PEKANBARU (RP) -Konflik sumber daya alam yang panjang dapat jadi penyebab gangguan ekonomi masyarakat.
Hal itu karena kebijakan dalam pengaturan ruang pemanfaatan dan akses Sumber Daya Alam (SDA) belum sepenuhnya bisa- diperguanakan oleh masyarakat.
Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif Scale Up, Harry Oktavian saat jadi pembicara dalam ‘’Dialog Resolusi Konflik Sumber Daya Alam’’ di auditorium RRI Pekanbaru, Jalan Jendral Sudirman, Rabu (25/9).
Dialog setengah hari itu juga menghadirkan pembicara dari pemerintahan, seperti Dinas Kehutan (Dishut) Riau, Dinas Perkebunan (Disbun) Riau, Kanwil BPN Riau, dan beberapa organisasi masyarakat sipil seperti HUMA, Jaringan Masyarakat Gambut Riau dan Scale Up sendiri.
Harry menyebutkan, Scale Up mencatat tren konflik tenorial (pertanahan) di sektor kehutan di empat provinsi di Sumatera menunjukkan eskalasi dan intensitas tinggi.
‘’Yang tertinggi itu di Riau sekitar 230.492 hektare, diikuti Sumatera Selatan 192.500 hektare, Jambi 176.335 hektare dan Sumatera Barat 125.924 hektare,’’ ujar Harry.
Lebih lanjut Harry menjelaskan, inisiatif penyelesaian konflik sumber daya alam yang ada tidak sebanding dengan meningkatnya jumlah konflik yang muncul.
‘’Alternatif penyelesaian konflik di luar mekanisme pengadilan atau melalui dialog dan mediasi sangat menjadi tantangan para pihak yang berkonflik. Ini diharapkan terciptanya suasana harmoni yang berkelanjutan dan menjawab persoalan yang ada,’’ imbuhnya.
Dialog yang dihadiri oleh berbagai eleman masyarakat, baik itu akademisi, instansi pemerintah, swasta serta organisasi masyarakat sipil (OMS), atau pemerhati lingkungan ini bertujuan agar terciptanya kesepahaman bersama tentang penyelesaian konflik sumber daya alam di Riau.(*3)