JAKARTA (RP) - Jumlah titik api (hotspot) akibat pembakaran lahan dan hutan di wilayah Sumatera terus meningkat seiring dengan meningkatnya musim kemarau. Berdasarkan pantauan satelit NOAA-18 pada Selasa (27/8) jumlah hotspot di Riau sebanyak 264 titik.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), jumlah titik api ini hampir sama dengan jumlah hotspot pada 24 Juni 2013 yang sebanyak 265 titik.
"Di Jambi terdapat 88 titik, dan Sumatera Selatan 67 titik. Total ada 488 titik di Sumatera. Lokasi hotspot adalah lahan-lahan bergambut yang menyebabkan asap tebal," kata Sutopo dalam keterangan persnya, Selasa (27/8).
Sebaran hotspot di Riau masing di Kabupaten Pelalawan 76 titik, Indragiri hulu 42, Roran Hilir 34, Rokan Hilir 29, Kampar 26, Bengkalis 26, Kuantan Sengingi 14, Siak 11, Rokan Hulu 8, dan Dumai 4.
Sutopo menjelaskan kabut asap yang sangat tebal ini menutup Kota Pekanbaru, Riau, sehingga mengganggu penerbangan pesawat dari dan ke Bandara Sultan Syarif Kasim II. Hanya ada satu penerbangan yang dapat mendarat di bandara tersebut dalam 2 hari ini. Sebaran asap masih mengumpul di sekitar Riau.
"Singapura dan Malaysia tidak terdampak dari asap saat ini karena arah angin dominan ke barat laut sehingga hanya tersebar di wilayah Riau," ucapnya.
Untuk menangani bencana asap ini, BNPB mendampingi BPBD Prov Riau melakukan melakukan operasi pemboman air, hujan buatan, dan operasi pemadaman darat. Hari ini telah dilakukan water bombing di Pelalawan dengan 1 heli Bolco dan 1 heli Sikorsky yang mampu mengangkut air 4.500 liter air sekali terbang.
Berdasarkan prediksi BNPB, Oktober adalah puncak dari terjadinya kebakaran lahan dan hutan di Sumatera. 99 persen akibat pembakaran lahan dan hutan adalah dibakar, baik oleh individu maupun kelompok.
Menurut Sutopo, untuk mengendalikan pembakaran lahan dan hutan, penegakan hukum adalah kuncinya. Ia meminta, Pemda, PPNS Kementerian Kehutanan, PPNS Kementerian Pertanian, PPNS KLH dan Kepolisian hendaknya makin meningkatkan pengendalian pembakaran lahan dan hutan tersebut.
"Jika tidak maka jumlah hotspot makin meningkat," pungkas Sutopo. (awa/jpnn)