TRADISI RITUAL GHATIB BEGHANYUT DI KABUPATEN SIAK

Memohon Perlindungan dari Bahaya dan Penyakit

Seni Budaya | Minggu, 17 September 2023 - 11:47 WIB

Memohon Perlindungan dari Bahaya dan Penyakit
Wakil Bupati Siak Husni Merza (paling kiri, jas hitam), bersama alim ulama dan tokoh masyarakat menjelang dilangsungkannya ritual Ghatib Beghanyut, di Siak, Ahad (10/9/2023). (DISDIKBUD SIAK UNTUK RIAU POS)

Tahun ini, selain acara utama Ghatib Beghanyut, juga ada kegiatan ziarah ke makam para Sultan Siak dan ghatib berjalan mengelilingi Kota Siak Sri Inderapura.

RIAUPOS.CO - MASYARAKAT Kabupaten Siak menyelenggarakan tradisi Ghatib Beghanyut pada Ahad (10/9/2023) lalu. Ini adalah tradisi tahunan dengan tujuan mendekatkan diri kepada sang pencipta, Allah Swt, dengan melakukan zikir dan doa memohon perlindungan dari segala marabahaya dan penyakit. Tradisi ini sudah sejak lama dilakukan oleh masyarakat muslim di daerah yang dulu masuk dalam Kabupaten Bengkalis ini. Itulah mengapa, saat ini, tradisi ini dilakukan selain oleh Masyarakat Mempura (Siak) juga  Masyarakat Kecamatan Bukitbatu, Bengkalis.


Dari beberapa sumber disebutkan, istilah ghatib dan beghanyut sebenarnya merupakan pelafalan dari kata ratib dan berhanyut, di mana hal ini terjadi karena ketidakfasihan penutur dalam melafalkan huruf “r”. Kata ratib sendiri berarti zikir, dan berhanyut berarti hanyut dengan menggunakan perahu. Penggunaan kata ratib sebagai sinonim zikir yang tertib atau teratur sebenarnya sudah umum dikenal di masyarakat Indonesia, sebagai contoh adalah Ratib Al-Haddad atau Ratib Al-Attas yang disusun oleh ulama-ulama dari Hadramaut.

Menurut H Said Muzani, seorang tokoh masyarakat Siak,  seperti ditulis Wikipedia, awal mula munculnya ritual ini berasal dari berbagai musibah berkepanjangan yang menimpa Kesultanan Siak seperti isu adanya orang hitam, wabah (sampar), malaria, dan musibah atau penyakit lainnya. Guna menyelesaikan berbagai persoalan ini, para tetua, tokoh adat dan agama melakukan musyawarah dan kemudian memutuskan untuk melakukan ritual tolak bala dalam bentuk membacakan ratib (ghatib) beramai-ramai. 

Awalnya kegiatan ini sebenarnya merupakan kegiatan independen yang dilakukan oleh masyarakat Siak, tanpa peran langsung dari kesultanan. Ritual diawali pada malam hari sesudah salat Maghrib dengan melihat air surut pada sore hari, dan rangkaian acara baru dimulai setelah dilaksanakannya salat Isya dengan berjalan berkeliling kampung, yang diikuti oleh semua masyarakat dengan membawa obor sebagai alat penerangan. Setelah menyelesaikan perjalanan berkeliling kampung, masuklah ke acara inti yang berupa berzikir di atas kapal ketika air surut.

Ritual ghatib kini dilaksanakan saat bulan Safar setelah salat Isya, dan bertempat di Sungai Jantan (Siak). Tempat permulaan kegiatan ini adalah Pelabuhan LASDAP dan berakhir di Feri Penyeberangan Belantik, Desa Langkai, Siak. Kapal yang digunakan adalah kapal feri serta tiga puluh perahu mesin yang masing-masingnya bermuatan sepuluh orang. Sebelum ritual Ghatib Beghanyut dilaksanakan, seluruh peserta akan berkeliling kampung mengenakan pakaian serba putih dan melaksanakan ziarah ke makam para Sultan Siak yang terletak di Kecamatan Siak. 

Dalam aturannya, peserta yang diperkenankan mengikuti Ghatib Beghanyut adalah khusus kaum laki-laki, yang kemudian akan dipimpin oleh seorang ulama dengan lantunan-lantunan zikir. Ulama tersebut akan bertakbir dan diikuti oleh seluruh masyarakat, baik yang menaiki sampan atau hanya menyaksikan dari tepian sungai. Sambil berzikir di atas sampan yang terus berjalan mengarungi sungai, seluruh warga di tepian ikut pula berzikir. Setelah selesai berkeliling kampung melalui Sungai Jantan, kegiatan itu pun diakhiri dengan makan bersama lalu ditutup dengan doa.

Ketua Pelaksana Ghatib Beghanyut 2023, Zulkarnain Al Idrus, menjelaskan, tradisi tolak bala ini menjadi salah satu ikon Kabupaten Siak dan akan terus dipertahankan. Selain menjadi tradisi religius, Ghatib Beghanyut masuk menjadi agenda wisata tahunan.

Dijelaskan oleh komika yang biasa dipanggil Wak Zul ini,  awalnya iven ini diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Siak bekerja sama dengan Lembaga Adat Melayu (LAMR) Kabupaten Siak dari tahun 2012-2019, namun pada tahun 2020 dan 2021 kegiatan ini terhenti tersebabkan Covid-19. Lalu pada tahun 2022 dilaksanakan kembali oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Siak, kemudian pada tahun 2023 pelaksanaan Ghatib Beghanyut dipindahkan dan diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Siak bekerja sama dengan LAMR Kabupaten Siak dan Dewan Kesenian Siak (DKS). 

“Dan baru tahun ini pelaksanaan Ghatib Beghanyut dimulai dengan Ghatib Berjalan, sebelum-sebelumnya hanya Ghatib Beghanyut,” kata Wak Zul kepada Riau Pos, Kamis (14/9/2023).

Seperti pada kegiatan sebelumnya, kata Wak Zul, pada tahun ini Ghatib Beghanyut diawali dengan ziarah ke makam Sultan Siak. Jemaah berkumpul di Gedung LAMR Siak, dilepas oleh Wakil Bupati Siak Husni Merza, didampingi  Sekretaris Daerah Kabupaten Arfan Usman, Asisten I  Fawzi Azni, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Siak Mahadar, dan beberapa pejabat lainnya. Beberapa kepala OPD dan pejabat administrasi di lingkungan Pemkab Siak juga hadir. Lalu para imam masjid dan musala se-Kecamatan Siak dan Mempura, pengurus LAMR Kabupaten Siak, pengurus DKS, serta masyarakat Kecamatan Siak dan Mempura.

Ziarah dimulai ke makam Raja Kecik di Buantan, dilanjutkan ke makam Tengku Buwang Asmara dan makam Sultan Ismail di Mempura. Kemudian ke Kompleks Makam Koto Tinggi Siak, dan berakhir di makam Sultan Syarif Kasim II di sebelah Masjid Syahabudin Siak. Seluruh peserta menggunakan pakaian serbaputih.

Pada malam hari, kegiatan dimulai dengan salat Magrib berjamaah di Masjid Syahabudin Siak, kemudian dilanjutkan dengan makan bersama. Lalu dilanjutkan salat Isya, kemudian dilakukan seremonial pembukaan Ghatib Beghanyut. Untuk pelaksanaan tahun ini dimulai dengan ghatib berjalan berkeliling di Kota Siak Sri Inderapura. Selain memakai pakaian serbaputih, para peserta juga membawa obor yang terbuat dari bambu.

Kemudian, saat ritual Ghatib Beghanyut di Sungai Siak, para peserta tetap memakai pakaian serbaputih dengan obor di tangan  dengan menggunakan feri  atau ponton dan beberapa sampan kotak. Ghatib Beghanyut dimulai dari Pelabuhan LASDAP Siak dan berakhir di Pelabuhan Belantik. Dari hulu ke hilir mengikuti arus air surut Sungai Siak. Tidak semua peserta ikut dalam kapal, ada juga masyarakat yang tetap berada di pinggir Sungai Siak. Semuanya, baik yang ikut naik kapal maupun masyarakat yang berada di pinggir sungai, terus berzikir, tahlil, dan takbir, sepanjang acara berlangsung.

Ratusan orang mengikuti kegiatan ini. Untuk ziarah diikuti lebih kurang 300 umat muslim, sedangkan saat Ghatib Beghanyut diikuti lebih dari 500 peserta. Mereka mengikuti kegiatan ini dengan sangat antusias dan semangat hingga selesai, baik agenda pagi saat ziarah makam,  saat pelaksanaan ghatib berjalan, dan ritual utama Ghatib Beghanyut pada malam harinya.

Pada kegiatan ke-11 tahun ini yang berjalan sukses, Wak Zul mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang mendukung kegiatan ini. Menurutnya, kegiatan ini tak akan berjalan dengan baik dan lancar tanpa dukungan, baik para pemangku kepentingan maupun masyarakat yang ikut dalam cara.

“Semoga ke depan kegiatan ini terus dipertahankan karena ini adalah tradisi baik masyarakat muslim Siak yang harus dilestarikan dan diapresiasi,” ujar lelaki yang juga Ketua Umum Dewan Kesenian Siak ini.

Wakil Bupati Siak, Husni Merza, yang memimpin ritual ini, mengaku bahagia dan terharu dengan kegiatan tradisi ini. Menurutnya, tradisi baik ini harus terus dirawat dan dipertahankan.

“Alhamdulillah, kita masih menjaga tradisi Ghatib Beghanyut, semoga terjaga dan lestari zaman ke zaman. Beghanyut dari hulu ke hilir Sungai Siak, berharap doa terkabul dan amal ibadah diterima dan dijauhkan dari berbagai musibah penyakit dan peristiwa buruk yang melanda masyarakat kita. Semoga keberkahan untuk masyarakat dan negeri kita,” ucap Husni Merza.

Ia menjelaskan, Ghatib Beghanyut adalah sebuah tradisi ritual untuk menjauhkan seseorang atau masyarakat dari berbagai musibah penyakit dan peristiwa buruk. “Tradisi ini dilaksanakan secara turun-temurun setiap tahun melalui serangkaian zikir, tasbih, tahlil, dan takbir yang dilakukan dengan berhanyut di Sungai Siak menggunakan beberapa sampan dan kapal feri,” jelasnya.

Menurut Husni, tradisi ziarah yang diadakan pada siang hari ke makam para Sultan Siak dan orang-orang penting yang berjasa kepada Siak, adalah hal baik karena masyarakat dan pemerintah tetap mengingat dan mengenang jasa para Sultan Siak dan para pendahulu. Itu adalah sebuah bentuk penghormatan agar kita sekarang tidak lupa dengan apa yang dilakukan oleh para pendahulu yang mewariskan segala kebaikan hingga hari ini.

“Alhamdulillah kami juga telah melaksanakan ziarah ke makam sembilan Sultan Siak di empat lokasi berbeda. Ini merupakan kegiatan tahunan kita, untuk mendoakan dan bersyukur atas jasa para Sultan Siak,” ucap Husni.

Husni berharap, masyarakat mengambil semangat para Sultan Siak tersebut dalam kehidupan sehari-hari agar terus bisa menjaga nilai-nilai agama Islam dan adat yang terus tumbuh dalam masyarakat. Sebab, serbuan modernitas tanpa disaring dengan nilai agama dan adat, akan menjerumuskan masyarakat dalam degradasi moral dan nilai-nilai luhur lainnya.***

 

Laporan HARY B KORIUN, Siak









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook