RENGAT (RP) - Setelah Kabupatan Indragiri Hulu dari dua kabupaten di Riau ditetapkan sebagai pelaksana Program Percepatan Pembangunan Permukiman (PPSP) oleh Menteri Dalam Negeri pada tahun 2012 lalu, maka pada tahun 2013 ini, Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu melalui Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi terus berbenah.
Pasalnya, PPSP merupakan salah satu upaya pemerintah untuk memperbaiki kondisi sanitasi di Indonesia dengan mengarusutamakan percepatan pembangunan sektor sanitasi, dalam rangka pencapaian target RPJMN 2010-2014 dan MDGs 2015.
Program ini setidaknya melibatkan 330 kota/kabupaten di 33 provinsi yang termasuk dalam kategori rawan sanitasi, dan dilaksanakan secara terintegrasi dari pusat hingga ke daerah dengan melibatkan seluruh stakeholders dari kalangan pemerintah dan non-pemerintah di seluruh tingkatan.
Program PPSP diarahkan untuk menciptakan lingkungan kondusif yang dapat mendukung terciptanya percepatan pembangunan sanitasi melalui advokasi, perencanaan strategis, dan implementasi yang komprehensif dan terintegrasi.
Sanitasi itu sendiri adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya, dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia.
Bahaya ini mungkin bisa terjadi secara fisik. Mikrobiologi dan agen-agen kimia atau biologis dari penyakit terkait bisa mengenai manusia.
Bahan buangan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan terdiri dari tinja manusia atau binatang, sisa bahan buangan padat, air bahan buangan domestik (cucian, air seni, bahan buangan mandi atau cucian), bahan buangan industri dan bahan buangan pertanian.
Cara pencegahan bersih dapat dilakukan dengan menggunakan solusi teknis (contohnya perawatan cucian dan sisa cairan buangan), teknologi sederhana (contohnya kakus, tangki septik), atau praktik kebersihan pribadi (contohnya membasuh tangan dengan sabun).
Perencanaan
Perencanaan strategis terkait pembangunan sanitasi yang kemudian lebih dikenal dengan Strategi Sanitasi Kota/Kabupaten (SSK), disusun oleh pemerintah daerah secara komprehensif dan multisektor, berskala kota, menggabungkan pendekatan top down dan bottom up serta berdasarkan data aktual/empiris.
Oleh karenanya, SSK diharapkan dapat menjadi cetak biru perencanaan pembangunan sektor sanitasi di kabupaten/kota sehingga pembangunan sektor sanitasi yang berkelanjutan bisa terjamin.
Penyusunan SSK dilakukan melalui 5 pilar kebijakan yaitu, pertama, peningkatan akses prasarana dan sarana air limbah. Kedua, persampahan, dan drainase dengan peningkatan peran masyarakat dan swasta. Ketiga, pengembangan perangkat peraturan perundang-undangan.
Keempat, penguatan kelembagaan dan pengembangan kapasitas personel. Kelima, peningkatan dan pengembangan alternatif sumber pendanaan.
Untuk mewujudkan PPSP di Kabupaten Indragiri Hulu, Sekretaris Daerah Kabupaten Indragiri Hulu Drs HR Erisman MSi yang juga Ketua Pokja PPSP bersam tim Pokja pada Rabu (30/10) menggelar konsultasi publik Buku Putih Santasi (BPS) yang dipusatkan di Kantor Bappeda dan Libang Inhu.
Menurutnya, buku putih sanitasi yang merupakan profil dan gambaran pemetaan karakteristik dan kondisi sanitasi kabupeten saat ini, merupakan dasar yang kuat untuk pembahasan mengenai tahapan, kebutuhan dan prioritas peningkatan sanitasi yang akan dituangkan dalam strategi sanitasi kabupaten.
Pokja sanitasi Kabupaten Indragiri Hulu sebagai pelaksana harian dalam penyusunan buku putih telah berupaya sekuat tenaga mengkaji, menganalisa serta mengadakan pertemuan-pertemuan yang bertujuan untuk menghasilkan dokumen buku putih yang berkualitas.
Menyadari akan keterbatasan pemikiran dan kemampuan yang ada pada pokja sanitasi Kabupaten Indragiri Hulu, maka dalam acara konsultasi publik ini kami berharap dukungan semua pihak termasuk media massa untuk memberikan saran, kritikan dan saran yang membangun untuk kesempurnaan dokumen buku putih ini.
Masalah mendesak di bidang sanitasi pada sub sektor drainase, air limbah, persampahan dan perilaku hidup bersih dan sehat perlu mendapat perhatian kita bersama.
Program dan kegiatan harus dirumuskan dengan sebaik-baiknya agar tepat sasaran. ‘’Kita berharap ke depan kondisi sanitasi di Kabupaten Indragiri Hulu menjadi lebih baik dari sekarang,’’ harapnya.
Perlu Penanganan Serius
Dari penelitian yang dilakukan oleh tim PPSP diketahui sebanyak 73 desa di Kabupaten Indragiri Hulu perlu penanganan serius bidang sanitasi.
Hal tersebut terungkap saat acara Konsultasi Publik BPS Kabupaten Indragiri Hulu, Rabu (30/10) kemarin di ruang aula Bappeda dan Litbang Kabupaten Indragiri.
Konsultasi Publik BPS tersebut merupakan salah rangkaian penting dalam keikutsertaan Inhu untuk program PPSP yang digagas oleh pemerintah pusat.
Untuk tahun 2013 ini program PPSP baru berjalan di 2 kabupaten di Provinsi Riau. Salah satunya adalah Kabupaten Indragiri Hulu.
Indragiri Hulu sendiri telah membentuk Pokja Sanitasi dalam upayanya mensukseskan Program PPSP di wilayahnya.
Pokja Sanitasi merupakan lembaga koordinasi yang bersifat sementara (ad hoc) yang akan membantu lembaga-lambaga struktural pemerintah atau lembaga non-pemerintah meningkatkan pembangunan sanitasi di kabupaten/kota.
Pokja Sanitasi Kabupaten Indragiri Hulu dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Bupati Indragiri Hulu Nomor 99 Tahun 2013 tanggal 18 Maret 2013. Salah satu tugasnya adalah menyusun Buku Putih Sanitasi (BPS) dan Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK).
Buku putih sanitasi Kabupaten Indragiri Hulu merupakan gambaran eksisting dari kondisi sanitasi di Kabupaten Inhu dilihat dari komponen air limbah, persampahan, drainase serta promosi higiene dan sanitasi.
Buku putih sanitasi tidak hanya menggambarkan sanitasi dari aspek teknik tapi juga aspek non teknis seperti tingkat peran serta masyarakat serta perilaku hiegene masyarakat.
Penyusunan buku putih merupakan perpaduan data sekunder dan data primer yang terdapat di kabupaten. Pokja melakukan beberapa studi dan kajian untuk mendapatkan data primer. Kegiatan ini mencakup: studi EHRA (Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan skala rumah tangga), survei penyedia layanan sanitasi, konsolidasi data kelembagaan dan kebijakan, pemetaan profil keuangan dan perekonomian daerah, studi komunikasi dan pemetaan media serta kajian pemberdayaan masyarakat, gender, dan kemiskinan (PMJK) serta promosi higiene dan sanitasi.
Penanganan Air Limbah
Belum adanya anggaran untuk komponen air limbah domestik pada setiap tahunnya memperlihatkan pembangunan di bidang air limbah domestik masih kurang diperhatikan di Inhu.
Hal ini terlihat dari hasil kajian keuangan selama 5 tahun terakhir didapat bahwa pendaanan APBD terkait sanitasi masih di dominasi oleh komponen drainase, sedangkan untuk komponen air limbah baru tersedia pada tahun 2010 dan 2012.
Peraturan tentang penatalaksanaan/pengelolaan air limbah domestik hingga saat ini belum ada. Akibatnya pengelolaan air limbah domestik di Kabupaten Indragiri Hulu menjadi terkesampingkan.
Padahal risiko pencemaran air akibat air limbah domestik cukup besar seiring dengan pertambahan jumlah penduduk.
Kabupaten Indragiri Hulu belum memiliki sarana pengolahan air limbah berupa IPLT/IPAL serta belum memiliki truk tinja, infrastruktur air limbah baru terbatas pada pembangunan MCK komunal dan pembangunan MCK ++ pada tahun 2012 di 4 lokasi.
Ketiadaan sarana ini berpengaruh terhadap tangki septik masyarakat, di mana pencemaran akibat tangki septik yang tidak pernah dikuras lebih dari 90 persen.
Dari hasil studi EHRA diketahui juga bahwa masyarakat yang telah memiliki jamban sebesar 70,3 persen. Namun yang baru sekitar 35,1 persen masyarakat yang menggunakan tangki septik.
Belum tersedianya sarana pengolahan air limbah di kabupaten, belum tersedianya UPT khusus untuk menangani masalah air limbah, penganggaran untuk sektor air limbah di APBD yang belum diprioritaskan, perangkat peraturan yang diperlukan dalam pengolahan air limbah permukiman, belum tersedianya serta masih rendahnya sosialisasi tentang pengelolaan air limbah kepada masyarakat menjadi permasalahan mendesak yang harus segera ditangani oleh pemerintah kabupaten di komponen air limbah.
Pengelolaan Persampahan
Pada komponen persampahan, wilayah cakupan pelayanan persampahan baru 4,8 persen, yaitu daerah Rengat dan Pematang Reba. Berdasarkan hasil studi EHRA, pengelolaan sampah rumah tangga pada umumnya masih dengan dibakar (88,8 persen) sedangkan dibuang ke TPS baru sebesar 2,9 persen.
Praktik pemilahan sampah antara sampah organik dan non-organik baru 11,6 persen.
Rendahnya pemilahan sampah skala rumah tangga dapat disebabkan oleh masih rendahnya kesadaran dan pengetahuan tentang pengolahan sampah yang baik dan benar.
Hal ini masih belum selaras dengan kebijakan pengelolaan sampah nasional yaitu pengurangan sampah semaksimal mungkin dimulai dari sumbernya yaitu dengan praktek 3R.
Dari hal di atas, beberapa permasalahan mendesak di komponen persampahan yang menjadi hal yang perlu segera untuk ditangani oleh Pemkab Inhu adalah belum tersedianya instansi/UPT khusus untuk pengelolaan persampahan, sarana dan prasarana yang masih minim, masih rendahnya pengelolaan sampah pada skala rumah tangga serta tingkat pelayanan sampah yang masih rendah dan masih rendahnya sosialisasi dan penyuluhan tentang pengolahan sampah yang baik kepada masyarakat.
Pengelolaan Drainase
Pengelolaan drainase lingkungan di Kabupaten Indragiri Hulu saat ini sebagian besar masih belum berpola atau terstruktur dengan baik (saluran primer, sekunder, dan tersier).
Pembangunan saluran drainase di Kabupaten Indragiri Hulu masih terpusat pada daerah perkotaan, jalan utama dan beberapa di daerah permukiman saja.
Saluran drainase di wilayah permukiman atau di tepi jalan yang merupakan saluran tersier dan saluran sekunder dialirkan menuju sungai kecil yang akan bermuara ke saluran primer yaitu Sungai Indragiri. Namun masih banyak terdapat saluran drainase yang terputus atau tidak dialirkan.
Di beberapa wilayah permukiman atau wilayah perdagangan masih ada yang belum memiliki saluran drainase. Hal tersebut mengakibatkan permasalahan genangan air dan menurunnya kualitas lingkungan.
Dengan kata lain, pengelolaan drainase di Kabupaten Indragiri Hulu sebagian besar dilakukan masih bersifat parsial/belum terintegrasi sehingga belum menyelesaikan permasalahan banjir dan genangan secara tuntas.
Dari segi kelembagaan dan peraturan, sampai saat ini peraturan/kebijakan mengenai pengelolaan drainase lingkungan di Kabupaten Indragiri Hulu belum ada ditetapkan. Hal ini menjadi salah satu faktor penghambat pengelolaan drainase lingkungan di Kabupaten Indragiri Hulu.
Sedangkan berdasarkan hasil studi EHRA 2013, rumah tangga yang mengalami banjir rutin sepanjang tahun sebesar 36.5 persen.
Permasalahan mendesak di bidang sanitasi antara lain pembangunan drainase yang belum mengacu kepada perencanaan induk (master plan).
Pengelolaan drainase masih berorientasi pada pembangunan fisik sehingga untuk pemeliharaan dan operasional belum ada. Kurangnya kesadaran masyarakat dalam memelihara saluran drainase serta belum adanya data dan survei tentang area genangan dan drainase terbangun (ukuran dan kondisi sarana).
Aspek Non Teknis
Aspek non teknis pada pembangunan sanitasi di kabupaten adalah berkaitan dengan promosi dan perilaku higiene dan sanitasi.
Berdasarkan studi EHRA diketahui kebiasaan cuci tangan pakai sabun (CTPS) di lima waktu penting pada masyarakat masih 24,9 persen dan kebiasaan buang air besar sembarangan (BABS) masih 51,6 persen. Dari hasil studi media penyuluhan untuk air limbah dan jamban keluarga masih kecil sekali diterima masyarakat (6 persen).
Sedangkan terkait Informasi tentang sanitasi di masyarakat paling banyak bersumber dari petugas puskesmas (43 persen). Sedangkan penyebaran informasi berupa leaflet, brosur ataupun spanduk belum terlalu banyak diterima oleh masyarakat.
Penilaian sanitasi dilakukan terhadap 194 desa di Kabupaten Indragiri Hulu. Menentukan penilaian pada desa-desa tersebut bukanlah perkara mudah, diperlukan 4 tahap, mulai pelaksanaan Studi EHRA (penilaian risiko kesehatan lingkungan skala rumah tangga), kajian data sekunder terkait sanitasi, persepsi SKPD, dan verifikasi lapangan melalui kecamatan masing-masing.
Dari empat tahap yang dilakukan ini, akhirnya disimpulkan bahwa 73 desa di Indragiri Hulu perlu perhatian serius terkait sanitasi yang terbagi atas 58 Desa memiliki risiko sanitasi sangat tinggi dan 15 desa beresiko tinggi. Sedangkan selebihnya merupakan berisiko sedang dan rendah.
‘’Dalam konsultasi publik BPS tersebut beberapa masukan diterima oleh Pokja Sanitasi Indragiri Hulu. Kemudian dengan adanya masukan ini diharapkan BPS Kabupaten Indragiri Hulu bisa menjadi acuan untuk menyusun dokumen strategi sanitasi kabupaten (SSK), sekaligus menjadi potret nyata tentang kondisi riil sanitasi di Kabupaten Indragiri Hulu,’’ ujar Kepala Bidang Perencanaan PPSP Nana Trisna Anomsari.(adv/a)