BANGKINANG (RP) - Sengketa lahan antara warga Desa Danau Lancang, Kecamatan Tapung Hulu, Kabupaten Kampar dengan PT Riau Agung Karya Abadi (RAKA) kembali memanas.
Sabtu (28/7) sekitar pukul 12.15 WIB, terjadi pembakaran sekitar 70 barak pekerja dan sejumlah fasilitas perusahaan.
Kapolres Kampar AKBP Trio Santoso SH melalui Kasat Reskrim Polres Kampar AKP Antoni SH MH yang dikonfirmasi Riau Pos menerangkan, kejadian ini bermula sekitar pukul 11.30 WIB ketika sekitar tiga ratus masyarakat Danau Lancang bergerak masuk melalui Divisi III Mandau Km 35 Danau Lancang.
Sekitar pukul 12.15 WIB, massa memaksa karyawan meninggalkan barak dan membakar bangunan dari kayu tersebut.
Situasi semakin memanas ketika massa bergerak menuju Divisi I dan II dan kembali membakar.
AKP Antoni mengatakan, keseluruhan barak Divisi I, II dan III yang terbakar mencapai 70 unit.
Selain itu satu unit alat berat, satu unit pembangkit listrik, satu unit mobil derek, satu unit tanki solar dan gudang minyak turut terbakar.
Massa diduga juga melakukan penjarahan di gudang perusahaan. Baru sekitar pukul 18.30 WIB, pihak kepolisian melakukan upaya paksa membubarkan massa dengan bantuan dari Brimobda Polda Riau di bawah kendali Kapolres Kampar.
Polisi Amankan Lima Pelaku
Usai kejadian, pihak kepolisian menangkap lima orang diduga terkait kerusuhan tersebut yaitu Adi (42), warga Danau Lancang, Sankap Siregar (53) warga Danau Lancang, Selamat Aritonang (62), Septon Siregar (47) warga Danau Lancang, Daniati boru Situmorang (51) warga Desa Buana Tapunghilir.
Menurut AKP Antoni, polisi masih siaga di TKP hingga Ahad (29/7) petang. Situasi terakhir masyarakat Danau Lancang yang terlibat diduga aksi pembakaran sudah melarikan diri dari TKP menuju arah desa.
Terkait kemungkinan penyebab terjadinya penyerangan tersebut, Kapolres mengatakan, untuk lebih pastinya masih dalam penyelidikan.
Namun untuk sementara, diduga warga menyerang barak karena marah setelah akses warga untuk melakukan panen di area sengketa ditutup.
Humas PT RAKA, Alex ketika dikonfirmasi Riau Pos, Ahad (29/7) mengatakan, pihak perusahaan menyerahkan sepenuhnya kepada pihak kepolisian untuk memproses sesuai ketentuan hukum.
‘’Kondisinya sangat memprihatinkan, karyawan dan keluarga masing-masing mengungsi ke rumah ibadah, ke barak lain yang masih tersisa dan juga ke rumah warga sekitar,’’ ujarnya.
Ia menjelaskan akibat aksi ini puluhan rumah karyawan terbakar habis, generator, ekskavator, satu unit mobil derek, tanki solar ukuran 10.000 liter serta kerugian lainnya.
Sementara Arwan, salah seorang warga kepada Riau Pos menyebutkan, kejadiaan diawali tindakan perusahaan dua pekan lalu yang memutus akses keluar masuk ke dalam lahan konflik dengan menggali parit menggunakan ekskavator. Kejadian kemarin kembali mengingatkan kejadian dua bulan sebelumnya, Senin (7/5) lalu.
Persoalannya sama yaitu sengketa lahan antara perusahaan dan warga. Pada kejadian Sabtu (28/7) lalu, warga juga kesal melihat perusahaan yang memanen hasil buah kelapa sawit di atas lahan bersengketa.
‘’Padahal, Bapak Kapolres sudah bilang status quo. Baik masyarakat dan perusahaan (PT RAKA, red) tidak bisa memanen di atas lahan itu sebelum masalah selesai,’’ ujarnya.
Warga kata Arwan mendatangi barak tempat tinggal karyawan. Karena emosi, warga membakar mobil, alat berat dan barak tersebut sehingga membuat suasana mencekam.
Akibatnya empat barak yang sudah kosong tak berpenghuni, dua truk colt diesel dan satu alat berat terbakar.
Perbatasan Riau-Sumut Memanas
Sementara itu, permasalahan di perbatasan Riau-Sumut, Sabtu (28/7) siang kembali memanas.
Sejumlah masyarakat Batang Kumu Kecamatan Tambusai Kabupaten Rokan Hulu yang daerahnya perbatasan dengan Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara, mengaku, tiga rumah warga dirusak dengan alat berat milik PT Mazuma Agro Indonesia (MAI).
Kondisi ini, membuat situasi di daerah perbatasan Riau-Sumut belum tuntas tapal batasnya itu menjadi tidak kondusif.
Kuasa hukum masyarakat Batang Kumu, Muhammad Nasir Sihotang kepada wartawan, Ahad (29/7) menyebutkan, pengerusakan terhadap tiga rumah warga batang kumu di daerah perbatasan Riau-Sumut, di lahan konflik tepatnya di kawasan hutan produksi.(why/rdh/epp)