MASJID NURUL ISLAM, BERSEJARAH DI WILAYAH LANGGAM

Tidak Runtuh Meski di Bibir Tebing Berair Deras

Riau | Senin, 29 Juli 2013 - 10:42 WIB

Laporan m AMIN AMRAN, Langgam   maminamran@riaupos.co

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa Kecamatan Langgam merupakan sebagai salah salah satu kecamatan tertua di Kabupaten Pelalawan, ternyata memiliki segudang nilai-nilai budaya Melayu yang sangat kental dengan ajaran Islam.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Seperti salah satunya keberadaan Masjid  Nurul Islam yang merupakan masjid tertua yang konon kisahnya masjid ini mempunyai cerita magis yang sangat menarik.

Dari pantauan Riau Pos, masjid  yang dibangun di awal abad ke-19 ini sangat unik dan mencengangkan karena berdiri pas di tepi bibir tebing yang berair deras.

Tempat tegak masjid yang dikenal dengan nama Pematang Terhentak ke Tebing ini, menjadi tumpuan air yang mengalir laju hulu sungai.

Pemandangan ini memberi kesan elok dan eksotis, bahwa masjid Nurul Islam ini seolah berhalaman air, dan menaranya yang kuning keemasan dengan tinggi menanjak tajam seolah hendak menjulang ke atas langit.

Memang, Masjid Nurul Islam Langgam merupakan masjid unik karena posisinya terletak tepat di bibir tebing.

Sementara itu, jika dipikir secara logika, dengan kondisi masjid tersebut, maka masjid ini pasti sudah lama terjun ke dalam air karena tanah di kiri-kanannya sudah runtuh atau mengalami abrasi dari aliran Sungai Kampar ini.

Akan tetapi karena kuasa Allah SWT, bangunan yang sudah berdiri kira-kira sejak tahun 1910 ini masih berdiri tegak dengan kokoh dan megahnya sampai hari ini.

Menurut tokoh masyarakat Kecamatan Langggam Haji Abu Bakar yang didampingi Ustad Fadli Rahman, masjid ini merupakan masjid tertua di Kelurahan Langgam.

Kenapa bangunan masjid ini tetap bertahan sampai kini di tepi bantaran sungai karena letaknya sangat strategis, yaitu berada di tengah Kampung Langgam dan tak jauh pula dari Pasar Langgam dahulunya.

Sementara itu, sambung Haji Abu Bakar, bahwa semasa Kecamatan Langgam masuk dalam wilayah Kabupaten Kampar, pihak Pemerintah Kabupaten Kampar pernah merasa enggan memberi bantuan kepada masjid ini karena dinilai hanya mengeluarkan anggaran yang sangat mubazir.

‘’Dahulu Pemerintah Kabupaten (Kampar), kalau tidak salah semasa dipimpin Soebrantas, dia masih berpikir-pikir untuk mengulurkan bantuan kepada masjid ini karena dinilai mubazir. Pasalnya, jika dikaji secara logika masjid tersebut tidak akan bertahan lama sebab kondisinya yang berada dipinggir sungai sehingga pastinya masjid ini bakal runtuh dan hancur akibat mengalami abrasi Sungai Kampar. Tapi, atas izin Allah SWT sampai ini masjid itu masih ada dan berdiri kokoh,’’ terang H Abu Bakar yang merupakan pensiunan pegawai Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Langgam ini tersenyum.

H Abu Bakar menjelaskan, bahwa konon pada awalnya masjid yang beralaskan tiang dari kayu ini hanya memiliki luas 8x9 meter persegi.

Namun, seiring berjalannya waktu, maka pada tahun 1920 silam, luas masjid yang telah berusia 103 tahun ini bertambah menjadi 13x13 meter persegi.

Dan seiring semakin banyaknya jumlah jamaah yang memadati tempat untuk melaksanakan ibadah sholat tersebut, maka pada tahun 1974 luasnya pun bertambah menjadi 25x30 meter persegi, sehingga dengan kondisi tersebut  maka dilakukan pemugaran besar-besaran dan dibangun beton.

‘’Lebih dahsyat lagi, konon pada tahun 1974 tersebut, terjadi beberapa hal yang cukup mencengangkan. Ketika keinginan pemugaran masjid tersebut dilaksanakan, air  di bawah aliran Sungai Kampar ini tiba-tiba menjadi surut dan mendangkal. Sedangkan saat itu, diseberang masjid ini tiba-tiba timbul pula batu kerikil. Masyarakat Langgam pun mulai bergotong-royong mengambil batu tersebut. Setelah masjid selesai direnovasi, batu yang dahulunya terdapat di seberang masjid itu pun hilang bersama naiknya air,’’ tutur pria berperawakan tinggi ini.

Selain itu, di hulu masjid ini yang dahulunya merupakan daerah teluk berair dalam yang dikenal bernama Teluk Ongeh Biso, tiba-tiba didatangi lumpur yang seolah menjadi pulau. Sepertinya, pulau lumpur yang baru muncul tersebut menjadi pagar bagi tebing masjid ini.

‘’Dan dengan terus bergulirnya waktu, maka pada tahun 2010, Masjid Nurul Islam ini mengalami pemugaran kembali. Masjid ini semakin dibangun megah dan gagah. Satu menara kuning tajam seperti hendak menjulang ke atas awan dengan dua kubah kuning   tampak bagai tempurung emas yang sedang telungkup menambah indahnya pesona Langgam. Sedangkan temboknya dicat berwarna putih yang difigura dengan warna hitam tetap memberi kesan gagah tapi sederhana, paparnya.

Bila dilihat dari jembatan yang melintang di hilir Langgam, lanjutnya,  kehadiran masjid yang berukuran 25x30 meter persegi ini sungguh menambah cantik dan moleknya negeri yang dikenal Onah Tanjung Bungo ini.

Selain menjadi anasir memperindah alam Langgam nan permai, mesjid ini juga sepertinya menjadi gerbang pertemuan dua sungai, yaitu Kampar Kiri dan Kampar Kanan.***









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook