OLEH TAUFIK IKRAM JAMIL

Memupuk Optimisme

Riau | Minggu, 27 Desember 2015 - 00:49 WIB

TERKESAN klise, tetapi hal ini jugalah yang saya sampaikan kepada Abdul Wahab melalui pesan pendek telepon genggam (SMS), “Memasuki tahun 2016, aku berusaha untuk optimis, bukan karena laungan optimisme itu keluar dari pemuka negeri ini, tetapi jauh lebih terasa produktif dibandingkan kalau hanya mengurut-urut ihwal yang berkaitan dengan pesimisme.”

Begitulah kemudian, saya membesar-besarkan apa yang dirasakan lebih baik dari suatu situasi ke satu situasi lain. Saya memupuk optimisme dalam semua bidang. Urut dari mana sajalah; apakah hukum, ekonomi, politik, kesenian, bahkan kehidupan beragama sekalipun. Tentu saya terbayang kesuramannya, tetapi saya kemukakan dalam pikiran saya tentang pelajaran di baliknya.


Paling mudah contohnya adalah soal politik. Adalah kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam perpanjangan Freeport, disebut-sebut berita terpopuler dalam beberapa bulan terakhir. Berbagai tudingan diarahkan kepada pihak yang terlibat ataupun dilibatkan. Jokowi yang menjadi korban pun tak terelak dari tudingan karena sikapnya yang lamban dalam mengambil tindakan terhadap kasus tersebut. Apalagi Yang Mulia MKD, apalagi Setyo Novanto, Sudirman Said, dan sebagainya itu.

Akhir yang tak sedap dalam kasus tersebut, ditandai dengan mundurnya Novanto dari jabatan Ketua DPR dan penghentian persidangan oleh MKD terhadap kasus itu, tidak menyebabkan situasi menjadi kacau. Pun unjuk rasa yang berkepanjangan dalam berbagai tuntutan, sempat mengepung istana bahkan, telah berlalu tanpa korban.

Pertikaian politik antar partai, tampaknya mengarah pada makin kuatnya Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Partai Amanat Nasional (PAN) telah lebih dahulu merapat kepada pemerintah yang berkuasa, kini pada hari-hari terakhir tahun 2015, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dikabarkan akan berbuat serupa. Tinggallah Golkar dan Gerindra yang terus digoyang oleh partai berkuasa dengan berbagai cara. KIH kini tidak lagi menjadi minoritas di parlemen, meski belum dapat melenggang kangkung begitu saja untuk meraih suatu tujuan politik.

Begitu pula kehidupan politik di daerah. Pilkada serentak yang diikuti lebih dari 250 provinsi, kabupaten, dan kota, telah wujud. Pertikaian tentulah ada, tetapi tidak menyebabkan terganggungnya roda pemerintahan di daerah, apalagi nasional. Kalau diibaratkan orang kenduri, satu atau dua piring harus sengaja dipecahkan kalau satu musibah pun tak ditemui dalam pesta tersebut, sehingga berbagai hal dapat ditanding dan ditimbang. Proses kebaikan harus senantiasa diusahakan terus-menerus.










Tuliskan Komentar anda dari account Facebook