Rupa-Rupa Objek Ikonik Riau di Tangan Sketchers

Seni Budaya | Minggu, 10 April 2022 - 11:54 WIB

Rupa-Rupa Objek Ikonik Riau di Tangan Sketchers
Bens dan Eko menyeket Masjid Jamik di Air Tiris. (ISTIMEWA)

BAGIKAN



BACA JUGA


Sketchers atau perupa sketsa Riau menggelar Nyeket Bersama Aseri dengan objek yang dianggap ikonik, bahkan berstatus Cagar Budaya.  Sebuah upaya pelestarian dan pengabadian situs atau peninggalan masa lalu yang masih terjaga sampai saat ini dengan jalan seni; sketsa.

(RIAUPOS.CO) - Seluruh bagiannya terbuat dari kayu. Bentuknya panggung, tidak terlalu tinggi. Ia berdiri kokoh, indah, tapi tidak ada paku yang menancap di setiap dinding, tiang atau bagian-bagian yang lain.


Inilah Masjid Jamik, salah satu masjid tua dan terkenal di Kecamatan Air Tiris, Kabupaten Kampar itu. Dalam Wikipedia disebutkan, masjid ini dibangun tahun 1901 Masehi atas prakarsa seorang ulama bernama Engku Mudo Songkal. Sebagai panitia pembangunannya  adalah yang disebut  "Ninik Mamak Nan Dua Belas", yaitu para ninik-mamak dari berbagai suku yang ada dalam seluruh kampung. Tahun 1904 masjid ini selesai dibangun dan diresmikan oleh seluruh masyarakat Air Tiris dengan menyembelih 10 ekor kerbau.

Arsitektur masjid ini menunjukkan adanya perpaduan gaya arsitektur Melayu dan Cina, dengan atap berbentuk limas. Pada dinding bangunan, terdapat ornamen ukiran yang mirip dengan ukiran yang terdapat di dalam masjid di Pahang, Malaysia.

Di luar masjid terdapat bak air yang di dalamnya terendam batu besar yang mirip kepala kerbau. Konon, batu tersebut selalu berpindah tempat tanpa ada yang memindahkannya

Keunikan dan keistimewaan masjid inilah yang mampu me­ngundang dan menggerakkan hati skecthers atau perupa sketsa Riau untuk nyeket bersama di sana, 26 Februari lalu. Kegiatan ini mereka beri nama Nyeket Bersama Aseri (Asosiasi Seniman Riau).

Masjid Jamik merupakan objek pertama disketsa, yakni pada 26 Februari. Objek unik lainnya adalah Surau Al-Irhaash, surau tertua di Pekanbaru yang terletak di Kecamatan Senapelan, disketsa pada 6 Maret lalu. Sedangkan Rumah Singgah Tuan Kadi di Kampung Bandar Pekanbaru disketsa pada 14 Maret 2022. Seperti Masjid Jamik, Surau Irhaas dan Rumah Singgah Tuan Kadi juga memiliki nilai sejarah dan telah berstatus Cagar Budaya di Riau.

Nyeket Bersama Aseri ini adalah kegiatan membuat sketsa secara langsung terhadap objek-objek yang dianggap ikonik suatu daerah. Para sketchers nyeket dengan gayanya masing-masing dan mengabadikan situs atau objek ini dalam karya mereka.

Setakat ini sudah tiga kali nyeket bersama ini  digelar dengan peserta perupa yang tergabung di Asosiasi Seniman Riau (Aseri), seperti Ahmad Beni Joniaman (Bens), Eko Fazra, Donny Adam, Furqon Elwe, Yelmi Nanda, dan Ahmad Kurtubi (Kuansing).

Kegiatan yang juga terbuka untuk umum bagi yang mau bergabung ini diharapkan menjadi agenda tetap para perupa bukan hanya di Pekanbaru, tapi juga diikuti perupa di daerah/kabupaten lain di Riau dan bisa dipamerkan bersama-sama nantinya.

"Kami sebenarnya juga mengagendakan nyeket ke objek-objek di daerah, seperti ke Kuansing dan Pelalawan misalnya. Cuma masih tertunda karena mesti menentukan waktu yang pas bagi kawan-kawan skecthers," kata Elwe, koordinator Nyeket Bersama Aseri.

Selain berharap kegiatan nyeket ini bisa menjadi agenda bersama para perupa di Riau, Elwe juga mengakui kegiatan ini asyik untuk dilakukan.

"Bagi saya pribadi, membuat sketsa langsung itu mengasyikkan. Selain "olahraga" jari juga minda. Saya suka menambahkan cerita imajinasi pada objek yang saya sketsa. Tak sekedar menggambar objeknya. Jika nanti sketsa para perupa ini bisa diagendakan jadi pameran bersama, wah pasti seru, tuh," tambah Elwe.

Nyeket bersama Aseri ini dilaksanakan atas dasar suka rela dan swadaya bersama. Saat nyeket ke­luar Pekanbaru seperti ke Kampar, skecthers patungan untuk kepentingan bersama. Misalnya untuk biaya transportasi dan konsumsi.

"Asik-asyik saja. Patungan ya, biasa. Selebihnya suasana ceria karena ada jalan-jalannya juga,’’ tambah Elwe.

Masing-masing skecthers punya alasan dan tanggapan yang berbeda dengan dilaksanakannya kegiatan ini. Bens misalnya, dia menemukan keliaran imajinasi yang teratur saat nyeket.

"Nyeket itu menyenangkan, menduplikasi objek lewat goresan nakal tapi teratur. Ketika peristiwa ini dilakukan bersama tentu ada sensasi yang berbeda. Meski kadang cerita di perjalanannya jadi leratur bih menarik ketimbang nyeketnya,’’ kata Ahmad Beni Joniaman yang akrab disapa Bens pula.

Donny Adam memiliki tanggapan yang berbeda pula. Baginya, ada nilai yang lebih besar di­bandingkan nyeket ini yakni silaturrahmi yang melahirkan semangat berkarya bersama.

"Tantangan live sketch itu beda. Ya, kalau bisa dibilang lebih tidak nyaman. Boleh dibayangkan posisi, situasi, mood,  cuaca. Namun terlepas dari itu, live sketch memberikan rasa kepuasan tersendiri. Kalau boleh jujur, biarlah gambarnya biasa biasa saja, tapi kumpul-kumpulnya itu yang luar biasa,’’ katanya pula.

Kerja nyeket di lapangan adalah kerja secara langsung, memindahkan objek nyata ke dalam kertas. Menurut Eko Fazra, ini kerja yang tak mudah  banyak tantangan karena harus mengasah ketajaman rasa dan keterikatan dengan objek termasuk pemahaman terhadap latar belakang objek. Belum lagi pengalaman yang ditemukan saat berada di lapangan.

"Live sketching itu adalah melihat secara langsung atau on the spot object yang nantinya akan disempurnakan ke dalam karya seni, me­ngasah rasa dan keterikatan dengan objek beserta latar belakang cerita yang terkadang tidak diketahui secara umum atau lebih dalam. Nah, proses interaksi ini yang terkadang mempunyai pengalaman yang tak terduga pada saat on the spot, baik itu menyenangkan dan terkadang menyebalkan. Biasanya, berdasarkan pengalaman, lebih banyak menyenangkan,’’ latanya pula.***


Laporan KUNNI MASROHANTI, Pekanbaru









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook