Teater Selembayung Menuju PTN

Seni Budaya | Minggu, 30 September 2018 - 13:58 WIB

Teater Selembayung Menuju PTN
Salah satu adegan karya “Padang Perburuan” sutradara Fedli Azis yang akan dipentaskan di Pekan Teater Nasional (PTN), 7-14 Oktober di Graha Bakhti Budaya (GBB) Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta.

(RIAUPOS.CO) - LEMBAGA Teater Selembayung menjadi wakil Riau dalam helat Pekan Teater Nasional (PTN), 7-14 Oktober di Jakarta. Helat tajaan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dan Kemendikbud RI itu dilaksanakan di Graha Bakhti Budaya (GBB) Taman Ismail Marzuki (TIM).

Dalam helat seni pertunjukan tersebut Teater Selembayung akan tampil bersama 15 grup lainnya. Sutradara 16 grup teater dari 15 kota di Indonesia ini, pun sebelumnya telah bertemu pada beberapa waktu lalu di Jogjakarta dan Jakarta. Dan akhir dari perhelatan tersebut digelarnya karya-karya mereka bersama komunitas masing-masing.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Teater Selembayung sendiri wakil dari empat kota Sumatera yakni Teater Sakata (Padangpanjang, Sumbar), Teater Rumah Mata (Medan, Sumut), serta Komunitas Berkat Yakin/Kober (Lampung, Bandar Lampung), serta Lembaga Teater Selembayung (Kota Pekanbaru, Riau). Palingtidak, keempat grup tersebut merupakan komunitas yang lolos melalui kurasi ketat para kurator teater Indonesia.

Teater Selembayung sendiri, akan mementaskan karya berjudul, “Padang Perburuan” yang terinspirasi dari esai budayawan Riau, UU Hamidy. Dalam karya berdurasi 45 menit tersebut, penulis naskah dan sutradaranya mengambil sampel kasus pembangunan PLTA Koto Panjang di XIII Koto Kampar, Riau. Sebuah kasus raksasa penenggelaman situs sejarah, 10 kampung menjadi waduk terbesar di negara ini.

“Sebenarnya, esai UU Hamidy tidak sedikitpun menyinggung soal PLTA Koto Panjang. Kami hanya mengambil spirit dari esai itu, plus sebagian kecil judulnya, “Padang Perburuan”. Judul asli esai itu, “Riau, Nasib Sebagai Padang Perburuan”. Mengapa kami terinspirasi dari esai itu, karena isinya menuturkan negeri berjuluk, Lancang Kuning ini sejak bernama Riau sudah menjadi komoditi untuk meraup keuntungan. Tidak saja bagi para penjajah dan pendatang, bahkan oleh anak jati negeri ini sendiri, hingga detik ini,” ulas Sutradara “Padang Perburuan”, Fedli Azis, disela-sela sesi latihan, Jumat (29/8) lalu.

Karya “Padang Perburuan” sendiri, sebenarnya sudah ditampilkan pada Ajang Teater Sumatera (ATS), 2017 lalu di Kota Pekanbaru. Namun kali ini, sang sutradara membongkar karya itu dan menciptakan kembali dengan format pemanggungan yang berbeda sekali dengan karya sebelumnya.

“Padang Perburuan” yang terbaru, berangkat dari gerak dan spirit Silek Tuo. Bunga Silek Tuo itu dipelajari dari Malin Puti Bungsu Kedatuan Mutakui, Suhaimi Zein alias Ongku Imi di Kampung Muaratakus, Xlll Koto Kampar. Bunga silat tersebut dieksplorasi dan disesuaikan dengan keperluan pemanggungan. Sehingga tak lagi terlihat jelas, bentuk aslinya. Selain silat, sutradara memasukkan spirit lokal yakni Basijobang (sastra lisan) asal Kampar.

Menurut Fedli Azis, silat dan sastra lisan sangat dikenal masyarakat Kampar pada umumnya. Maka, menghadirkan kedua unsur itu sebagai pemantik “ingatan kolektif” masyarakat yang terdampak langsung atas pembangunan PLTA Koto Panjang, dan Riau umumnya. Selain itu, karya ini juga mengajak masyarakat untuk memahami begitu buruknya akibat dari pembangunan waduk bagi siklus kehidupan. Apalagi, pemerintah pusat juga bermaksud menambah waduk di Rokan Hulu dan Kuansing. (kun)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook