Hasan Junus Wafat

Riau | Sabtu, 31 Maret 2012 - 08:58 WIB

Hasan Junus Wafat
Hasan Junus

PEKANBARU (RP)-Dunia Sastra Riau berduka. Hasan Junus, pria yang pernah dijuluki ‘’Paus Sastra Indonesia” meninggal dunia Jumat (30/3) pukul 23.55 WIB di kediamannya Perumahan Beringin Indah, Pekanbaru.

Kabar meninggalnya penulis kolom ‘’Rampai’’ di Harian Riau Pos ini disampaikan oleh Ketua Dewan Kesenian Riau (DKR) Kazzaini Ks kepada Riau Pos malam tadi.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

‘’Almarhum meninggal di rumah setelah dirawat dua pekan terakhir. Sebelumnya beberap bulan terakhir almarhum beberapa kali keluar-masuk rumah sakit akibat penyakit komplikasi yang diderita,’’ ujar Kazzaini.

Meninggalnya sastrawan yang sering dipanggil HJ ini, menurut Kazzaini, merupakan kehilangan besat bagi dunia kesusasteraan Riau. ‘’Atas nama seniman Riau saya mengungkapkan belasungkawa yang sedalam-dalamnya. Riau kehilangan besar kehilangan tokoh besar dan penulis yang sangat kratif,’’ ujar Kazzaini.

Hal senada juga diungkapkan budayawan Riau, Yusmar Yusuf. Menurutnya, Riau dan Kepulauan Riau mengalami sebuah kehilangan besar. Mungkin 50 tahun kemudian akan terjawab kehilangan itu.

‘’Dia adalah samudera pengetahuan bagi Melayu. Dalam diri HJ bertemu segala sayap Bumi: ya Barat tak Timur. Semua berjalin menjadi satu jahitan mengukuhkan identitas Melayu,’’ ujar Yusmar.

Yusmar menambahkan, HJ mewarisi segala khazanah kebudayaan dunia: Timur setimur-timurnya, Barat sebarat-baratnya, dengan tidak meninggalkan setitik pun sumber mata air Melayu itu.

Pengetahuannya ke atas bahasa Timur dan Barat, dia laksana telaga teduh namun menghanyutkan bagi orang yang gairah ilmu dan kedalaman kebijaksanaan filosofia.

‘’Tulisannya dalam dan menukik, memikul tradisi profetik tinggi dan menyajikan hermeneutika menjulang dan lemak untuk disantap,’’ ujarnya.

Almarhum yang menguasai beberapa bahasa asing ini juga penerima Anugerah Sagang 1999 sebagai Seniman Pilihan Sagang. Selain itu bukunya yang berjudul Raja Ali Haji Budayawan di Gerbang Abad XX terpilih sebagai Buku Pilihan Sagang 1996. Dia juga menjadi Seniman Perdana DKR.

Hasan Junus lahir pada 12 Januari 1941 di Pulau Penyengat Tanjungpinang. Tahun 1960 dia meneruskan pendidikannya di Universitas Padjajaran Bandung pada Jurusan Sejarah (kemudian jurusan ini diintegrasikan menjadi Jurusan Antropologi).

Pada masa-masa itu ia juga menyempatkan diri sebagai mahasiswa Institute For Foreign Languages atau Akademi Ahli Bahasa Asing Bandung dan pada beberapa lembaga pendidikan bahasa asing.

Namun, seperti yang ditulis pada kulit buku Raja Ali Haji Budayawan di Gerbang XX, tak satupun yang dirampungkan sampai ke ujung.

Tahun 1970 ia menetap di Tanjungpinang. Ikut terlibat dalam beberapa media terbitan lokal dan rajin menulis untuk beberapa media terbitan lokal dan media terbitan Jakarta.

Antara lain esai dan artikel kebudayaannya mengisi lembaran ‘’Khatulistiwa’’ Media Indonesia Raya dan Ruang Kebudayaan surat kabar Suara Karya. Media lain tempatnya menulis adalah Horison, Haluan, media-media Riau Pos Group, dan Genta. Di samping itu tulisan kreatifnya juga pernah dimuat antara lain di Femina, dan Matra.

Hingga akhir hayatnya masih tunak menerjemahkan ekspresi di Majalah Budaya Sagang sebagai Pemimpin Redaksi dan sedang mempersiapkan sebuah novel Kamus Rahasia.

Seniman satu ini juga sering mengisi ceramah  sastra dan budaya sebagai pembicara. Pendeta sastra, begitu gelar barunya saat ini.

Selain itu juga menjadi tenaga pengajar luar biasa pada FKIP Universitas Islam Riau sampai 1986, mengajar sastra bandingan dan bahasa Naskah Melayu pada Fakultas Sastra Lancang Kuning Pekanbaru sampai 1998.

Bersama Sutardji Calzoum Bachri menjadi penasehat Majalah Sastra Menyimak yang diterbitkan Yayasan Membaca dari Oktober 1992 sampai Oktober 1994.

Di samping menulis karya asli juga menerjemahkan karya sastra asing. Duduk di Komite Sastra Dewan Kesenian Riau periode pertama. Bersama Elmustian Rakhman dan Al azhar (lalu Hoesnizar Hood) menerbitkan berkala sastra Suara mulai Agustus 1998 dan Pemimpin Redaksi majalah budaya Sagang.

Karya-karyanya; Jelaga (1979, karya bersama Iskandar Leo dan Eddy Mawuntu), salah satu bagian dalam Antropologi of Asean Literature-Oral Literature of Indonesia (1983); Raja Ali Haji-Budayawan di Gerbang Abad XX (1988, Peraih Anugerah Sagang 1996), Burung Tiung Seri Gading (1992; novelet digubah dari naskah sandiwara karyanya sendiri; sebagai naskah sandiwara merupakan cerita yang telah tujuh kali dipentaskan di Riau sekali di Jakarta dan sekali di Padang); Peta Sastra Daerah Riau (1993; bersama Edi Ruslan Pe Amanriza); Tiada Mimpi Lagi (1998); Sekuntum Mawar untuk Emily dan Lima Belas Cerita lainnya (1998);

Cakap-cakap Rampai-rampai dan Pada Masa Ini Sukar Dicari (1998); Dari Saudagar Bodoh dan Fakir yang Pintar Menuju yang Mendunia (1999). Salah satu cerpen disertakan dalam antropologi pemenang dan unggulan sayembara Kincir Emas Paradoks Kilas Balik.

Cerpen ‘’Pengantin Boneka’’; diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Jeanette Linagrd dan diterjemahkan dalam Diverse Lives-con-temporary Stories from Indinesia (Oxford Universitas Press,1995). Mencari Junjungan Buih Karya Sastra di Riau dan Furuk al-Makmur (PPBKM Unri), Pekanbaru, 1996).

Lapasita dari Universitas Riau Pekanbaru 1994 telah membuat Khitan-Khatam-Kaji tingkat pertama (skripsi) atas naskah sandiwara Burung Tiung Seri Gading dengan judul “Aspek Alur dan Perwatakan dalam Teks Drama Burung Tiung Sri Gading Karya Hasan Junus”.

Juga ada seorang mahasiswi dari FKIP UIR yang membuat skripsi berdasasrkan karya ini. Kajian atas novelet Burung Tiung Seri Gading dilakukan oleh Renu Lubis dari Universitas Leiden Mei 1996.

Karya-karya yang lainnya terdiri dari Furu’al-Makmur (Artefak, PPBKM Unri, 1996). Karya-karyanya dalam bentuk cerbung Pelangi Pagi (1992), Pohon Pengantin, dan Cermin Nyiyin Almayer (dalam Riau Pos sebagai penceritaan kembali karya Joseph Conrad Almayer s folly), Murai Malam (novelet yang bergaya liar terbit sebagai cerita bersambung di Riau Pos).

Menulis esei sastra dan budaya pada lembar seni dan budaya Sagang (Riau Pos) dengan Rubrik Tetap ‘’Cakap-cakap Rampai-rampai’’. Setelah lembar seni dan budaya Sagang diganti dengan Selesa pada setiap Minggu, ia menulis esei sastra dalam rubrik ‘’Rampai’’.(fia)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook