Tentunya fokus kepada peningkatan SDM ini diharapkan tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang heboh serta gebyarnya hingar bingar, namun tetap saja tidak memperlihatkan hasil yang menggembirakan. Bila melihat rating yang dikeluarkan sejumlah lembaga riset internasional dalam hal berbagai parameter, di antaranya Global Competitivenes Index. Contoh konkret yang harus dibenahi adalah pengelolaan skill melalui SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) yang dirasakan dikelola dengan pola SMU dan vokasi (diploma) yang rasanya dikelola dengan pola cara mengelola universitas. Ini terlihat sederhana, namun berdampak secara mendasar.
Bila boleh menyampaikan usulan terkait tingkat kesejahteraan nelayan dan dalam RAPBN 2019, harus menjadi prioritas juga. Karena sebagai negara maritim tentunya kita tidak bisa menerima dengan akal sehat, kehidupan para nelayan kita belum termasuk kategori sejahtera. Maka polemik mengenai pemberantasan illegal fishing dengan menenggelamkan kapal tidak menjadi solusi. Untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan harus dilakukan dengan secara bijak dan tidak asal tenggelamkan. Juga menyangkut kebijakan pelarangan 17 alat tangkap yang dikeluarkan. Pelarangan itu menyebabkan ekspor menurun, karena intensitas nelayan menangkap ikan menurun sekitar 40 persen.
Lanjut kita beralih kepada penerimaan migas, yang sebenarnya kita harus cari tahu dan pahami benar. Mengapa produksi minyak mentah terus menurun dengan dalih jumlah cadangan minyak yang makin menipis? Dan apakah itu sesungguhnya benar? Ini yang perlu kajian dan keterbukaan kepada para stakeholder. Kita tahu pada lima tahun sebelumnya produksi minyak mentah Indonesia mencapai 1,4 juta barel/hari dan sekarang ini tinggal 600 ribu–700 ribu barel/hari. Apa kita harus menyerah dengan adanya info tentang menipisnya cadangan minyak mentah di Indonesia?
Secara data riset dari laporan Global Petroleum Survey 2016 yang dipublikasikan oleh Fraser Institute, ternyata Malaysia dinilai lebih menarik sebagai pilihan ladang investasi industri migas, bila dibandingkan dengan Indonesia. Yang dijadikan responden dalam riset tersebut bahwa dilakukan survei kepada sejumlah eksekutif dan manajer industri migas dunia terkait kendala untuk berinvestasi pada eskplorasi dan fasilitas produksi migas, pada sejumlah negara di dunia.
Apa yang menjadi kendala di Indonesia? Walaupun yang dihimpun data tentang kendala apa saja, maka mencakup pajak yang tinggi, biaya regulasi pemerintah yang tinggi, ketidakpastian akan regulasi di industri hulu migas, dan juga terkait kekhawatiran akan kestabilan politik dan keamanan pekerja.