Laporan IDRIS AHMAD - SIAK email:idrisahmad@riaupos.co
Pembicara pertama pada helat yang dilaksanakan Jumat-Ahad (25-27/5) ini adalah Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Hidayatullah Dr Abdul Mannan.
Ia fokus pada materi manejemen organisasi dakwah. Sementara pemateri kedua Wakil Ketua Umum DPP Wahdah Islamiyah M Ikhwan Jalil Lc memamparkan realitas dakwah di Indonesia dan perlunya kebersamaan dalam dakwah.
Abdul Mannan mengemukakan pentingnya manajemen dalam organisasi dakwah, agar tujuan yang hendak dicapai bisa terwujud. Menurutnya perencanaan mesti dilakukan secara benar.
Sebab, gagal dalam merencanakan berarti sama dengan merencanakan kegagalan. Untuk itu sejak awal mesti dibuat ''grand design'' (konstruksi besar) sebuah organisasi dakwah. Secara nasionalpun, sudah semestinya ada grand design dakwah.
Selanjutnya, dalam konteks pertemuan pimpinan ormas dan tokoh Islam di Siak ini, ia menyarankan agar organisasi dan tokoh agama membuat sebuah format bagi tumbuh dan berkembangnya Islam di Riau. ''Harus ada format untuk berkembangnya Islam di Riau. Cari ketuanya yang independen,'' ungkapnya.
Ia menilai sudah saatnya organisasi dan pelaku dakwah melakukan program bersama (amal jama'i). Amal jamai ini harus dilakukan secara terorganisir.
Soal amal jamai ini dikemukakan pula oleh pembicara kedua Ustad Muhammad Ikhwan Jalil Lc. Dikemukakannya, amal jama’i merupakan solusi bagi merekatkan persatuan antar organisasi dan aktivis dakwah.
''Allah menyebut persatuan sebagai nikmat dan menyebutnya sebagai pemberian yang utama. Kalau kita mengabaikan nikmat itu berarti kita kufur nikmat,'' tegas Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan ini.
Menurutnya dalam kenyataan terdapat pergesekan, persinggungan antara satu aktivis dakwah dengan lainnya. Untuk itu, lanjut Ikhwan, perlu menengok kembali sejarah sehingga dakwah bisa diorganisir secara baik. Sebab sejarah itu akan berulang,meski dalam bentuk yang berbeda.
Dalam sejarah gerakan Islam di Indonesia tercatat, para ulama dan aktivis dakwah terdahulu dapat bersatu, ada gerakan dakwah yang terorganisir dengan baik.
Salah satu indikasinya adalah bahasa melayu sebagai bahasa juru dakwah di Nusantara. Sejarah juga mengungkapkan saat itu Kerajaan Gowa (Sulawesi) mendatangkan tiga pendakwah dari Sumatera Barat. Contoh lain, keberadaan walisongo di Jawa menunjukkan bahwa terjadi aliansi dakwah.
Selain itu keberadaan Syarikat Dagang Islam, Jong Islamiten Bond sebagai organisasi cendekiawan Islam, bersatunya Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama dan Persis dalam Majlis Islam A'la Indonesia (MIAMI) merupakan bukti sejarah bahwa gerakan dakwah dapat bersatu padu.
Sejarah juga membuktikan ketika kerajaan Islam di Indonesia tidak bersinergi, maka sangat mudah diserang satu per satu oleh penjajah Belanda.
Oleh karena itu untuk dakwah dewasa ini di Indonesia, ia merekomendasikan tiga hal pertama saling tolong menolong dalam kebaikan, kedua, saling nasehat menasehati dengan cara yang hikmah dan ketiga saling hidup berdampingan, saling memahami, saling menghargai sesama kelompok dakwah.
‘’Jika terjadi perbedaan maka kedepankan sisi-sisi kebersamaan, buat agenda dakwah bersama.’’ ujar alumni Fakultas Dakwah dan Ushuluddin Universitas Islam Madinah itu. (bersambung).