JAKARTA (RIAUPOS.CO) - Polisi mulai menggali lebih dalam siapa saja orang yang terlibat dalam bentrokan berdarah di Singkil, Aceh. Kamis (15/10/2015) Polri mengumumkan penetapan tersangka pada sepuluh orang pelaku bentrokan. Namun, tujuh di antaranya dipastikan kabur dan dimasukkan ke daftar pencarian orang (DPO). Korps Bhayangkara ini yakin ada provokator dalam bentrokan yang membuat satu orang meninggal dan empat luka-luka tersebut.
Kadivhumas Mabes Polri Irjen Anton Charliyan menjelaskan, yang menjadi tersangka tidak hanya tiga orang, tapi sepuluh orang. Kalau masuk ke DPO itu sudah dipastikan statusnya tersangka."Tujuh yang kabur ini dikejar," tuturnya.
Peran sepuluh tersangka ini dipastikan terlibat kegiatan kekerasan membakar tempat ibadah. Namun, apakah ada tersangka peran yang mengatur pergerakan massa belum diketahui."Yang pasti, Polri meyakini ada provokator dalam bentrokan tersebut, kami terus mencari," jelasnya ditemui di kantor Humas Mabes Polri Kamis (15/10/2015).
Dugaan adanya provokator berdasar pada asumsi bahwa sebenarnya telah ada kesepakatan pembongkaran tempat ibadah antara pemerintah dengan tokoh masyarakat. Hanya tinggal soal waktu saja, tempat ibadah itu dibongkar. "Tapi, tetap saja ada pergerakan yang ingin mempercepat atau mendahului. Ini yang menguatkan adanya provokator," jelasnya.
Soal motif bentrokan yang selama ini dianggap bernuansa SARA? Dia menuturkan bahwa semua motif masih didalami. Bisa jadi motif SARA atau malah ada motif politik. Namun, semua itu belum bisa dipastikan. "Kalau semua sudah diperiksa dan tersangka sudah tertangkap, tentunya motifnya akan terlihat dengan jelas. Kalau ditanya apakah memungkinkan ada motif politi, ya bisa jadi," papar jenderal berbintang dua tersebut.
Sementara Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Divhumas Polri Brigjen Agus Rianto mengatakan, tiga orang tersangka yang telah ditahan berinisial N, S, dan I. Penetapan tersangka tersebut merupakan hasil dari pemeriksaan maraton pada 47 orang saksi bentrokan."Tentunya akan terus berkembang," ujarnya.
Polisi juga mengejar pelaku penembakan yang menggunakan air gun. Namun, hingga saat ini belum diketahui keberadaannya."Kami pastikan semua yang terlibat harus bertanggung jawab," paparnya.
Pelaku pembakaran dan bentrokan berdarah diancam dengan pasal 187, 160, 169 170 dan 55 KUHP, dengan ancaman penjara minimal 5 tahun dan maksimal 12 tahun. "Polisi tentu berupaya menghukum maksimal," jelasnya.
Anton Charliyan menambahkan bahwa kepolisian tidak hanya fokus dalam penegakan hukum dan mengejar DPO. Saat ini polisi juga berupaya untuk mengamankan pengungsi yang keluar dari Singkil. Jumlah pengungsi dipastikan terus bertambah, kalau sesuai data Polri ada pengungsi berkisar 5 ribu hingga 7 ribu orang."Ada belasan hingga puluhan polisi yang ditugaskan menjaga pengungsi," tuturnya.
Lalu, apakah ada kelompok yang berupaya masuk ke Singkil? Dia menuturkan bahwa sampai laporan terakhir, belum ada orang atau kelompok yang ingin masuk ke Singkil. ”Kan sudah ada penyekatan, jadi bisa diketahui kalau ada yang ingin masuk dalam jumlah besar ke Singkil,” ujarnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Panjaitan tak mau disebut kejadian Aceh Singkil dampak dari lemahnya intelejen negara. ’’Kita sebenarnya sudah tahu beberapa hari. Upaya meminimalisir kejadian sudah dilakukan tapi memang ada hal-hal yang tidak bisa dihindari,’’ kilah Luhut.(idr/gun)
Laporan: JPG
Editor: Fopin A Sinaga