Masih Perlukah Puisi?
Ia masih di tempatnya
dengan pistol di keningku
dua petikan tanpa peluru
degup jantungku
masih perlukah puisi?
Tanyanya berkali-kali
Aku tak pernah tahu
orang-orang terus berlalu
umpama senja sendu
larut ke malam kabut
sedang kata-kata
masih kata-kata
sekadar abjad dan angka
Aku ingin bertanya
bukan lagi pada diriku sendiri
bukan juga terhadap sepi
sebab sepi telah lama pergi
sejak kematian demi kematian
saling timpa saling tindih
berdarah dan merintih
memekakkan telinga dan hati
Pada hujan nan kabut
pada hutan dijemput maut
pada sungai sansai beringsut
pada udara tuba terhirup
pada jiwa letih tunduk
keyakinanku makin gugup
ditekuk rasa takut
di jalan ini
masih perlukah puisi?
Dor,
ruhku seolah pergi
ia tertawa geli
sedang puisi
aku ingin tak peduli
Kuansing 18/8/2015
Reski Kuantan, lahir di Teluk Kuantan, Kuansing, Riau. Menyenangi karya seni dan sastra sejak kecil. Tulisan-tulisannya dipublikasikan di beberapa media cetak dan online. Beberapa puisinya tergabung dalam beberapa antologi puisi, di antaranya Indonesia Berkaca (2011), Sepuluh Kelok di Mouseland (2011), Kondom Bocor Sobek Ujungnya (2011), Epitaf Arau (2012), Bendera Putih untuk Tuhan (2014).