PADANG (RIAUPOS.CO) - Langkah tegas dilakukan Pemko Padang dalam membebaskan lahan di kawasan jalan Bypass. Melibatkan lebih dari 500 personel terdiri dari Satpol PP, polisi dan TNI, Senin (16/11/2015), Pemko membongkar sebanyak 212 bangunan yang tidak memiliki izin mendirikan bangunan (IMB) yang tersebar di Kecamatan Pauh dan Kecamatan Kuranji.
Pantauan Padang Ekspres (Riau Pos Group), pembongkaran sempat mendapat perlawanan dari puluhan warga Kampung Dayak, Kelurahan Pisang, Kecamatan Pauh, km 7 Bypass. Warga memblokir jalan dengan membakar ban bekas. Mereka menuntut penyelesaian proses konsolidasi atau penggantian tanah 70 persen dari total luas tanah seperti dijanjikan Pemko Padang.
Untuk menghindari terjadinya kericuhan lebih besar, polisi memblokir jalan mulai dari Simpang Empat Ketaping sampai Simpang Empat Pisang. Ratusan personel Brimob dari kepolisian bersama TNI menggunakan tameng dan helm antihuru-hara, terlihat menghalau warga. Petugas juga menggunakan mobil anti huru-hara (water canon) guna memadamkan ban bekas yang dibakar warga.
Komandan Propam Polresta Padang, AKP Sigit Saputra menggunakan pengeras suara dari salah satu mobil water canon, berupaya mengingatkan warga untuk tidak melakukan perlawanan. Paslanya, penertiban sudah sesuai dengan aturan berlaku dan surat pembongkaran juga sudah diberikan.
“Kami imbau atas nama undang-undang, warga harap membubarkan diri. Untuk personel penindakan, perhatikan di sekitar Anda. Kalau ada provokator, perintah saya hanya satu, ambil dan tangkap. Hari ini, saya tidak mau ada personel terluka,” komando Sigit.
Mendengar komando bernada tegas dari Sigit, membuat nyali warga ciut dan secara perlahan mulai membubarkan diri. Meskipun masih ada perlawanan-perlawanan kecil, tapi kericuhan berhasil diredam dan proses pembongkaran tetap berlangsung. Semua bangunan di kiri dan kanan jalan diratakan petugas menggunakan ekskavator. Sedangkan warga yang membongkar sendiri bangunannya, petugas Pol PP ikut membantu mengeluarkan barang-barangnya.
Dari informasi yang dihimpun di lapangan, selama proses pembongkaran pihak berwajib mengamankan dua orang warga yang dianggap provokator. Keduanya dinaikkan ke atas mobil anti hura-hara guna dimintai keterangan.
Salah seorang warga Kampung Dayak, Daeng (43), mengatakan, pemblokoriran jalan dan pembakaran ban bekas adalah bentuk protes warga atas tindakan Pemko. Mereka beranggapan penertiban bangunan yang dilakukan Pemko sangat merugikan warga.
“Kami mendukung pembangunan jalur dua By Pass tapi tuntaskan dulu konsolidasi kami. Kalau pergantian tanah yang 70 persen sudah pasti kami akan dengan sukarela membongkar bangunan kami,” kata pria berkaos biru tersebut.
Warga lain, Agam (47), pemilik warung sarapan di depan pemblokiran jalan dan pembakaran ban bekas, mengutarakan hal yang sama. Terlihat di dinding warungnya terpampang tulisan “Konsolidasi belum selesai mohon jangan dibongkar dulu”.
“Surat pembongkaran sudah saya terima dari beberapa hari lalu tapi bagaimana saya bisa membongkar kalau tanah pengganti saya belum ada. Kami tidak menuntut yang 30 persen tapi tolong jelaskan dulu hak kami yang 70 persen,” tuntutnya.
Warga lainnya, Harman Datuk Rajo Ibrahim mengatakan, pemko telah berjanji akan mengembalikan tanah warga sebanyak 70 persen. Sementara 30 persennya lagi diambil oleh pemerintah dengan perjanjian pemberian sertifikat tanah gratis serta IMB gratis sebagai ganti. Namun, perjanjian ini tidak sesuai dengan kesepakatan yang dilakukan oleh pemerintah.
“Perjanjian ini telah ada sejak tahun 1992 oleh pemerintah sebelumnya. Mana tanah sisa kami yang 70 persen lagi. 30 persen tanah kami telah diambil untuk pembangunan jalan By Pass, tanpa ada ganti rugi. Namun saat ini terjadi pembongkaran bangunan di atas tanah kami, sementara tanah kami 70 persen belum jalan mekanisme penggantiannya,” katanya.
Dia menegaskan, menolak atas pembongkaran yang dilakukan oleh pemerintah. Sebab, tanah 70 persen belum diganti, pembongkaran telah dilakukan. “Pemko hanya berjanji saja untuk mengembalikan tanah kami 70 persen tersebut. Namun realisasi tidak ada, takutnya setelah pembongkaran yang dilakukan pemerintah diam dan tidak ada penyelesaian terhadap pengembalian tanah kami 70 persen tersebut termasuk masalah konsolidasi,” sebutnya.
Sekko Padang, Nasir Ahmad mengatakan, bahwa pengembalian tanah warga 70 tersebut penyelesaiannya ditargetkan selama dua tahun itu sudah harus diselesaikan. Makanya hal tersebut telah disosialisasikan melalui kelurahan, muspika kecamatan dengan tim untuk masyarakat segera setelah ini untuk menyelesaikan tanah konsulidasi yang tersisa. Jadi bisa saja masyarakat itu dari 70 persen harus dikembalikan misalnya yang diterima masyarakat masih sebanyak 50 persen. Selain itu, 20 persen tersebut akan diselesaikan. Prinsip itu semua akan diberikan karena hak-hak masyarakat harus diberikan.
Dia menyebutkan, pembongkaran dilakukan bukan pada lokasi konsolidasi yang belum terselesaikan melainkan pembongkaran terhadap banguan liar. “Pembongkaran terhadap bangunan di atas tanah yang tidak memiliki IMB. Ini merupakan pembongkaran bangunan di jalur 40 yang tidak memiliki izin bangunan,” ujarnya.(cr8/cr4)
Laporan: RPG
Editor: Fopin A Sinaga