Hutan Depok
Pada senja aku pulang seorang
sederet pohon-pohon gadang
tempua menggantungkan sarang.
Dan orang terus lewat, dan orang menahan syahwat
aku lihat kereta itu berhenti lantas lewat
di dalamnya nasib dianyam serupa pandan kering
nasib bermigrasi dari satu stasiun ke stasiun lain
dan orang lewat, dan orang syahwat
ini penghujung bulan
dimana hujan akan curah dan kota tertebas dari gerah
jalan-jalan akan tergenang
kau akan kukenang
Serupa dulu
masih serupa itu
ketika anyelir kembang serupa tunik
dan kerakap belum ingin menjalar
rumah dengan pagar kosong
udara lewat begitu saja tak tersangkut pada apa-apa
sementara lagu itu berseru dari ruang tamu.
Jan ditabang batang baringin
baringin banyak nan sati, sayang
karano pitih kami tak ingin
budi nan baiak mamikek hati*
“Gumarang, Orkes Gumarang...” kuulang gairahmu.
Dan pada senja aku pulang seorang
sederet pohon-pohon gadang
kapas berhamburan sebab retak pada cangkang.
Dan orang terus lewat, dan orang menahan syahwat
kumasuki pintu kereta yang membuka
seperti dulu kumasuki tubuhmu
sebelum jauh ke hutan ini aku menuju.
Jakarta, 2015
*) Petikan lagu “Pamenan Hati”, Orkes Gumarang (1971).