JAKARTA (RP) - Komunitas Seni Rumah Sunting (KRS), Sabtu (20/10) memenuhi undangan Fakultas Seni Pertunjukan Institut Kesenian Jakarta (FSP-IKJ) untuk menampilkan karya teater berjudul Peri Bunian (Cikal Bakal Pembenihan Raja Kecik) di gedung pertunjukan Luwes kampus tersebut.
Karya yang disutradarai Kunni Masrohanti sekaligus Pembina KRS ini, mendapat sambutan hangat dari segenap dosen dan mahasiswa di sana.
Hadir juga dalam pergelaran karya ini Gubernur Riau HM Rusli Zainal SE, MP beserta rombongan, Ketua Dewan Kesenian Riau (DKR) sekaligus ketua Yayasan Sagang Kazzaini KS, seniman Riau Jakarta Asrizal Nur, Ketua FSP-IKJ Bejo Sulaktono, Kepala kantor penghubung Provinsi Riau Drs Natar Nasution, Himpunan Mahasiswa Riau Jakarta (HMRJ), berbagai sanggar teater dan masih banyak lainnya.
Sebagai Ketua FSP-IKJ, Bejo Sulaktono menyampaikan tentang perkembangan teater Indonesia dan daerah pada khususnya.
‘’Sudah banyak sanggar mau pun komunitas teater di Indonesia yang melaksanakan pergelaran di sini, tapi yang dari Riau baru Komunitas Seni Rumah Sunting melalui seorang Kunni Masrohanti dengan karyanya Peri Bunian,’’ kata Bejo di hadapan Gubri dan seluruh hadirin sebelum pertunjukan dimulai.
Sementara itu, Gubri HM Rusli Zainal mengaku bangga dan senang bisa hadir menyaksikan pertunjukan teater yang mengangkat sejarah Melayu Riau yakni berkaitan dengan Kerajaan Siak Sri Indrapura yakni Raja Kecik.
Bahkan Gubri berjanji akan memperhatikan semua sanggar teater dan seni di Riau.
‘’Bangga saya bisa hadir untuk menyaksikan pergelaran Teater berjudul Peri Bunian ini di antara mahasiswa IKJ yang sehari-hari memang belajar tentang seni peran. Kegiatan yang seperti inilah yang harus didukung karena ini mengangkat kebudayaan dan sejarah Melayu Riau. Insya Allah, kita akan memperhatikan sanggar-sanggar yang ada di Riau. Sanggar ini harus mendapat perhatian khusus karena mereka mengangkat sisi lain yakni kebudayaan yang ada di Riau,’’ kata Gubri.
Pada kesempatan itu, Gubri juga menyampaikan berbagai perkembangan pembangunan di Riau serta pelaksanaan berbagai iven besar seperti PON dan ISG yang akan dilaksanakan tahun depan.
Disebutkannya, semua kegiatan tersebut tidaklah dilaksanakan dengan mudah, bahkan tak jarang diserati dengan berbagai issu miring dan resiko besar.
Kunni juga mengatakan, KRS merasa bangga karena bisa melaksanakan pergelaran di kampus IKJ yang memang merupakan sarangnya dunia peran.
‘’Kami bukanlah yang terbaik di Riau. Kami adalah orang-orang yang memiliki banyak kekurangan. Jadi kami datang ke sini bukan untuk memberikan yang terbaik, tapi berbagi dengan akwan-kawan di IKJ. Terimakasih kepada IKJ yang telah mengundang kami ke sini,’’ kata Kunni pula.
Peri Bunian sebuah cerita yang mengisahkan tentang Naskah ini menceritakan keterlibatan Bangsa Bunian yakni Raja Bunian bernama Gorda Bioanglala dan putrinya Dewi Menohra (Peri Bunian) yang terlibat panjang dalam sejarah hidup Sultan Mahmud Syah, yakni ayahnda Raja Kecik.
Bahkan Dewi Menohra terlibat dalam hubungan sumbang; sebuah cinta terlarang dengan Sultan.
Karena percintaan yang tak lazim, Dewi Menohra memilih meninggalkan Sultan Mahmud dengan sebuah perjanjian diri bahwa Sultan tidak akan pernah mangkat (meninggal) kecuali tertusuk oleh skinnya (keris) sendiri.
Dewi Menohra juga berjanji akan melindungi keturunan Sultan Mahmud serta memastikan bahwa perjanjian tentang mangkatnya Sultan yang tertusuk dengan skinnya sendiri tidak akan berlaku untuk keturunanya kelak.
Sebelum Pergi, Dewi Menohra juga berpesan kepada Sultan agar dirinya menggunakan Cik Apong untuk bersalin badan dengan dirinya. Kisah Sultan dan Cik Apong menjadi cikal bakal pembenihan Raja Kecik.
Enam pemain yang terlibat tersebut yakni Hari Zardi (Sultan Mahmud), Yussafat Rose Lidya (Dewi Menohra), Wahyu Mualli Bone (Gorda Bianglala), Reza Yulia (Cik Apong), M Syahril (Bujang) dan Siti Salmah (Inang).
Lakon Peri Bunian yang melibatkan enam pemain dan beberapa orang penari ini digarap secara khas, imajinatif dan mistik.
Semuanya ditampilkan dalam sebuah permainan warna, pencahayaan serta kesetaraan dan keserasian antara isi cerita, pagelaran dengan setting panggung yang dikemas saling bersentuhan.
Kisah yang menggelitik begitu terasa saat terjadinya dialog antara Mak Inang dan Bujang Selamat. Gubri mau pun hadirin terlihat berkali-kali tertawa lepas melihat adegan lucu tersebut.
‘’Memang sangat asyik dan menghibur dan yang pasti syarat dengan sejarah,’’ kata Gubri kepada Kazzaini mau pun Asrizal Nur saat menyaksikan pertunjukan tersebut.
Pertunjukan yang berlangsung sekitar 90 menit tersebut berakhir dengan diskusi panjang antara mahasiswa dengan sutradara bersama seluruh tim dan pemain. Kazzaini KS dan Asrizal Nur juga mengikuti perjalanan diskusi hingga akhir.
‘’Pastinyalah sebuah pertunjukan memerlukan proses panjang untuk kesempurnaannya. Begitu juga dengan ‘Peri Bunian’ yang kita saksikan bersama. Dengan diskusi dan penampilan yang berulang, akan menjadikan pertunjukan ini semakin matang. Apalagi pertunjukan ini akan berlanjut ke Medan tanggal 25 Oktober ini untuk mengikuti seleksi festifal teater Indonesia Wilayah Sumatera,’’ kata Kazzaini.(iya/izl)