BATAM (RIAUPOS.CO) - Setelah diblokade warga dan sempat terjadi bentrokan antara warga dan aparat keamanan, akses jalan di Pulau Rempang, Galang, Kota Batam, akhirnya dibuka , Sabtu (9/9). Pengukuran dan pemasangan patok tata batas lahan Rempang Eco-City pun dapat dilakukan.
Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro menyesalkan insiden yang terjadi di Batam. Pihaknya mendesak pengerahan pasukan di hentikan. ”Meminta agar pemerintah pusat maupun pemerintah daerah serta aparat penegak hukum menerapkan pendekatan humanis dalam penyelesaian sengketa agraria,” tegasnya.
Kapolresta Barelang Kombespol Nugroho Tri Nuryanto mengatakan, hasil penyisiran awal menunjukkan beberapa titik blokade jalan. Di antaranya, Jalan Sembulang dan Simpang Dapur 6 Sembulang. Jalan berhasil dibuka tanpa perlawanan dari warga.
”Kami telah membuka blokade jalan yang dilakukan oleh masyarakat Dapur 6 dan pengukuran atau pemasangan patok di kawasan pengembangan Pulau Rempang,” katanya seperti dilansir RPG.
Sementara itu, Kabidhumas Polda Kepri Kombespol Zahwani Pandra Arsyad mengatakan, hingga saat ini empat tim telah menyelesaikan tugas dalam menentukan batas kawasan pengembangan Rempang Eco-City.
”Sebuah posko pengamanan didirikan di kantor camat Galang untuk memantau situasi dan mengambil tindakan jika ada perkembangan yang memerlukan respons cepat,” jelasnya.
Sebelumnya, pada Kamis (7/9), masyarakat adat yang menolak kehadiran aparat gabungan melakukan blokade dengan menebang pohon hingga meletakkan blok kontainer di tengah jalan. Saat itu aparat gabungan ke Pulau Rempang untuk memasang pasok tata batas lahan Rempang Eco-City. Itu adalah proyek yang dilabeli dengan proyek strategis nasional untuk membangun kawasan industri, perdagangan, dan wisata. Proyek itu ditargetkan menarik investasi hingga Rp381 triliun pada 2080.
Tanah Pulau Rempang Merupakan HGU Perusahaan
Dari Jakarta, Menko Polhukam Mohammad Mahfud MD menyampaikan, pemerintah sudah meminta aparat penegak hukum menangani persoalan di Batam dengan baik. ”Dan, penuh kemanusiaan. Itu sudah ada standarnya,” katanya kepada awak media.
Dia menjelaskan, lahan di Pulau Rempang sudah diberikan hak penggunaannya kepada sebuah perusahaan. Namun, banyak pihak yang belum mengetahui. ”Tanah itu sudah diberikan haknya oleh negara kepada sebuah entitas perusahaan untuk digunakan dalam hak guna usaha,” terang dia.
Yang menjadi persoalan di sana, lanjut Mahfud, bukan hak penggunaan lahan. Melainkan proses pengosongan lahan. ”Proses pengosongan tanah inilah yang sekarang menjadi sumber keributan, bukan hak atas tanahnya, bukan hak guna usahanya,” imbuhnya.
Diakuinya, ada kesalahan dari beberapa pihak. Termasuk otoritas setempat dan pemerintah pusat. Di antaranya, kekeliruan penerbitan izin penggunaan lahan oleh pihak lain yang tidak berhak. ”Itu kalau tidak salah lima sampai enam keputusan dibatalkan semua karena memang salah sesudah dilihat dasar hukumnya,” tegas dia.
Menurut Mahfud, pembatalan itu lebih baik ketimbang persoalan yang ada dibiarkan berlarut-larut. Sebab, memang sudah ada entitas yang diberi hak untuk mengelola lahan itu.
Intinya, lanjut dia, saat ini ada banyak investor yang akan masuk dan berusaha di Pulau Rempang sesuai izin yang diberikan negara. Namun, lahan yang mestinya bisa mereka gunakan sudah ditempati. ”Investor mau masuk, ternyata tanahnya nggak ada. Sehingga harus dikosongkan dulu. Itu saja masalahnya sebenarnya,” beber dia.
Untuk itu, kata Mahfud, yang harus dilakukan saat ini adalah memberikan uang kerohiman kepada semua pihak yang harus pindah dari lahan tersebut. ”Uang kerohiman (untuk) mengganti rugi karena mereka memang tidak berhak,” ujarnya.
Setelah itu, perlu dibahas bersama juga langkah-langkah yang harus dilakukan untuk memindahkan mereka. Pembahasannya melibatkan pemegang hak, investor, dan masyarakat setempat.
Berkaitan dengan kejadian di Pulau Rempang, Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Ahmad Ramadan menuturkan bahwa tidak ada korban dalam kejadian tersebut. Informasi-informasi yang berkembang seperti siswi pingsan, bahkan bayi yang meninggal dunia, disebutnya tidak benar.
Menurut dia, Polri hanya menjalankan tugas untuk mengamankan BP Batam saat melakukan pengukuran dan pematokan. Saat proses itu, petugas mengamankan delapan orang yang membawa barang berbahaya seperti senjata tajam dan ketapel. ”Ini akan diproses,” ujarnya di lobi Bareskrim kemarin.(idr/syn/c6/fal/jpg)