ESAI SASTRA

Minat Baca Makin Ditantang

Seni Budaya | Minggu, 27 Desember 2015 - 01:15 WIB

Oleh Taufik Ikram Jamil

TIDAK berlebihan kalau dikatakan bahwa satu-satunya    hal yang membuat kita tersenyum ketika membicarakan minat baca adalah masih ada saja pihak yang merisaukan perihal minat baca itu sendiri. Dari pribadi sampai lembaga pemerintah, tak terlihat bosan untuk memperkatakannya seperti juga dilakukan Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah (BPAD) Riau awal pekan ini. Pustakawan-pustakiawati dari kabupaten/kota se-Riau dikumpulkan, kemudian setidak-tidaknya dirangsang untuk memikirkan jalan keluar dari kondisi minat baca saat ini.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Suatu keadaan yang memprihatinkan, bukan saja dipandang dari hakikat membaca itu sendiri yakni suatu tindakan komunikasi, tetapi juga sosial ekonomi. Sarana dan prasarana yang belum menggembirakan, termasuk bagaimana menjadikan perpustakaan yang ada merupakan tempat pelayanan publik. Di sisi lain, tantangan minat baca makin besar,  bukan saja karena faktor luaran (eksternal), tetapi juga faktor dalaman (internal). Berbagai saran untuk meningkatkan minat baca terkesan sebagai bayang-bayang.

Disebut sebagai kegiatan komunikasi, dapat dilihat dari pengertian minat baca itu sendiri. Bukankah minat baca merupakan aktivitas yang dilakukan dengan penuh ketekunan dan cenderung menetap? Ini dimaksudkan untuk membangun pola komunikasi dengan diri sendiri agar pembaca dapat menemukan makna tulisan dan memperoleh infomasi sebagai proses transmisi pemikiran untuk mengembangkan intelektualitas dan pembelajaran sepanjang hayat. 

Dimaklumi secara umum, bagaimana rendahnya minat baca Indonesia, hanya satu dalam 1.000 orang. Artinya, dari seribu orang Indonesia hanya ada satu orang saja yang memiliki minat baca sangat tinggi. Bandingkan dengan Amerika yang memiliki indeks membaca 0,45 dan Singapura yang memiliki indeks 0,55. Berdasarkan survei Unesco, budaya baca masyarakat Indonesia berada di urutan 38 dari 39 negara yang paling rendah di kawasan ASEAN.

Tak pelak lagi, kondisi tersebut pada gilirannya berdampak pada wajah sumber daya manusia Indonesia. Umum diketahui, saat ini Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada pada peringkat ke-121 dari 187 negara. Indonesia berada jauh di bawah negara-negara tetangga seperti Singapura (peringkat 18), Malaysia (peringkat 64), Thailand (peringkat 103), dan Filipina (peringkat 114). Begitu pula jika kita melihat struktur angkatan kerja Indonesia. Hampir 50 persen yakni sekitar 55 juta pekerja Indonesia hanya tamat sekolah dasar.

Bukan Kambing Hitam

Semoga tidak menjadi semacam kambing hitam jika penyebab rendahnya minat baca tersebut kembali dikemukakan. Tak sedikit yang mengatakan bahwa minat baca Indonesia yang rendah berkaitan dengan sistem pendidikan. Siswa diberi tugas dengan cara menyelesaikan lembaran kerja siswa (LKS), bukan diarahkan pada keragaman bacaan. Ini didukung pula oleh materi pelajaran yang menekankan pada pencapaian teori, bukan pada implikasi.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook