PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Forum Akademisi Hubungan International Universitas Riau (FAIR Unri) hadir dengan pembahasan yang berbeda. Sabtu (28/11) soore , FAIR Unri membahas film V for Vendetta. Diskusi FAIR Unri kali ini dihadiri 30 orang dan diadakan di Laboratorium Bahasa Hubungan International, Sabtu (28/11/2015).
Menurut pembina FAIR Unri, Satya Wira Witjaksana film V for Vendetta sangat identik dengan sebuah gagasan yang menumbangkan fasisme dengan maskot topeng teater Guy Fawkes yang sering dijadikan lambang pergerakan suatu kelompok.
"Intinya pada diskusi kali ini, kami ingin memaparkan bahwa film ini tidak membahas sebuah realitas namun sebuah gagasan yang merupakan aksi dari vox populi vox dei. Film ini juga mencoba untuk menggerus stigma awam bahwa anarkisme adalah sesuatu yang tidak beraturan," ungkapnya kepada Riaupos.co.
Masih dari penuturan Wicaksana, film yang diadaptasi dari komik karya Allan Moore ini menceritakan sebuah perjuangan, sebuah revolusi, sebuah cara alternatif untuk melawan Anarkisme. Guy Fawkes yang baru memiliki nama tersendiri yang disebut "V".
"Dalam film tersebut, V digambarkan sebagai sosok yang mahir bermain pedang, penyuka seni, musik, sastra, agitator dingin, dan penggila sastra," katanya lagi.
Sementara itu, Ketua FAIR Unri yang baru periode 2015-2016, Fajri, mengatakan, dalam film V for Vendeta sering mengutip potongan teater kaya Shakespeare seperti Hamlet dan Macbeth, menambah gaya khas dari seorang V dalam melakukan aksi pembunuhan. V adalah aktor yang berada di Inggris yang muncul dari pemerintah yang subversif maka V pada 5 November akan ada dan terus berlipat ganda, dengan pemikiran kritis disatukan dengan aksi, hal tersebut terbukti dengan propaganda yang dibawa V bahwa masyarakat seharusnya tidak takut kepada negara, namun sebaliknya.
"Anarkisme yang diajarkan dalam film ini juga mengandung sisi realitas, yakni seperti yang dikatakan V bahwa kekerasan dapat digunakan untuk hal kebaikan. Menjadi jelas bahwa anarkisme bukan sesuatu yang barbar, namun menekankan bahwa tuntutan masyarakat yang hidup tanpa sebuah paksaan," tutup Fajri.
Laporan: Anju Mahendra
Editor: Hary B Koriun