PEKANBARU (RP) - Tes penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) harus mengakomodir kearifan lokal dan berkeadilan sosial. Menurut akademisi yang juga Purek II IPDN Jatinangor, Prof Dr Wirman Syafri MSi, ada yang agak salah kaprah dengan rekrutmen CPNS selama ini.
‘’Dengan sistem computer assesment test (CAT) selama ini, kita memang mendapatkan kualitas calon PNS yang bagus. Akan tetapi itu tidak sesuai dengan administrasi yang demokratis dan berkeadilan sosial,’’ ujar Wirman.
Hal itu dikatakannya kepada Riau Pos, Sabtu (28/12) usai menjadi pembicara dalam Seminar Nasional Administrasi dengan tema ‘’Tren Perkembangan Ilmu Administrasi Publik’’ di auditorium Sutan Balia Fisip Unri. Hadir juga sebagai pembicara, dosen Fisip Unri Dr Tuti Khairani Harahap SSos MSi. Seminar ini ditaja Fisip Unri bersama penerbit Erlangga Cabang Pekanbaru.
Menurut Wirman, mengelola negara yang notabene tidak sama dengan sektor privat. Dalam sektor privat atau swasta, perusahaan bisa menerima pegawai dengan menyeleksinya dari yang terbaik. Tapi untuk sektor publik tidak demikian. Menurutnya masih banyak anak bangsa yang perlu diakomodir. Untuk daerah dan suku-suku tertentu menurutnya banyak yang belum memiliki kualitas sumber daya manusia (SDM) yang memadai, dan kemampuan yang setara dengan anak bangsa yang lain. Misalnya orang Indonesia timur, atau masyarakat adat yang masuk dalam Komunitas Adat Terpencil (KAT).
‘’Jika kepada mereka diberlakukan CAT dalam rekrutmen pegawai, maka mereka tak akan pernah menjadi PNS. Mereka akan terus dalam keadaan semula dan ini kurang memenuhi unsur demokratis dan keadilan sosial,’’ ujar Wirman.
Menurutnya saat ini ada paradigma new public service (NPS). Paradigma ini seharusnya mulai dianut oleh negara, termasuk dalam perekrutan CPNS. Salah satu nilai penting dalam NPS itu adalah nilai demokratis dan berkeadilan sosial, tidak semata produktifitas SDM CPNS yang bersangkutan.
‘’Ke depan pemerintah harus memperhatikan ini. Misalnya untuk bidang tertentu, suku-suku tertentu tak harus mengikuti tes CPNS yang ketat itu,’’ ujarnya.
Dia berharap ke depan nanti, sistem NPS ini dapat diterapkan di pemerintahan. Bahkan tak hanya pemerintahan, menurutnya sektor swasta juga harus menerapkan konsep ini.
Selama ini, ujarnya, sektor swasta sama sekali tak menerapkan sistem yang demokratis dan berkeadilan sosial. Contohnya adalah sistem outsourcing atau sistem kerja kontrak yang sama sekali tak demokratis dan berkeadilan sosial.
Seminar yang ditaja Fisip bekerja sama dengan Penerbit Erlangga ini sudah berlangsung beberapa kali.
Menurut Manajer Erlangga Pekanbaru, Bangun didampingi Zulfikar, pada 16 November 2013 lalu juga sudah diadakan seminar dengan tema ‘’Melalui Pengelolaan SDM yang Berkualitas Fisip Unri Turut Serta Mewujurkan Generasi Emas Indonesia Tahun 2045'’. Seminar ini diisi oleh guru besar Universitas Maranata Bandung Prof Dr Wilson Bangun MSi.
Pada 7 Desember lalu, Erlangga bersama Fisip Unri juga menggelar seminar dengan tema ‘’Local Wisdom dalam Pertumbuhan Administrasi Pemerintahan Desa’’. Pembicara dalam seminar ini dalah Sekretaris Asosiasi Ilmu Administrasi Negara, dr Hanif Nurcholis MSi.(min/hpz)