Permainan tradisi adalah destiny (takdir) masing-masing kebudayaan untuk membangun kolektivitas komunal, sebagaimana dialek atau loghat pengucapan bahasa manusia yang tak pernah sama antara satu rumpun dengan rumpun jiran. Sebab bahan baku yang dimakan, yang diasup bersumber dari bahan baku yang berbeda, maka terjadi perbedaan dialek dalam bahasa. Demikian pula dalam jenis idaman kolektif dunia permainan tradisi, secara natural dia akan berpembawaan ragam dan berbeda. Tugas peradaban adalah memuaikan temuan-temuan lokalitas itu sehingga dia bermaksud dalam semangat penyeragaman yang menghancurkan atau berbondong-bondong seragam menuju tebing kehancuran peradaban manusia.
Dalam permainan tradisi, pelibatan keluarga besar (batih) dan jiran tetangga, memperlihatkan kekuatan solider, bukan soliter sebagaimana yang ditonjolkan oleh permainan modern. Di sini, hendak dibangun 'sensitivtas' koletif (kepekaan kolektif) yang berujung pada upaya membangun etika publik dalam kadar lokalitas yang mungkin dipaksakan untuk menjadi sama dan sebangun dengan kebudayaan yang berada jauh di seberang sana.
Kekurangan permainan tradisi antara lain, monoton, tak diturunkan dalam sejumlah derivasi permainan, termasuk ukuran bidang dan jumlah orang yang terlibat. Tak mesti menggunakan bidang ruang yang luas, namun permainan ini bisa dilakukan dalam ruang-ruang kekinian; pelataran sebuah mall, fasade sebuah selasar bandara atau hotel bintang.
Tak mencangkok pada semangat membaharu, mungkin lewat tugas ekstra kurikuler, atau malah intra-kurikuler di sekolah-sekolah. Tak dihadirkan dalam rangkaian semarak dalam sebuah festival yang melibatkan bangsa-bangsa lain (internasional) sehingga orang-orang luar juga mengalami keterlibatan mental, emosi, malah keterlibatan dalam produksi atas jenis-jenis permainan tradisi itu secara langsung.
Ketersediaan bahan baku permainan tradisi juga mulai terbatas. Di sini, sebetulnya, bisa diatasi dengan bahan baku artifisial (buatan). Misalnya untuk permainan 'congkak'), batu dadunya bisa dibuat seartifial mungkin dengan polesan warna warni dan penamaan figur-figur hero Melayu (Hangtuah dan seterusnya). Begitu juga pada permainan 'catur Melayu” ' di samping membangun kepiawaian siasat, taktik dan strategi, dia juga harus dihadirkan dengan semangat kekinian. Permainan modern yang menyerbu pasaran dunia hari ini baik dari Finlandia seperti Angry bird, Cina dan Amerika semua berasal dari permainan tradisi mereka masing-masing. Namun mengalami derivasi kecerdasan dan kreativitas. Lalu, diikuti dengan penguasaan jejaring pasar (mekanisme pasar global). Hal ini tak terjadi dalam permianan tradisi Melayu
Begitu juga dengan gasing dan patuk lele. Dia harus diperkenalkan dalam even-even yang atraktif, bukan semata diperkenalkan dalam jejeran benda-benda museum dan pengetahuan buku teks di sekolah-sekolah. Dia harus menerobos ruang-ruang modern. Sehingga, pada sebuah zaman tiada lagi penyebutan permainan tradisi, tapi yang disebutkan nanti adalah permianan modern berbasis tradisi (lokal).
"Kita yang berdepan dengan dunia gadget, seakan gamang dan dituduh sebagai pembawa bid'ah baru. Padahal, kita yang tak siap masuk dalam perlombaan itu. Sekarang bagaimana kita menyerbu rezim itu dalam sejumlah ikhtiar penjinakan-penjinakan cerdas sembari mengusung kaidah-kaidah tradisi yang dikembangkan bersamaan dengan kecepatan lari teknologi informasi itu. HP atau gadget itu berpembawan netral. Semua benda-benda di dunia ini berpembawaan netral. Yang membuat dia tidak netral adalah kebodohan kita (manusia) yang menyikapi benda-benda itu," kata Yusmar lagi.
Berinovasi dan Selalu Kreatif
Eksistensi permainan rakyat di masa sekarang ini terancam dengan perkembangan teknologi yang ada di gawai. Agar tidak punah, upaya pelestarian terhadap permainan rakyat dilakukan Dinas Kebudayaan Provinsi Riau dengan melakukan dokumentasi, inovasi dan menggaet komunitas yang memiliki kepedulian. Permainan tradisi tumbuh di suatu daerah sebagai kearifan lokal daerah tersebut. Kelestarian hanya bisa tercapai jika dilakukan adaptasi antara permainan tradisional dengan zaman yang semakin berkembang.
"Ini (permainan tradisi, red) bagian dari budaya kearifan lokal. Untuk melestarikannya kita lakukan pengembangan, terapkan inovasi baru, di samping juga merevitalisasi dan dokumentasi," ungkap Kepala Dinas Kebudayaan Riau, Yoserizal Zein.
Dokumentasi dilakukan terhadap permainan tradisi dengan mendata permainan apa saja yang ada di Riau. Dinas Kebudayaan kemudian juga secara berkala menggelar berbagai festival. "Tahun lalu ada festival permainan rakyat. Contohnya ada pemainan ligu kita tampilkan. Itu permainan menggunakan bambu seperti main golf, diberi dengan hadiah bintang. Ligu itu ada di Inhu. Ternyata ketika ditampilkan di festival itu masyarakat kaget juga," terang Yose.
Sejauh ini, permainan rakyat yang sudah didokumentasikan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Riau dan menjadi koleksi Museum Sang Nila Utama adalah Takraw/Sepakraga, congkak, patok lele, layang-layang, terompah panjang/bakiak, engrang/sitinjak/kaki anggau, basimbang, meja pari, buah bengkek, kelereng, gasing, ligu, gasing-gasing, letup-letup, buah para, papan rimau dan tali merdeka.
Pelestarian permainan tradisional takkan bisa maksimal tanpa pelibatan elemen masyarakat, hal ini dirasakan oleh Disbud Provinsi Riau. Karena itu pula, pihaknya akan menggandeng komunitas yang bernama Kelompok Zaman Old. "Ini bagian melakukan inovasi melalui rekayasa. Harus selalu kreatif. Tiap hari Minggu sudah ada komunitas tertentu yang menampilkan. Kelompok Zaman Old, mereka melakukan tali merdeka. Itu upaya yang bagus dari komunitas itu untuk memberikan kesadaran pada masyarakat," urai Yose.
Di bangku sekolah, lanjut Yose, permainan tradisi diperkenalkan sebagai bagian dari mata pelajaran muatan lokal. "Ke anak sekolah, di muatan lokal (mulok) ada. Kita mengisi konten mulok itu. Dulu hanya ada Arab Melayu. Sistem kebudayan macam-macam, sekarang dimasukkan juga tentang permainan tradisi. Untuk anak sekolah juga, ada permainan rakyat di lombakan di tingkat Asia. Kita sosialisasi dengan lomba-lomba begini," terangnya.
Terhadap permainan rakyat pula, pemberian nilai tambah coba dilakukan dengan pemaksimalan potensi ekonominya. "Termasuk workshop pembuatan permainan rakyat kita laksanakan. Jadi dari hulunya yang diperkenalkan, ini industri kreatif juga. Bisa membuat gantungan kunci dari gasing, dan lainnya sebagai pendukung Riau pusat kebudayaan dan pariwisata. Riau the homeland of Melayu," jelas Yose.
Upaya pelestarian lain yang coba dimaksimalkan saat ini adalah untuk mendapatkan pengakuan-pengakuan. "Kemudian permainan rakyat kalau ada kajian, mesti ada pengakuan-pengakuan. Nah kajian untuk foto dan video itu bisa kita usulkan menjadi warisan budaya tak benda. Ini sudah sejak lama kita lakukan pengusulan. Hanya, selama ini kan baru pada ritual upacara ada, alat kesenian," tutupnya.***
Laporan KUNNI MASROHANTI, Pekanbaru