KOLOM TAUFIK IKRAM JAMIL

Anugerah untuk Sagang

Seni Budaya | Minggu, 01 November 2015 - 15:27 WIB

Lalu, kawan sejak kecil itu menulis bahwa untuk tahun ini, kehadiran Sagang terasa lebih khas. Pasalnya, pada masa sekarang, hampir tak ada yang tidak terhambat. Ekonomi yang macet, politik yang hiruk-pikuk, hukum yang berdentum-dentum, membuat suasana kurang bersahabat untuk merenungkan kemanusiaan. Serbuan asap, bahkan biaya pembangunan yang tercekik oleh berbagai hal, menjadi alasan untuk terpendapnya berbagai aktivitas.“Tapi Sagang, bahkan tahun ini tidak diundur-undur. Begitu diumumkan tanggal penganugerahan, langsung jadi,” tulis Wahab. Dia mengingatkan, tahun lalu, Anugerah Sagang diberikan pada pertengahan November, padahal meski bukan harga mati, sejak awal anugerah itu dikaitkan dengan bulan Oktober yang disebut sebagai bulan bahasa. Sementara bahasa dipandang dari berbagai sudut, tak pelak menjadi mahkota kebudayaan, bahkan selalu dikatakan bahwa keberhasilan sesuatu amat tergantung pada bahasa dengan segala perspektifnya.

“Betul kan? Saatnya sekarang, suatu anugerah diberikan kepada Sagang,” tegas Wahab. Cepat-cepat ia menambahkan kalimat itu dengan untaian kalimat berikutnya, “Tak mungkin pula Sagang yang memberi penghargaan itu, tentulah pihak lain. Siapa atau lembaga apa gitu yang tak ada hubungannya dengan Sagang, termasuk perusahaan-perusahaan inti dalam grup Riau Pos sebagai penyokong utama Sagang.”

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Menurut Wahab, Sagang memang tidak meminta anugerah dari pihak lain untuk aktivitas yang dibuatnya. Di sinilah, kadang-kadang orang lupa, bahwa menghargai suatu pencapaian secara konkret, sebenarnya merupakan makanan jiwa yang dapat menjadi energi. Bagaimanapun, di belakang Sagang, ada begitu banyak jiwa yang juga mengalami proses kejiwaan.

Nilai penghargaan pun bukan pula ukuran, tetapi tidak cukup dengan mengucapkan terima kasih dalam hati atau melalui percakapan maupun tulisan. Semacam perayaan, semacam prosesi, mungkin juga sekedar mengkhususkan waktu dan tempat untuk mengangkat topi kepada Sagang, rasanya dapat dilakukan. “Bagaimana. Apa perlu aku dan kawan-kawan di kampung ini yang melakukan hal itu, apa tak malu kalian nantinya?”

Wahab tidak membalas ketika saya menulis, “Ya, energi. Apalagi baru tahun ini, petinggi Riau diwakili oleh kepala dinas dalam acara Sagang tersebut—bukan langsung dihadiri pejabat nomor satunya.” Ah, salah saya agaknya?***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook