KAMPAR (RIAUPOS.CO) - Penyelamatan lingkungan terutama kawasan hutan dengan mengajak masyarakat harus menggunakan trik tersendiri, karena hingga saat ini kepedulian masyarakat untuk menyelamatkan hutan dan lingkungannya masih minim. Sementara penyelamatan lingkungan tidak hanya bisa dilakukan satu pihak saja namun harus melibatkan masyarakat.
‘’Untuk itu perlu dilakukan upaya upaya lain bagaimana bisa memancing keinginan masyarakat sama sama menyelamatkan hutan ini, salah satunya pendekatan budaya dan adat,’’ ujar Pengurus Forum DAS (Fordas) Kampar Masriadi kepada Riau Pos Selasa (24/11) dalam acara penanaman 1.000 pohon dalam kegiatan Save Waduk PLTA Koto Panjang.
Pendekatan budaya dan adat ini menurut Ketua Yayasan Pelopor ini akan lebih efektif. Karena bagaimanapun juga karakter masyarakat Kampar dengan kearifan lokal adat istiadat, walaupun sudah mulai terkikis namun itu masih dianut dan diyakini masyrakat.
Ini sudah di buktikannya dengan penyelamatan 185 hektare lahan hutan di rimbo larangan hutan adat.
Awalnya menurut Masria mereka kesulitan mencegah pengrusakan terhadap hutan tersebut, namun mereka mendekati ninik mamak dan perangkat adat setempat, akhirnya dengan pendekatan terus menerus akhirnya para ninik mamak ini sepakat untuk menjadikan kawasan tersebut kawasan dalam penjagaan bersama antara masyarakat adat dan masyarakat desa, dan hingga saat ini. Hutan Ghimbo Potai tersebut sudah menjadi hutan serapan air yang menjadi sumber air bersih bagi masyarakat di Kabupaten Kampar.
“Dan saya rasa ini juga bisa diterapkan di kawasan lain di Kampar termasuk hulu waduk PLTA ini karena karakter dan budaya masyarakatnya sama,’’ ujarnya.
Selain masyarakat secara budaya melibatkan anak muda sejak dini bahwa sejak SD akan membuat gerakan penyelamatan lingkungan akan lebih efektif karena jiwa mencintai alam dan lingkungan akan lebih mudah ditanamkan.(rdh/mal)