Diduga Pemilik Sawmill Satu Cukong

Riau | Selasa, 31 Januari 2012 - 10:29 WIB

Diduga Pemilik Sawmill Satu Cukong
Kayu-kayu gelondongan yang berhasil diamankan jajaran Polres Bengkalis di hutan Pulau Padang disita untuk barang bukti, Sabtu (28/1/2012). (Foto: AHMAD YULIAR/RIAU POS)

PULAU PADANG (RP)- Jajaran Polres Bengkalis hingga kini masih terus berupaya mengeluarkan seluruh tual kayu hasil illegal logging yang berhasil diungkap di dua titik di Desa Pulau Padang. Diperkirakan proses evakuasi dan mengamankan barang bukti tuntas Rabu (1/2).

Berdasarkan jalur pengungkapan sejak dari Desa Ketam Putih, Kecamatan Bengkalis, hingga berlanjut ke dua titik di Desa Tanjung Padang, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti diduga berasal dari cukog yang sama. Dua titik pengungkapan pembalakan di Tanjung Padang itu yakni, Sei Mata dan Sei Dakal.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Seperti disampaikan Kepolres Bengkalis, AKBP, Toni Ariadi SIK SH MH, melalui Kasat Reskrim, AKP Arif Fajar SIK, jika ditotal keseluruhan tual kayu di tua titik itu mencapai seribuan tual.

Karena total tual kayu yang berada di di Sei Matta lebih kurang sama dengan di Sungai Dakal yang mencapai 500 tual lebih.

‘’Saat ini kami masih di dalam hutan untuk proses evakuasi kayu hasil illegal logging ini. Diperkirakan untuk mengeluarkan seluruh kayu selesai besok lusa (besok),’’ ungkap AKP Arif.

Lebih lanjut dikatakannya, terkait siapa yang bertanggung jawab atas kasus illegal logging di Pulau Padang, pihaknya masih fokus untuk mengeluarkan seluruh kayu. Setelah dikeluarkan, baru diusut siapa pemilik kayu tersebut.

‘’Hingga saat ini belum ada tersangka dan kita belum melakukan proses pencarian. Namun setelah melakukan evakuasi seluruh kayu ini baru kita kejar tersangka yang bertanggung jawab atas pembalakan liar ini,’’ kata Kasat Reskrim.

Ia yakin, cukong atau pemilik kayu tersebut satu orang dapat dapat terungkap segera.

‘’Saya yakin pemodalnya satu orang dari rentetan pembalakan hingga sawmill yang berada di Ketam Putih. Setelah kita selesai evakuasi, kita akan segera memburu tersangkanya,’’ ujarnya.

Dalam proses evakasi yang dilakukan pihak Polres Bengkalis, agar lebih maksimal, jajaran Polres terpaksa harus membuat kamp di dalam hutan. ‘’Ya terpaksa kita harus nge-kamp di dalam hutan dan perkampungan. Supaya proses evakuasi berjalan lancar dan maksimal,’’ sebutnya.

Selain memburu tersangka, setelah proses evakuasi, pihak jajaran Polres Bengkalis juga akan melakukan koordinasi dengan Kepala Desa Tanjung Padang. Termasuk dalam memburu tersangka. Informasi dari masyarakat dan aparatur desa sangat berharga dalam pengungkapan kasus tersebut.

‘’Yang pasti, kita akan selesaikan kasus ini terlebih dahulu. Setelah itu, akan bergerak mencari titik-titik pembalakan di Pulau Padang ini lagi. Sampai seluruh kasus illegal logging yang berada di Pulau Padang berhasil diungkap keseluruhannya,’’ papar Arif Fajar optimis.

Serahkan ke Pihak Berwajib

Bupati Kepulauan Meranti yang dimintai tanggapannya terkait berhasilnya jajaran Polres Bengkalis mengungkap kasus illegal logging di Pulau Padang, memberikan apresiasi dan menyerahkan persoalan itu sepenuhnya kepada pihak berwajib.

Ia menilai dalam persoalan di Pulau Padang, harus ada pemisahan antara kasus illegal logging dengan penolakan terhadap HTI.

‘’Kita harus pisahkan hal ini. Biarlah pihak kepolisian melakukan tugasnya dalam mengungkap illegal logging yang berhasil mereka ungkap di sana (Pulau Padang). Dengan pengungkapan itu berarti yang disebutkan pak Wan Abu Bakar selama ini terbukti,’’ kata Irwan menjawab sejumlah wartawan.

Tangkap Pemilik Sawmill

Di bagian lain, pihak kepolisian diminta menindak tegas dan menangkap pemilik sawmill serta ratusan tual kayu di kawasan hutan Pulau Padang, Kecamatan Merbau, Kabupaten Kepulauan Meranti, yang ditemukan tim Polres Bengkalis ketika menyisir kawasan di sekitar areal Hutan Tanaman Industri (HTI) PT RAPP dalam empat hari terakhir.

‘’Harus ditindak tegas dan diungkap siapa saja pemilik kayu yang ilegal tersebut, begitu juga cukongnya,’’ ujar Ketua Bidang HTI Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Nana Suparna dalam diskusi terbatas Forwahut dengan tema ‘’Ketidakpastian Kawasan Hutan Berdampak pada Perambahan Liar dan Maraknya Praktik Kekerasan yang Merusak Iklim Investasi’’ di Hotel Atlet Century Park Jakarta, Senin (30/1).

‘’Informasi yang saya dapat, sudah sangat jelas sekali bagaimana kerusakan hutan di sana (Pulau Padang, red), akibat dari perambahan hutan secara ilegal. Kegiatan ini bukan dilakukan baru-baru ini saja, tapi sudah berlangsung cukup lama,’’ terang Nana.

Sementara itu, Sekjen Kemenhut, Hadi Daryanto mengatakan, pihaknya sudah mendapat laporan tentang kegiatan liar di kawasan hutan Pulau Padang yang seharusnya dijaga dan dilestarikan itu.  

Bahkan kata Hadi, Menhut sudah menugaskan Dirjen PHKA, Kemenhut Darori turun langsung untuk menangani persoalan itu agar tidak ada lagi kegiatan yang merusak kawasan hutan. ‘’Kita tentu  mendorong penegak hukum menindak tegas siapapun pemilik dan yang terlibat di dalamnya,’’ tegas Hadi.

Hadi juga menjelaskan, perusakan hutan Pulau Padang sudah terjadi beberapa tahun lalu saat pemerintah gencar-gencarnya memberantas praktek illegal logging. Namun kemudian bisa dihentikan dan diberatas.

‘’Tapi ternyata diam-diam mereka pelaku illegal logging ini kembali beraksi lagi di sana,’’ tambahnya.

Tim Mediasi Serahkan Hasil

Sementara itu Tim Mediasi Penyelesaian Tuntutan Masyarakat Pulau Padang terkait penolakan izin Hutan Tanaman Industri (HTI) PT RAPP, Selasa (31/1) hari ini direncanakan menyerahkan hasil kerjanya ke Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan.

‘’Besok (hari ini, red) Menhut akan menerima laporan hasil kerja Tim Mediasi di lapangan soal penyelesaian Pulau Padang,’’ujar Sekjen Kemenhut, Hadi Daryanto usai menjadi pembicara Diskusi Forwahut di Hotel Atlet Century Park, Senin (30/1).

Meskipun tim yang dipimpin Andiko (Presidium Dewan Kehutanan Nasional-Ketua Perkumpulan Huma/LSM) telah selesai melaksanakan tugasnya itu, namun seluruh kegiatan pemanfaatan hutan perusahaan di pulau terluar tersebut tetap dihentikan sementara.

‘’Kegiatan perusahaan di Pulau Padang tetap dihentikan, walaupun tim mediasi sudah melaporkan hasil kerjanya di lapangan,’’ terang Hadi.

Hanya saja kata dia, pemerintah dalam hal ini Kemenhut ingin persoalan di Pulau Padang ini selesai tanpa ada lagi penolakan dari masyarakat setempat terhadap kehadiran perusahaan.

‘’Nanti kita lihat hasil mediasinya, terutama soal tiga desa yang menyatakan menolak. Kenapa mereka menolak, apakah karena soal tapal batas atau mereka punya lahan di kawasan HTI RAPP. Kita akan carikan solusi terbaiknya,’’ ungkap Hadi seraya mengatakan bahwa pemerintah tentu saja selalu mengedepankan rakyat untuk mengembangkan ekonomi daerah.

Ia menegaskan bahwa tim mediasi yang dibentuk Menhut itu bekerja secara independen tanpa ada tekanan dan intervensi dari pihak manapun. ‘’Penghentian kegiatan RAPP sementara di Pulau Padang juga karena adanya tim mediasi ini. Hal ini untuk menghindari hal-hal yang tidak kita inginkan, misalnya tim dikondisikan dan difasilitasi pihak perusahaan di lapangan,’’ jelasnya.

‘’Masalahnya pemerintah kurang tegas mengatasi berbagai kasus berkepanjangan konflik lahan di beberapa daerah temasuk di Pulau Padang,’’ ucap Ketua Bidang HTI Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Nana Suparna.

Kejadian di Pulau Padang kata dia, bisa memberikan preseden buruk dalam investasi sektor kehutanan. Padahal, potensi investasi di sektor ini terutama pada hutan tanaman industri (HTI) di sana sangat besar.

‘’HTI jadi pasokan bahan baku utama keberlangsungan industri pulp dan kertas nasional yang bisa jadi pemimpin pasar dunia dalam hitungan tahun,’’ kata Nana.

Ia mencatat tren perkembangan bisnis produk kayu RI turun beberapa tahun terakhir kecuali produk pulp dan kertas. ‘’Tren furniture dan plywood atau kayu lapis turun, kita dihantam Malaysia dan Cina kecuali pulp dan kertas mengalami peningkatan yang kecil,’’ ungkapnya.

Sementara itu, Dhiana Anwar, anggota Komisi IX DPR menyatakan, ke depan pemerintah harus menelaah lebih mendalam lagi ketika memberikan izin HTI kepada perusahaan. Misalnya tapal batas kawasan yang diberikan izin dengan lahan milik masyarakat.

‘’Semuanya harus clear dulu. Bukan saja terhadap dampak lingkungannya dan syarat-syata lainnya, tapi juga harus diterima sepenuhnya masyarakat setempat, tanpa ada persoalan yang kemudian muncul konflik di kemduian,’’ pinta Diana

Diana yang juga anggota Serikat Perkayuan dan Perhutanan Indonesia (SPSI) itu yakin jika ini dilakukan, tidak akan lagi muncul konflik antara perusahaan dan masyarakat.

‘’Saya yakin dengan cara ini bisa mengantisipsi permasalahan yang kerap muncul di kemudian hari,’’ pungkasnya. (amy/yud/ila)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook