JAKARTA (RP) -Wartawan Riau Pos, Didik Herwanto berhasil meraih penghargaan tingkat nasional, Udin Award 2013 yang diigelar Aliansi Jurnalistik Independen (AJI), Kamis (29/8) di Gedung Usmar Ismail, Jakarta Selatan.
Sementara dua wartawan lainnya yang juga meraih penghargaan yang sama, Fahri Robianto (RTv) dan Rian FB Angoro
(Jurnalis Antara Riau).
Pemberian penganugerahan ini masih dalam rangkaian HUT ke-19 AJI Indonesia. Ini merupakan penghargaan tertinggi bagi kalangan jurnalistik dalam mendedikasikan profesinya.
Anugerah ini diserahkan Sekjen AJI, Suwarjono. ‘’Pertimbanganya adalah keteguhan ketiganya memperjuangkan haknya saat mendapat perlakuan keras ketika meliput jatuhnya pesawat Hawk di Riau 16 Oktober 2012 lalu,’’ kata Haris Azhar, Direktur Eksekutif Kontras.
Haris mengatakan, peristiwa yang mendapat sorotan jurnalis di dalam dan luar negeri itu membuat pelaku yang merupakan seorang perwira TNI, Letkol Robert Simanjuntak dibawa ke Mabes TNI AU di Jakarta.
Sayangnya seperti kasus wartawan Udin yang bakal kadaluarsa 16 Oktober 2014, kasus yang menimpa Didik Cs ini setelah satu tahun berlalu juga tidak jelas penyelesaiannya.
Selain Udin Award, AJI Indonesia juga menganugerahkan Tasrif Award kepada Luviana, mantan wartawan Metro TV yang tak pernah berhenti memperjuangkan haknya, hak pekerja media, kesetaraan gender serta menentang penggunaan frekwensi publik untuk kepentingan politik.
Penghargaan ketiga yang dianugerahkan AJI Indonesia adalah SK Trimurti Award yang diberikan kepada Yuliarti Umroh, aktifis perempuan sekaligus pendiri Yayasan Arek Lintang dari Surabaya yang selama 15 tahun mengabdikan diri memberikan pendampingan kepada lebih dari 600 anak-anak jalanan yang separuhnya di antaranya sudah mandiri.
Malam resepsi HUT AJI Indonesia dengan tema ‘’Mencari Kebenaran di Era Banjir Informasi’’ itu dihadiri para tokoh, di antaranya Presiden RI 1998-1999 BJ Habibie, Ketua Dewan Pers pertama Atma Kusuma, hingga utusan International Federation of Journalism, Jim.
Selain penyerahan award, AJI Indonesia juga meluncurkan Sekolah Jurnalis Independen yang difokuskan mendiidkan jurnalisme multimedia, memperkuat standar etik profesi dan mencetak jurnalis profesional.
Ketua AJI Indonesua, Eko Maryadi pada kesempatan itu mengatakan kebebasan pers masih menjadi pekerjaan rumah besar yang mesti dituntaskan.
Sejak terbukanya keran demokrasi politik, diikuti oleh terbukanya keran kebebasan pers di era Presiden BJ Habibie, kebebasan pers belum sepenuhnya terwujud. Selain masih terjadi kekerasan terhadap wartawan, media di tanah air juga belum bebas dari kepentingan politik.
Karena itu Eko menyerukan pekerja media, jurnalis harus bisa menjaga independensi menjelang Pemilu Legislatif dan Presiden 2014 mendatang.
‘’Jurnalis tidak boleh terlibat jurnalistik praktis. Jurnalis harus menjaga indepensi jelang pemilu. Kalau maju harus mundur dari meja redaksi. Hal itu demi menjaga independensi jurnalis,’’ pintanya.
Sementara itu Didik Herwanto yang mewakili dua rekannya menerima Udin Award mengatakan, anugerah ini merupakan energi baru bagi dirinya untuk terus berkarya. Udin Award tersebut juga didedikasikannya untuk seluruh jurnalis di Indonesia, seluruh pewarta foto dan video jurnalis yang memiliki risiko tinggi setiap peliputanya.
‘’Kami Pewarta foto dan videogragfer memiliki risiko tinggi untuk mendapat perlakuan kasar, karena kamilah yang pada setiap kejadian berada posisi yang paling depan,’’ ujarnya.pewarta foto Riau Pos itu.
Malam itu, Iman D Nugroho, Ketua Divisi Advokasi AJI juga mengumumkan musuh kebebasan pers tahun ini. Dia mengatakan kenyataan pahit yang harus telan tahun ini adalah masih adanya kasus kekerasan terhadap jurnalis. Tercatat setahun terkahir ada 26 kasus kekerasan.
‘’Pelakunya orang tak dikenal, yang berusaha menyamarkan identitas mereka. Kalau dirangking, pelaku kekerasan terhadap jurnalis adalah warga, kemudian orang tak dikenal, anggota TNI, Ormas dan Polri,’’ ungkapnya.
Nah, di antara semua aji menemukan hal menarik tentang adanya teror yang terjadi secara sistematis kepada wartawan. AJI, kata Iman, mensinyalir dengan sangat keras bahwa teror sistematis itu melibatkan TNI. Bahkan ada yang dilakukan terang-terangan.
‘’Kita ingat di Padang, Jakarta, Surabaya, Yogyakarta, Pekanbaru, Pekanbaru lagi dan Ambon. Kasus penyerangan Lapas di Cebongan, ketika itu wartawan yang meliput persidangan justru mendapat teror luar biasa. Tindakan intimidatif, SMS, telepon bahkan terus saat sidang,’’ ungkap Iman.
Yang menyedih menurut dia, karena yang diduga keras terlibat dalam aksi teror itu ada peran TNI di dalamnya. Sedih lagi ketika kasusnya muncul ke permukaan, malah tidak ada kesadaran untuk TNI menjadi pioneer mengusutnya sampai tuntas.
‘’Ingat yang di Pekanbaru, sudah hampir satu tahun, tapi tidak pernah di sidang. Karena itu AJI menobatkan musuh kebebasan pers tahun ini adalah TNI,’’ pungkasnya.
Didik Herwanto yang mewakili dua rekannya menerima Udin Award mengatakan, anugerah ini merupakan energi baru bagi dirinya untuk terus berkarya. Sekaligus menjadi triger bagi rekan rekan jurnalis di Riau untuk terus melawan segala bentuk kekerasan terhadap wartawan.
Anugerah ini, katanya, juga menjadi momentum bagi kami jurnalis di Riau untuk melawan lupa bahwa kasus yang terjadi hampir satu tahun yang lalu itu masih belum di proses secara hukum. ‘’ Kami hanya menuntut keadilan, tidak lebih dari itu,’’ ucap Didik.
Udin Award tersebut juga didedikasikannya untuk seluruh jurnalis di Indonesia yang hingga saat ini masih mencari keadilan atas kasus yang dialaminya. Juga untuk seluruh Pewarta Foto dan Video Jurnalis yang memiliki resiko tinggi pada setiap peliputanya.fat)