Pengusaha Resah Isu BBM

Riau | Sabtu, 31 Maret 2012 - 09:18 WIB

Pengusaha Resah Isu BBM
TERTAHAN: Para demonstran dari berbagai unsur tertahan di pintu pagar DPRD Riau saat berdemo menolak kenaikan BBM, Jumat (30/3/2012) di Pekanbaru.foto: widiarso/rpg

Laporan MARIO KISAZ dan DESRIANDI CHANDRA, Pekanbaru redaksi@riaupos.co

Para pengusaha termasuk yang resah dengan isu kenaikan bahan bakar minyak (BBM) yang menyita energi.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Ketua Asiosasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Provinsi Riau, Halfried Sitompul menilai, akan ada rentetan lainnya pasca kenaikan BBM yang akan berkaitan dengan dunia usaha, seperti ongkos produksi yang naik dan PHK massal.

Saat ini, kata Halfried Sitompul, Apindo sedang mengulas dua informasi penting yang sedang hangat. Selain isu kenaikan BBM, pihaknya juga membahas persepsi putusan-putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materil UU no 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Menurutnya, masalah keamanan dan kepastian hukum tentang kenaikan BBM harus menemukan titik terang, karena satu bulan terakhir masyarakat dan pekerja dalam situasi yang kurang nyaman.

‘’Rencana kenaikan BBM banyak menyita energi. Kebijakan BBM ini sebenarnya dunia usaha bukan masalah setuju atau tidak setuju. Tetapi kita punya pilihan atau tidak. Ini yang harus dilihat secara benar,’’ tutur Halfried, Jumat (30/3) di Hotel Labersa.

Menurutnya, jika subsidi atau kuota yang diperketat, BBM tetap akan naik. Tetapi yang dikhawatirkan produksi yang terganggu. Ini dapat menyebabkan tenaga kerja berkurang, karena PHK yang meningkat. ‘’tentunya kami berfikir pemerintah sudah mempertimbangkan dengan matang untuk rencana kenaikan tersebut,’’ sebut Halfried.

Sementara itu, Wakil Gubernur Riau HR Mambang Mit menilai rencana kenaikan BBM sama sekali tidak ada hubungan dengan kebijakan politik. ‘’Seperti arahan Presiden RI, kenaikan BBM hanya semata untuk mengamankan ekonomi kita,’’ sebut Wagub.

Dia menilai aksi demonstrasi tentang penolakan BBM pada dasarnya boleh-boleh saja. ‘’Demo itu boleh, asal jangan anarkis, karena merugikan kita semua. Karena kondusifitas iklim usaha harus tetap dipertahanakan,’’ imbuh Mambang.

Dia menilai, putusan MK tentang outsourching itu tentunya sudah dipertimbangkan secara matang. ‘’Ini untuk kepentingan bersama. Kita ingin putusan ini jika diimplementasikan dapat berjalan optimal,’’ tuturnya.

Inti putusan MK tentang hubungan kerja dalam sistem outsourching berbunyi, apabila pekerjaan yang diserahkan oleh perusahaan pemberi pekerjaan kepada perusahaan penerima pekerjaan merupakan pekerjaan yang dapat di-outsourching-kan.

Maka hubungan kerja antara perusahaan penerima pekerjaan dan pekerja/buruhnya dapat berdasarkan PKWTT atau PKWT.

Selain itu, adanya kelangsungan kerja. Bila hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pekerjaan berdasarkan PKWT, maka perjanjian kerjanya harus membuat syarat adanya jaminan kelangsungan kerja bagi pekerja/buruh tersebut.

Outsourching

Sementara itu, Myra M Hanartani SH MA dari DPN Apindo mengatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah mengeluarkan keputusan nomor 27/PUU-IX/2011 mengenai pengujian pasal 59, 65, 66 UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Kesimpulan MK terhadap pengujian pasal-pasal tersebut, pada intinya mengatur tentang hubungan kerja dalam sistem outsourcing dan adanya kelangsungan kerja.

Hal ini disampaikan Myra dalam sosialisasi pelaksanaan outsourcing pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang ditaja DPP (Dewan Pimpinan Provinsi) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Riau.

Menurut Myra, outsourcing mengatur, apabila pekerjaan yang diserahkan perusahaan pemberi pekerjaan pada perusahaan penerima pekerjaan merupakan pekerjaan yang dapat di-outsourcingkan, maka hubungan kerja antara perusahaan penerima pekerjaan dan pekerja dapat didasarkan Perjanjian Kerjasama Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) atau Perjanjian Kerjasama Waktu Tertentu (PKWT).

Sementara menyangkut adanya kelangsungan kerja, diatur bila hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan penerima pekerjaan berdasarkan PKWT, maka perjanjian kerjanya harus memuat syarat adanya jaminan kelangsungan kerja bagi pekerja/buruh.

Jaminan kelangsungan kerja tersebut berupa pengalihan pekerja/buruh pada perusahaan penerima pekerjaan yang baru, apabila perusahaan penerima pekerjaan sebelumnya tersebut tidak memperoleh pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan.

Ditambahkannya, masa kerja yang dianggap ada diperhitungkan sebagai acuan untuk menentukan upah dan hak-hak lainnya di perusahaan outsourching yang bersangkutan, termasuk ketika terjadi pengalihan pada perusahaan penerima pekerjaan yang lain.(muh)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook