TELUK KUANTAN (RP)- Potensi terjadinya konflik agraria atau pertanahan yang melibatkan masyarakat dan perusahaan cukup besar.
Untuk mengantisipasinya, semua pihak, baik pemerintah dan pihak berkonflik agar mengedepankan kearifan lokal, yang berpedoman kepada hukum adat masyarakat setempat.
“Untuk menyelesaikan konflik antara masyarakat dengan perusahaan harus mengedepankan kearifan lokal, yang menjunjung tinggi adat-istiadat masyarakat setempat,” saran pemuka masyarakat Kuansing, Ir Mardianto Manan MT saat ditanya terkait banyaknya konflik yang terjadi di Kuansing, Ahad (24/11).
Masyarakat sering terlibat konflik dengan perusahaan perkebunan. Upaya penyelesaian konflik tersebut, katanya, selalu berakhir dengan “kekalahan” yang harus diterima oleh masyarakat. Pasalnya, penyelesaian konflik yang ada selalu mengedepankan hukum positif bukan kearifan lokal yang ada di tengah masyarakat adat.
Mardianto Manan mengaku prihatin melihat banyaknya masyarakat yang terlibat konflik agraria ini. Kendati berjuang dengan serius lengkap dengan data-data (versi masyarakat), namun masyarakat selalu dirugikan saat berhadapan dengan perusahaan, terutama yang tersangkut dengan masalah lahan.
“Karena negara mengedepankan hukum positif bukan kearifan saat menengahi masalah-masalah lahan antara masyarakat dengan perusahaan. Maka, setiap ada permasalahan lahan dengan perusahaan, hampir dipastikan tak ada yang berhasil, mulai dari kasus Cengar, Pangean, Cerenti, dan bahkan banyak berhadapan dengan hukum,’’ ujar Mardianto Manan.
Padahal dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi akibat kelahiran dan migrasi, menurutnya, masyarakat semakin terdesak untuk mencari lahan perkebunan. Bahkan sekarang semakin banyak masyarakat yang tidak memiliki lahan.
“Dulu saat lahan masih banyak, hal tersebut mungkin tidak terlalu bermasalah. Pesan-pesan kegundahan dan kerisauan seperti ini yang harus ditangkap oleh negara dan perusahaan dalam menghadapi masalah lahan, karena jika warga tidak sejahtera juga berdampak pada stabilitas,’’ ujarnya.
Apabila menggunakan hukum positif dalam menyelesaikan konflik tersebut, diakui Mardianto, perusahaan dipastikan memiliki dokumen yang baik, terutama legalitas dan dokumen penting lainnya.
‘’Sekuat apapun data yang dimiliki masyarakat secara adat, namun masyarakat akan selalu rugi kalau dihadapkan dengan hukum positif,” katanya.(jps)