Teratak
untuk Riki Dhamparan Putra
Teratak lapang itu terus membentang
dalam tidur
dalam jagaku
dan aku akan pulang ke hadapan ibu
bersangai dekat tungku kayu
membakar jerami terungguk
dengan kaleng susu isi kerikil mengusir burung-burung
menapak humus dari jatuhan daun kopi
dan menghirup sejadi-jadinya bau tanah ladang.
Aku akan pulang,
sebab pulang adalah ujung jalan para tualang.
Tapi mereka bilang, aku orang usiran
dengan rabu dipenuhi lubang jarumdari angin laut
murtad pada teratak
mencari pandir dalam sebaris sajak
ke pulau-pulau jauh, ke pulau-pulau tidak tersentuh.
Daratan telah melepas
pesisir telah membuang
pada apa lagi musti berpegang?
Teratak lapang itu terus membentang
dalam tidur
dalam jagaku
dan aku akan pulang seperti para tualang pulang
ke hadapan ibu berdada lapang
di mana dendang haru-biru sendiri ia pendam
sendiri ia redam, ia beri garam, ia beri asam.
Meski dengan sajak sebaris
akan kutunggangi gerak gelombang
menghadapi selat menghadapi teluk
menghadapi muara menghadapi samudera
menghadapi segala makhluk tidak berbentuk.
Jakarta, 2015