OLEH RIKI UTOMI

Membaca Perempuan dalam Sunting

Seni Budaya | Minggu, 10 Januari 2016 - 00:25 WIB

BAGIKAN



BACA JUGA


Dari semua itu dapat menjadi pijakan bagi saya bahwa penyair mengolah “geliat” kehidupan perempuan dengan segala aspeknya ke dalam puisi. Realitas perempuan memang menjadi dasar ide bagi kebanyakan penulis perempuan, seperti Yanwi Mudrikah melewati buku puisinya Rahim Embun dan Hanna Fransisca Konde Penyair Han. Keduanya penyair perempuan itu dengan giat “melantunkan” perempuan ke dalam puisi-puisinya. Barangkali juga penyair perempuan Riau yang lain, tentu tetap dengan corak khas masing-masing. Tapi yang agak sedikit kurang sreg saya pada buku ini adalah jenis huruf yang bukan seperti biasanya. Sebagai pembaca, saya cukup “terganggu” dari jenis huruf yang dipakai dalam buku ini karena dalam beberapa huruf hampir memiliki kemiripan oleh bentuk “gaya atau style”-nya. Alangkah bagusnya kalau dibuat dalam jenis huruf biasa, sepeti times new roman, arial, atau book antiqua saja sehingga menjadi “terang” dalam kefokusan bagi pembaca. Meskipun hal ini sepele—bagi saya—cukup memberi pengaruh.

Tapi tetaplah bahwa penyair Kunni Masrohanti telah menancap tonggak kepenyairan perempuan Riau yang diperhitungkan di bumi Melayu ini, selain ia kokoh dalam membawa ruh Melayu itu pada puisi, penyair Kunni juga tunak di teater yang membuat puisi-puisinya tampak berwarna. ***

Riki Utomi, penulis lepas. Penikmat sastra dan linguistik. Buku fiksinya Mata Empat dan Sebuah Wajah di Roti Panggang. Sejumlah karya telah dimuat dalam media massa dan bulletin juga dalam antologi bersama. Terakhir 2015 mendapatkan penghargaan Acarya Sastra dari Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Direktorat Pendidikan dan Kebudayaan DKI Jakarta. Tinggal di Selatpanjang.









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook