Di Riau, Padam Bergilir Tak Beraturan

Riau | Selasa, 27 Agustus 2013 - 10:09 WIB

Di Riau, Padam Bergilir Tak Beraturan
Anak-anak penghuni salah satu rumah di Jalan Delima, Kecamatan Tampan, Pekanbaru ini terpaksa menggunakan lilin untuk belajar akibat padamnya listrik, Senin (26/8/2013). Foto: TEGUH PRIHATNA/ RIAU POS

PEKANBARU (RP) - Padam bergilir yang diberlakukan PLN Wilayah Riau dan Kepulauan Riau (WRKR) sudah tidak beraturan lagi. Kalau awal-awal, pemadaman bergilir dilakukan satu kali saja dalam satu hari.

Namun dalam beberapa hari belakangan, pemadaman dalam satu hari bisa terjadi dua atau tiga kali.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Di Pekanbaru, dan sejumlah daerah di Riau, pemadaman yang dilakukan PLN mendapat protes dari masyarakat. Apalagi pemadaman tidak sesuai jadwal lagi.

‘’Malam tadi, sedang takbir mau Salat Maghrib, listrik mati. Biasanya, pemadaman bergilir di atas pukul 20.00 WIB. Hari sebelumnya, listrik mati sampai pukul 00.30 WIB, eeee...besok paginya pukul 07.00 WIB mati lagi,’’ kata Lizar, warga Jalan Rajawali Sakti, Panam. Santi, warga Sukajadi pun mengungkapkan kekesalannya.

‘’Kami kesal dengan PLN. Kan beban puncak itu malam hari, mengapa mesti siang dimatikan juga. Aneh PLN ini,’’ kata Santi, Senin (26/8). Sering padamnya listrik PLN, juga membuat usaha kecil menengah (UKM) merugi. Pasalnya, UKM seperti usaha laundry misalnya, sangat tergantung pada listrik.

Menurut Yarna (36), salah satu pelaku usaha laundry, di Jalan Garuda Sakti, Kelurahan Simpang Baru, Kecamatan Tampan kepada Riau Pos padamnya listrik membuat biaya usaha yang dikeluarkannya semakin naik.

‘’Sehari bisa dua kali padamnya, lamanya juga dua sampai tiga jam, tentu mau tak mau kami harus memakai mesin genset,’’ keluhnya.

Untuk sekali menyalakan genset, Yarna memerlukan 3 liter bensin. ‘’Mahalnya biaya pengeluaran membuat usaha kami merugi,’’ tambahnya.

Selain Yarna, Rahmad, warga Kelurahan Delima Kecamatan Tampan juga mengalami hal yang sama.

‘’Kemarin peralatan elektronik kami menjadi rusak, karena naik turunnya daya listrik. Bahkan komputer saya sempat meletup dan rusak, pasalnya daya yang rendah, tiba-tiba langsung tinggi sehingga membuat alat-alat elektronik rusak semua,’’ tuturnya.

Anggota DPRD Kota, Muhammad Sabarudi menyebutkan, saat ini yang jadi pertanyaan PLN serius atau tidak menjadi sumber penyedia listrik untuk masyarakat?

‘’Ini pertanyaan kita semua. Harusnya PLN sadar, sebagai perusahaan besar harusnya memaksimalkan pelayanan, karena banyak yang bergantung pada pelayanan mereka ini,’’ tegas Sabarudi.

Sabarudi juga meminta PLN mencarikan solusi nyata agar permasalahan listrik tidak menjadi sorotan dan tempat kemarahan warga. ‘’Hentikan kekecewaan masyarakat dengan pelayanan yang bagus. Jangan disuguhkan alasan klasik saja,’’ imbuhnya.

Di beberapa desa di Kecamatan Kampar Kiri, walaupun listrik menyala, namun dayanya sangat rendah. Bahkan hanya sekitar 2-3 bola lampu yang benar-benar menyala terang. Selebihnya redup hingga tidak menyala.‘’Lampu baru mulai menyala terang sekitar pukul 22.00 WIB.

Namun belum lama menyala listrik sudah padam lagi, lebih lama padamnya dari pada nyalanya,’’ terang Adi Warman (26) warga Desa Kuntu Kecamatan Kampar Kiri.

Mindrajani (30), warga Salo, Kampar menyebutkan, gara-gara listrik mati ia sangat dirugikan. Makanannya dalam kulkas jadi busuk disebabkan durasi mati PLN cukup lama, bahkan sampai 6 jam dalam sehari.

Tak hanya itu, ikan di akuariumnya juga ikut mati semua karena oksigen yang biasanya dipompa dengan slang menggunakan listrik tak berfungsi.

Yusmanidar Zubir (57), warga Koto Perambahan, Kampar juga harus menungu jadwal mandi sampai malam. Air sumur yang biasanya ditarik menggunakan pompa tidak bisa ditarik lagi.

Bahkan Khairunissa, mahasiswi UIN korban penjambretan yang melapor ke Mapolres Kampar, laporannya tak bisa langsung diproses.

‘’PLN mati, maka harus menunggu,’’ ujar Khairunnisa kepada Riau Pos, Senin (26/8) di Polres Kampar. Manejer PLN Tapung, Kampar, Ahmad Rizal menyebut, memaklumi banyak efek yang dimunculkan akibat mati lampu. Tapi pihaknya kata Ahmad Rizal tak berdaya. ‘’Ini persolan energi dan jaringan,’’ terang Rizal.

Pemadamann kata Rizal akibat defisit daya dari sistem interkoneksi Sumbar-Riau yang melayani 3 provinsi (Riau-Sumbar dan Jambi).

Saat ini ada gangguan di PLTU Ombilin dan turunya elevasi air di di beberapa PLTA, seperti PLTA Singkarak, PLTA Maninjau dan PLTA Koto Panjang. ‘’Pemadaman listrik bergilir tak bisa dihindari. Durasinya sekitar 2 sampai 3 jam,’’ kata Rizal.

Berbeda dengan daerah-daerah yang tidak masuk jaringan interkoneksi, pasokan listrik mereka masih terbilang aman. Di Pelalawan misalnya, arus daya listrik yang didistribusikan dan terkoneksi oleh PLTG Langgam pasca telah beroperasi, cukup menggembirakan masyarakat di sana.

Pasalnya, dengan beroperasinya PLTG Langgam ini, krisis listrik yang telah lama dialami masyarakat Negeri Bono ini telah dapat teratasi.

‘’Alhamdulillah, berkat telah beroperasinya PLTG Langgam Power itu, kondisi listrik di Kabupaten Pelalawan telah teratasi dan cukup memadai. Meski, masih ada terjadi pemadaman listrik, namun tidak parah seperti dulunya yang setiap hari terjadi pemadaman listrik hingga 10 kali,’’ terang salah satu tokoh masyarakat Kecamatan Pangkalan Kerinci AP Soeleman kepada Riau Pos, Senin (26/8) di Pangkalan Kerinci.

Hanya saja, sebut pria yang akrab disapa Pak Putra itu, khusus untuk arus listrik yang berasal dari PLN Ranting Pangkalan Kerinci, masih cukup sering terjadi pemadaman listrik.

Padahal, PLTG Langgam Power telah men-supply arus listrik kepada PLN ini dengan daya sebesar 5 MW.

PLTU Ombilin Masih Rusak

Deputy Manager Bidang Komunikasi dan Humas PLN Wilayah Riau dan Kepulauan Riau, Syairul mengakui pemadaman berkepanjangan terjadi di Riau sejak awal 2013 lalu.

Pembangkit-pembangkit di Riau yang jumlahnya bisa menghasilkan 305 MW juga tidak sanggup memenuhi keperluan listrik masyarakat Riau. Akhirnya PLN menerapkan pemadaman bergilir.

Menurutnya, tidak ada yang mampu dilakukan oleh PLN Wilayah Riau dan Kepulauan Riau (WRKR) karena bukan sebagai pihak yang bisa mendirikan pembangkit baru yang kapasitasnya bisa melayani keperluan masyarakat Riau.

Dikatakan Syairul, semua ini terjadi dampak dari keluarnya pembangkit PLTU Ombilin I dan II tersebut dari sistem interkoneksi membuat Riau sampai saat ini harus merealisasikan pemadaman bergilir.

‘’Akhir 2012 lalu, dua unit pembangkit Ombilin 2 x 100 MW ini rusak. Travo dan generatornya rusak. Inilah yang menjadi masalah sampai saat ini. Kalau kedua pembangkit ini bisa bekerja maksimal, tentunya tidak ada permasalahan dan masyarakat Riau tidak mengalami pemadaman,’’ kata Syairul.

Diceritakan Syairul, pembangkit Ombilin yang biasanya bekerja dengan bahan bakar berkualitas baik tersebut sejak beberapa tahun lalu terpaksa harus menerima batubara yang berkualitas jauh di bawah standar karena ketersediaan batubara kualitas baik sudah habis.

Kalori yang dihasilkan batubara yang berkualitas rendah itu tidak sesuai dengan spesifikasi.

‘’Pembangkit Ombilin ini terpaksa beroperasi dengan batubara dari masyarakat yang kualitas rendah, tentunya berdampak pada mesin pembangkit ini. Diduga itulah masalah sehingga pembangkit Ombilin itu keduanya rusak di akhir 2012 lalu,’’ jelas Syairul.

Setelah menunggu untuk perbaikan, akhirnya pembangkit Ombilin unit I bisa beroperasi maksimal pada bulan Juli lalu, tapi pembangkit Ombilin unit II tetap tidak bisa. Perbaikan Ombilin II ini diperkirakan sampai Oktober 2013 mendatang.

Sementara Riau masih menunggu pembangkit baru yang di Balai Pungut Duri dengan kapasitas 2 x 16,6 MW. Dari Pembangkit Sumatera (KITSU) direncanakan pembangkit ini beroperasi pada Agustus 2013 ini, namun sampai saat ini pembangkit tersebut belum juga berhasil beroperasi.

Pembangkit di Teluk Sirih Bungus Sumatera Barat sebesar 1 x 110 MW direncanakan masuk ke sistem interkoneksi, tapi sampai saat ini juga belum beroperasi maksimal.

‘’Teluk Sirih dan Balai Pungut ini saya tidak mengerti apa permasalahannya, namun saat uji coba dan masuk ke sistem, pembangkit ini tidak bisa sampai kepada kapasitas maksimal. Teluk Sirih itu saat beroperasi hanya sampai 50 MW lalu mati. Seharusnya pembangkit ini bisa bekerja maksimal selama satu bulan di 100 MW, tapi sampai saat ini kondisi itu tidak terealisasi sehingga semua gamang,’’ kata Syairul.

Jika beberapa tahun lalu kondisi listrik di Riau berjalan tanpa pemadaman, bahkan merealisasikan sejuta sambungan, saat itu kondisi dua unit pembangkit Ombilin sangat maksimal.

‘’Dulu itu Ombilin sedang bagus-bagusnya. Sekarang pembangkit di Riau dipaksa, PLTA juga dipaksa, tentunya berdampak buruk bagi pembangkit lainnya, sehingga banyak pembangkit kecil juga rusak,’’ kata Syairul.(gus/rdh/amn/*4/rul)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook