Oleh: Dr H Irvandi Gustari, Dirut Bank Riaukepri
PERANG dagang ala Presiden Amerika Serikat (AS) Donald trump memang jitu. Terbukti pertumbuhan ekonominya 4,2 persen. Itu angka luar biasa untuk kategori negara maju. Di sisi lain harga saham di Wall Street pun terus membubung dan tingkat penganggurannya juga sangat rendah sekitar 4 persen.
Perang dagang ini memang tidak asal-asalan dirancang Trump. Karena Trump memang patut curiga, adanya defisit neraca perdagangan negaranya. Trump pun mengutus Robert Lighthizer ke Cina pada Agustus 2017. Melakukan penyelidikan atas dugaan pencurian hak cipta intelektual AS di sana. Meliputi paten-paten perangkat lunak, aplikasi telepon seluler, dan teknologi lainnya.
Memang dapat dimengerti sebenarnya, mengapa Trump mencetuskan perang dagang. Sebab hasil kerja dari utusan perdagangan AS Robert Lighthizer. Kita semuanya paham perekonomian AS sangat tergantung pada kegiatan usaha bidang jasa seperti perusahaan teknologi. Sehingga pencurian hak cipta intelektual akan buat gonjang-ganjing ekonomi negara itu. Jadi intinya melalui kesemuanya itulah oleh pemerintah AS menduga adanya pencurian hak cipta intelektual AS di Cina. Tapi ini jangan langsung percaya, sebab sudah sejak lama kita tahu Cina memang tukang tiru dan tukang jiplak. Ya, sepatutnya AS paham tentang itu. Pertanyaannya, kok baru sekarang ya, AS ngamuk kepada Cina.
Ya, inilah yang perlu dicermati, Trump memang sedang cari mainan untuk menutupi kelemahan dan kasus yang sedang dihadapinya. Terutama terkait pilpres saat Trump terpilih. Ada yang mencoba menghitung atas temuan dari Komisi Properti Intelektual Amerika memperkirakan pencurian kekayaan intelektual yang dilakukan Cina telah merugikan AS antara 225 miliar dolar AS hingga 600 miliar dolar AS setiap tahun. Jadi, yang dikejar Trump adalah harus kembalinya jumlah kerugian tersebut. Di situlah diperkirakan Trump mulai menghentikan perang dagang tersebut.
Lalu mengapa Cina melakukan tindakan balasan pula? Sebenarnya langkah China ini lebih kepada pembelaan diri. Sebab, bila Cina berdiam diri, maka seolah-olah bisa saja oleh banyak pihak di pasar internasional, memiliki interpresetasi betul Cina telah melakukan pencurian hak cipta intelektual tersebut.
Cina dan AS ini memang memiliki hubungan yang spesial sebenarnya. Sejumlah surat utang Cina dominan dimiliki para investor dari AS. Ya, itu merupakan bentuk perdagangan yang saling menguntungkan. Di lain pihak, Trump memberikan sanksi kepada Cina dengan menaikkan tarif impor, juga perlu dipertanyakan.
Sebab defisit perdagangan yang terjadi di AS dijadikan pemicu untuk menghajar Cina. Sejatinya bisa diduga kuat, itu strategi Trump dalam rangka menaikkan popularitasnya di dalam negeri. Juga untuk menutupi skandal yang lebih besar. Yaitu kasus peretasan yang diduga adanya campur tangan pemerintah Rusia pada saat Trump memenangkan pemilu Pilpres dan akhirnya dimenangkan Trump.
Sementara kita semua terlena dengan sikap permainan Trump yang menjadikan kita memiliki opini tergiring, jangan main-main dengan Trump, Cina saja dihajar. Persepsi seperti itulah adalah yang diharapkan Trump terhadap penduduk AS untuk menaikkan pencitraannya.
Permainan Trump yang dilatarbelakangi oleh motif politik ini, memang biayanya sangat mahal. Namun akan lebih runyam lagi, bila Trump tumbang bilamana kasus peretasan Pilpres tersebut, benar-benar terungkap.***