PEKANBARU (RP) - Suara seorang penyair terdengar menggelegar di panggung Anjung Seni Idrus Tintin, Sabtu malam (23/11). Ruangan masih gelap gulita. Musik pun mengalun dengan nuansa mistis, mencekam dan memukau penonton. Itu adalah suara Asrizal Nur, penyair Indonesia.
Begitulah suasana di awal pertunjukan konser puisi multimedia Asrizal Nur di Anjung Seni Idrus Tintin, Sabtu malam (23/11) Puisi pembuka yang dibaca itu berjudul Matahari Hati.
Ketika cahaya perlahan menyala kemerahan, tampak Asrizal Nur duduk di atas altar berpakaian hitam dengan asap mengepul. Sementara itu dilayar, tampak pula sosok yang terjebak dalam pusaran kegelapan linglung, meski samar-samar tapi terlihat geraknya.
Di sekeliling penyair, hadir pula sembilan orang penari seperti sedang menggerayangi penyair. Ketika cahaya mulai jelas, bait puisi pun terlontarkan dengan jelas pula oleh Asrizal dengan ciri khas suara beratnya. Sementara itu, dilayar masih ada gerak menggeliat terkurung ke kegelapan lalu tak berapa lama kemudian, para penari terpental dan keluar dari panggung.
Masuk pada pembacaan puisi yang kedua yang berjudul, Belajar Dengan Bahasa Daun, Asrizal diiringi musik yang bernuansa damai, natural. Sementara itu, di LCD, dihadirkan pohon dengan dedauna rindang ditiup angin, burung, kupu-kupu hingga didaunan.
Sesuai dengan makna atau pesan dari puisi tersebut, di mana banyak hal yang bisa dipelajari dari bahasa daun, bahasa alam sekitarnya, bahkan daun sekalipun.
Beralih ke puisi yang ketiga yang berjudul Akar Api, Asrizal nur tampaknya hendak menyampaikan pesan tentang pohon sawit dengan segala persoalan yang ada pada hari ini. Hingga kemudian, diakhir puisi yang ke tiga itu dilantunkan lagu yang juga berjudul sama oleh Hangkustik feat Toemoenggoeng Band. Dan ditutup dengan kehadiran narator, Nana Rhisky yang membacakan narasi terkait dengan puisi-puisi yang dibacakan pada babak pertama tersebut.
Demikian adanya, pementasan konser puisi multimedia, Asrizal Nur yang menawarkan bentuk baru dalam seni pertunjukan pembacaan puisi. Berbagai unsur seni, baik Tari, Musik, Rupa, Teater, dan tentunya sastra menyatu pepat secara keseluruhannya.
Pentas konser puisi itu juga terdiri dari tiga babak. Dimana babak ke dua dan ke tiga juga menawarkan konsep yang serupa. Hanya pada tiap babaknya mengekspresikan materi dan tema-tema yang berbeda namun secara keseluruhan terbungkus dalam tema besar yaitu hari pohon sedunia. Hal itu jelas tergambar dari 9 judul puisi yang dibaca Asrizal Nur malam itu, misalnya Majelis Zikir Dedaunan, Percakapan Pohon dan Penebang, Kaulah Dedaunan itu, dan lain-lain.
Dikatakan Asrizal Nur, disamping bersempena memperingati hari pohon sedunia, pertunjukan ini memiliki visi tersendiri. Ia berharap pertunjukan baca puisi tidak hanya sebatas membaca saja akan tetapi bisa dikolaborasikan dengan unsur-unsur seni lainnya. Dijelaskan Asrizal, budaya membacakan puisi dengan baik di Indonesia sebenarnay sudah berlangsung dari tahun 70an. Namun seiring dengan waktu, banyak bermunculan penyair yang hanya bagus di tataran makna dan tulisan tetapi ketika membaca di atas panggung, tampak tidak meyakinkan padahal menurutnya ketika seseorang sudah berdiri di atas panggung yang dituntut itu adalah segi seni pertunjukannya. “Jadi out put dari konser puisi multimedia ini agar puisi bisa lebih diterima di masyarakat luas, kita tidak asyik sendiri saja tentunya,” ujarnya.
Dalam pementasan itu juga, Asrizal sengaja mengajak anak-anak muda Riau yang berpotensi dibidangnya masing-masing untuk sama-sama berekspresi satu panggung. Dengan itu, Asrizal berharap bisa memotivasi anak-anak muda Riau untuk sama-sama menggairahkan kesenian di Riau ini. ‘’Makanya saya berkolaborasi dengan Toemoenggoeng Band dari Rohil, Hangkustik band dari Pekanbaru, Mahasiswa STSR serta koreografer muda, Syafmanefi Alamanda sebagai penata geraknya,’’ ujar Penyair asal Riau yang sudah bertahun-tahun mengembangkan karirnya di pusat Ibukota, Jakarta.
Ditambahkan Asrizal, konser ini merupakan rangkaian Road Show dari beberapa tempat yang dimulai dari Riau, Joga dan terakhir nanti di Bandung. ‘’Selepas itu juga, saya akan merencanakan konser puisi dalam rangka hari bumi,’’ katanya lagi.
Sementara itu, pimpinan Toemoenggoeng Band, Walid Singkit menyebutkan dalam proses sejak awalnya, musik mencoba mengikuti alur dari makna pusi Asrizal yang hendak disampaikan.”Kami berusaha untuk ikut menyatu dalam konser puisi ini, saya kira secara keseluruhan terasa menyatunya,’’ jelas Walid yang juga merupakan sineas Riau tersebut.
Senada dengan itu, Penata gerak, Syafmanefi Alamanda menyebutkan gerak yang dihadirkan adalah gerak eksplorasi yang notabene menyesuaikan dengan interpretasi sang penyair. “Saya mencoba menginterpetasikan dari puisi Asrizal dengan gerakan, kemudian mengkonsep gerak yang dihadirkan, berharap ianya menjadi frem yang menyatu dalam pertunjukan tersebut,’’ujar Nanda.
Sementara itu, Kazzaini KS selaku Ketua Dewan Kesenian Riau menyambut baik helat konser puisi multimedia Asrizal Nur karena menurutnya merupakan salah satu bagian bahwa seniman juga sesungguhnya sangat peduli dengan masalah yang terjadi di sekitarnya. ‘’Seni memang tidak bisa terpisah dengan kehidupan, sejak dari dulu memang semua karya dari seniman Indonesia berkait erat dengan kehidupan kita. Sebut saja, Chairil Anwar, Rendra, Soetardji Calzoum Bachri. Di mana semua karya mereka menunjukkan keterikatannya dengan aspek kehidupan,’’ jelas Kazzaini.
Ditambahkannya, konser malam ini memiliki daya tarik tersendiri dengan memanfaatkan tekhnologi yang luar biasa saat ini yang kemudian dibancuh padu dengan unsur-unsur seni lainnya.”Tentu hal itu menjadi pengkayaan dan pertambahan pengalaman bagi kita semua yang ada di Riau,’’ ujar Kazzaini yang juga merupakan Ketua Yayasan Sagang tersebut.(*6/kun)