Riau Pos Online-Ketua Dewan Kehormatan Pers Prof Bagir Manan SH menilai organisasi pers di daerah seperti PWI, AJI, IJTI tak respon tentang pembentukan Forum Kelayakan Penerbitan pers daerah yang diusulkan oleh Dewan Pers.
Padahal kata Bagir Manan pihaknya sudah berkali-kali menyampaikan ini kepada organisasi pers di daerah agar menjemput wewenang yang diberikan Dewan Pers Pusat ini. Dulu kata Bagir dia mempersilakan pers lahir di sana-sini, mana yang kuat akan bertahan, mana yang tak kuat akan mati.
Tapi belakang sekarang ini kenyataan lain, orang dengan mudah mendirikan penerbitan pers walau modal kecil. Jika mencari kerja susah, makanya lebih mudah mendirikan penerbitan pers di mana bekerja sebagai profesi pers sama mudahnya dengan bekerja sebagai buruh harian lepas (BHL). Sehingga menjadi wartawan itu hampir sama mudahnya dengan buruh tersebut.
Hal ini ditegaskan Ketua Dewan Kehormatan Pers Prof Bagir Manan didampingi Pakar Komunikasi Prof Tinambunan dalam acara Forum Kemitraan Pemerintah dan Insan Pers yang bertema Membangun Kemitraan antara Pemerintah dan Insan Pers yang ditaja Dinas Kominfo Riau bekerja sama dengan Dinas PDE di aula RRI Jalan Sudirman Pekanbaru Rabu siang tadi (28/8).
Menjawab pertanyaan tentang banyaknya wartawan gadungan (wargad) beroperasi di Pekanbaru dan Riau, Bagir Manan mengatakan itulah perlunya asosiasi pers itu, termasuk SPS perlu mengadakan evaluasi dan membahas ini. Para wartawan profesional mempertanyakan juga masalah sertifikasi untuk wartawan apa gunanya jika wartawan gadungan dibiarkan beroperasi dan PWI, AJI, IJTI tetap tutup mata dan tak melaporkannya ke aparat berwajib.
Bagir juga merilis pengalamannya di Orde Baru dulu saat belum menjadi hakim dia menjadi penulis lepas di majalah Forum Keadilan yang akhirnya dibredel Orde Baru bersama Koran Prioritas milik Surya Paloh. Bagir mengkritik Harmoko yang menjadi juru kampanye calon pemimpin Orde Baru dulu yang mana Harmoko mengatakan akan menjadikan Surga Indonesia. Bagir menegaskan dengan sentilan bahwa janji politik seorang calon pemimpin bukan janji hukum yang harus dipenuhi. Tapi janji politik bisa saja tak dipenuhi calon pemimpin. Makanya masyarakat yang memilih calon pemimpinnya jangan kecewa jika janji politik seorang calon pemimpin tak dipenuhi oleh calon pemimpin itu. Di sinilah peran pers untuk mengingatkan pemimpin daerah terpilih agar memenuhi janji-janji politiknya. Tulislah kritikan positif untuk mengingatkan pemimpin terpilih tersebut.
Bagir juga menyebutkan tidak boleh ada kerja sama antara Pemerintah dengan Pers, ini agar dihindari karena akan diintervensi. Intervensi sekarang ini menjadi bagian yang dimainkan Pemerintah untuk membungkam pers.
Menyangkut instansi Pemerintah yang tak merespon konfirmasi wartawan, jika wartawan sudah melaksanakan konfirmasinya namun instansi Pemerintah tak juga memberi konfirmasi maka jika beritanya ditulis wartawan dan terbit bukan menjadi tanggung jawab wartawan lagi melainkan tanggung jawab redaksi media bersangkutan. Dan jika ada komplain maka wartawannya tidak melanggar Kode Etik Jurnalistik. Itu yang salah adalah instansi pemerintahnya yang tak mau dikonfirmasi.
Padahal kata Bagir ada Humas, tapi sekarang ini jabatan Humas dianggap sebagai jabatan pelengkap atau jabatan orang yang terbuang. Ini tak benar. Humas adalah wakil atau corong dari instansi bersangkutan.(azf)