Untuk ketigakalinya, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Siak menyelenggarakan Festival Sastra Sungai Jantan. Sebuah upaya menjaga marwah dan eksistensi budaya dan sastra di Negeri Istana ini.
RIAUPOS.CO - FESTIVAL Sastra Sungai Jantan (FSSJ) di Kabupaten Siak, hingga saat ini masih tercatat sebagai festival sastra yang eksis di Riau. Tahun 2023 ini adalah penyelenggaraan ketiga sejak 2019. Saat masa pandemi corona 2020-2021, FSSJ sempat terhenti karena anggaran Pemkab Siak banyak disedot untuk mengatasi pandemi.
Tahun ini FSSJ hadir dengan menyelenggarakan beberapa lomba tulis dan membaca sastra. Yakni menulis/cipta cerpen, puisi, cerita rakyat, pantun, naskah drama, dan syair. Sedangkan untuk baca, adalah lomba membaca puisi dan berbalas pantun untuk pelajar dan umum. Puncak kegiatan ini akan diadakan di Siak Sri Indrapura pada 14-15 Oktober 2023.
Zulkarnain Al Idrus, inisiator dan ketua panitia penyelenggara, mengaku bersyukur karena hingga kini hajatan ini masih didukung penuh oleh Pemkab Siak lewat Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupatan Siak. Meski hajatan plat merah, namun dengan banyaknya kategori yang dilombakan, diharapkan akan memunculkan para penulis-penulis handal di masa depan.
Lelaki yang biasa disapa Wak Zul ini menjelaskan, secara perlahan, dari tiga kali penyelenggaraan, ada peningkatan kualitas karya yang diikutkan dalam lomba, terutama cerpen dan naskah drama. Dua lomba ini dibuka untuk masyarakat Riau sehingga naskah yang masuk lumayan banyak. Sementara kategori lain khusus untuk masyarakat Siak.
“Saya mengutip pernyataan para juri, bahwa secara kualitas ada peningkatan. Banyak penulis berpengalaman di Riau turun gunung ikut lomba dalam festival ini. Ini semakin memberikan marwah dan eksistensi FSSJ,” ujar Wak Zul saat ditemui Riau Pos di sekretariat Dewan Kesenian Siak (DKS), Jumat (8/9/2023).
Wak Zul juga berbangga karena untuk Riau, FSSJ adalah festival dan lomba sastra satu-satunya yang diselenggarakan oleh kabupaten/kota di Riau. Dia berharap festival ini akan tetap ada setiap tahun. Dan dia memastikan untuk tahun 2024, tetap diselenggarakan, hanya saja ada pengurangi kategori.
“Saya akan terus memperjuangkan agar FSSJ ini bisa terus diselenggarakan di Siak,” ujar Ketua Umum DKS ini.
Kadisdikbud Siak, H Mahadar, mendukung penuh kegiatan ini. Menurutnya Pemkab Siak melalui Disdikbud terus berupaya agar kegiatan ini berlanjut setiap tahunnya, apalagi melihat antusias yang begitu besar dari para pecinta sastra dan penulis di Siak khususnya, dan Riau pada umumnya.
Ini, katanya, sejalan dengan tujuan pihaknya mengadakan FSSJ ini, yakni menumbuhkembangkan minat masyarakat untuk menulis sejarah dan budaya Siak dalam bentuk karya sastra sebagai upaya pelestarian budaya Melayu, sehingga dapat menumbuhkan generasi-generasi baru yang nantinya mampu menuaikan catatan sejarah untuk masa yang akan datang.
“Kami juga berharap festival ini dapat melahirkan penyair dan penulis karya sastra yang handal yang memiliki karya yang berkualitas di Kabupaten Siak,” jelas Mahadar.
***
JUARA lomba cipta cerpen FSSJ edisi 2019 dan 2023, Ahmad Ijazi Hasbulah, memberi pandangan bahwa dunia penulisan sastra di Riau saat ini masih terus bertumbuh. Hal ini ditandai dengan beberapa komunitas sastra di Riau yang terus bermunculan; mengadakan iven pelatihan kepenulisan, sayembara, hingga pembacaan karya sastra. Penyelenggaraan FSSJ salah satu indikatornya.
Di samping itu, katanya, juga bisa diamati munculnya beberapa penulis sastra di Riau yang mampu bersaing secara nasional. Meskipun, secara kuantitas tidak seramai di Pulau Jawa. Dia sangat bersyukur, dalam beberapa tahun terakhir ini, dukungan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknolgi (Kemendikbudristek) ikut ambil bagian dalam peningkatan minat baca dan penulisan sastra anak berbahasa Melayu di Balai Bahasa Provinsi Riau.
“Tentu ini menjadi angin segar yang sangat diharapkan bagi perkembangan penulisan sastra di Riau,” jelas lelaki yang sering memenangkan lomba menulis cerpen, baik tingkat Riau maupun nasional ini.
Ijazi memberi penilaian tentang FSSJ. Menurutnya, festival ini menjadi wadah yang sangat baik bagi penulisan sastra di Riau. Apalagi kegiatan ini mendapat dukungan penuh dari Disdikbud Siak. Seharusnya, katanya, ini bisa menjadi contoh bagi daerah lain di Riau untuk menyelenggarakan kegiatan yang sama sehingga karya sastra di Riau terus bertumbuh dengan membawa identitas kemelayuannya. Karya sastra yang dibukukan juga bisa menjadi rujukan dan bacaan yang baik bagi masyarakat, khususnya generasi muda di Riau untuk lebih mengenal dan mencintai kebudayaannya sendiri.
Ditambahnkannya, FSSJ bukan hanya mengenalkan karya sastra dengan kekhasan budaya dan sejarahnya, tetapi juga mengenalkan kearifan lokal yang ada di Siak. Seharusnya, menurut penulis novel Metafora dan Alegori ini, kegiataan seperti ini bisa diselenggarakan dengan sekala yang lebih luas lagi. Tidak hanya untuk Kabupaten Siak atau Riau saja, tetapi juga secara nasional.
“Sehingga Kabupaten Siak semakin dikenal luas di Indonesia, bahkan di dunia. Sebut saja di sana ada Tenun Siak, Ghatib Beghayut, Syair Siak Sri Indrapura, Tari Gendong, Zapin Siak, hingga Gambus Selodang, sudah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,” ujar Ijazi lagi.
Sebagai pemenang utama dua kali untuk kategori cerpen, lelaki kelahiran Rengat (Inhu) 35 tahun lalu itu menjelaskan, dia tidak menyangka bisa terpilih kembali sebagai pemenang utama. Niat awalnya mengikuti lomba di FSSJ ini hanya sekadar meramaikan saja. Menjadi pemenang adalah bonus. Namun, sejauh ini, setiap kali mengikuti sayembara sastra, baik di tingkat lokal maupun nasional, dia berusaha maksimal dalam peroses penulisannya. Mulai dari menyiapkan data-data penting terkait kearifan lokal yang ada di Siak, membaca berbagai literatur sejarahnya, bahkan datang langsung ke beberapa lokasi yang ada di Siak agar tercipta latar tempat dan suasana yang meyakinkan pembaca.
“Hal ini memang tidak mudah. Perlu kesungguhan, ketelitian, dan kesabaran dalam menuliskannya,” jelas peraih Anugerah Sagang lewat buku puisinya, Bahtera, tahun 2015 ini.
***
PADA bagian lain, salah seorang langganan juara FSSJ, M Arif Husein, menjelaskan, FSSJ sangat membanggakan bagi Kabupaten Siak dan Riau. Kegiatan ini harus diapresiasi tinggi oleh masyarakat sastra di Riau. FSSJ ini, menurutnya, merupakan sebuah ikhtiar untuk pelestarian dan kemajuan budaya Riau lewat jalur lomba sastra dan seni di tengah sunyinya sayembara-sayembara atau lomba penulisan sastra di Riau dewasa ini.
Menurutnya, FSSJ ini cukup komplit, di mana munculnya peran dan kesadaran pemerintah melalui Disdikbud Siak dan lembaga-lembaga sastra dan seni yang berada di selingkungan Kabupaten Siak yang mau dan mampu menggerakkan seluruh kalangan penggiat sastra dan seni, dari pelajar hingga umum di Siak --bahkan Riau-- untuk ikut berpartisipasi dalam membangkitkan sastra yang dahulu merupakan kebanggaan Riau.
“Saya kira kehadiran FSSJ ini sangat penting bagi pertumbuhan sastra di Riau. Meskipun ia hadir dari kabupaten/kota, tetapi bagi saya puas rasanya FSSJ ini sadar akan pentingnya menjaga iklim sastra di Siak dan Riau. Bukankah sastrawan Riau banyak sekali yang lahir dari rahim festival sastra kabupaten/kota? Dari FSSJ ini misal salah satunya. Kita sama-sama berharap semoga dengan intensitas FSSJ ini dapat dijadikan roll model lomba sastra untuk daerah-daerah lain di Riau,” kata lelaki yang telah menerbitkan beberapa buku novel ini.
Sejauh ini, kata Arif, FSSJ berjalan dengan baik. Pada tahun 2023 ini kegiatan FSSJ sudah berjalan untuk yang ketigakalinya dan setiap tahunnya semakin berkembang, artinya ada peningkatan-peningkatan. Menurutnya, selama kegiatan itu masih berjalan, belum ada yang perlu diperbaiki. Hanya saja, menurutnya, ada baiknya beberapa dari kegiatannya dapat di upgrade ke level yang lebih tinggi, agar tulisan-tulisan yang muncul juga mendapat uji pentas yang lebih “matang”.
Hal lainnya, mungkin iven FSSJ dapat dibubuhi dengan sesi bedah buku atau diskusi karya yang memuat karya para juara FSSJ dengan melibatkan beberapa kalangan, semisal dewan juri, komunitas-komunitas sastra, peserta lomba, pakar-pakar sastra, dan sebagainya. Dalam artian, lomba FSSJ ini tidak “selesai” di situ-situ saja.
Tentang dirinya yang sering menjadi salah seorang pemenang, Arif mengatakan, menang adalah bonus. Ia bukanlah target yang utama dalam sebuah kompetisi menulis. Melainkan yang terpenting adalah bagaimana menguatkan produktivitas dan keseruan dalam berkarya.
Dalam kaitannya dengan FSSJ, dia memang kerap menang dalam lomba penulisan, namun baginya itu hanyalah kemenangan kecil. Ada yang lebih berharga dari situ, ialah kepercayaan diri dia yang kuat untuk selalu berkarya sembari menjaga iklim kesusastraan di Siak maupun di Riau.
“Saya pun mengakui bahwa saya lahir dari FSSJ dalam bidang kepenulisan, dari yang sebelum-sebelumnya saya hanya hobi berteater, berpuisi, melukis, dan seni-seni lain,” jelas lelaki kelahiran Aek Paminke, Sumatra Utara, yang kini tinggal di Siak Sri Indrapura ini.***
Laporan HARY B KORIUN, Siak