah bertindak tegas terhadap pabrik yang  membuang limbahnya ke sungai. Kemudian harus ada kompensasi dari  pabrik terhadap masyarakat yang tinggal di kawasan sekitar sungai yang telah tercemar oleh pabrik untuk menyediakan sumber air bersih serta agar pabrik mempunyai pengolahan limbah sendiri.

"Padahal di sepanjang aliran sungai ini, banyak orang pintar yang  tinggal di sana seperti anggota dewan, pejabat pemerintah dan sebagainya. Namun, mereka nampaknya buta mata dan telinga padahal mereka merupakan wakil rakyat untuk menyampaikan aspirasi kita ke  pemerintah," imbuhnya dengan nada kesal.

Sementara itu Danil (52), warga Banuaran mengaku sudah muak dengan  permasalahan penyemaran Sungai Batang Arau. Dia berharap pemeritah  memberikan ganjaran kepada pabrik yang nakal membuang limbahnya ke  sungai.(cr9)

Laporan: RPG

Editor: Fopin A Sinaga









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook