ALMARHUM UMAR UMAYYAH ALI, PENERIMA ANUGERAH SAGANG KENCANA 2015

Dikenal Sosok Bersahaja dan Multitalenta

Riau | Minggu, 25 Oktober 2015 - 11:41 WIB

Dikenal Sosok Bersahaja dan Multitalenta
Amrun Salmon

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Almarhum Umar Umayyah Ali menjadi salah satu tokoh yang mendapat penghargaan Anugerah Sagang Kencana dari Yayasan Sagang. Dipilihnya Umar Umayyah Ali sebagai pemenang tidak lain adalah penghargaan atas kontribusinya yang besar di dunia seni tari.

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

DUNIA tari di Riau memang tidak bisa lepas dari sosok Umar Umayyah. Bagaimana tidak, berbagai kreator tari yang telah ia ciptakan dan menjadi contoh berbagai tari di Riau saat ini.

Di antara karya-karya tari ciptaannya berangkat dari gerak dan rentak seni tari tradisi Melayu Riau, seperti Bujang Jamilan, Anak Dara Turun Belimau, Ghendong (tradisi Suku Sokop, Belitung), Zapin Tradisi, Zapin Lancang Kuning, Bunga-bunga Zapin, Cik Puan, Cik Inai, Kiambang.

Dari beberapa karya-karyanya itu, tari Cik Puan merupakan tari yang paling populer hingga saat ini. Bahkan pada 1969 tarian Cik Puan pernah dipentaskan di hadapan Presiden Republik Indonesia ke 2, Soeharto. ‘’Memang paling terkenal itu tari Cik Puan. Tari ini memiliki ciri khas sendiri, bisa dikatakan menggambar karakter RA Kartini versi Riau,’’ ujar Kerabat Umar Umayyah Ali, H Encik Amrun Salmon, bercerita kepada Riau Pos pekan kemarin di kediamannya yang kental dengan nuansa Melayu.

Amrun yang menggunakan baju batik sesekali terlihat tertegun menceritakan sosok Umar Umayyah. Meski sudah memasuki usia senja, Amrun mengatakan Umar Umayyah memang tekun dan tunak dalam kegiatan kesenian. Bahkan bisa dikatakan berbudaya Melayu ini melekat di dalam dirinya. ‘’Itu dibuktikan dengan tarian yang diciptakannya,’’ tambah pria yang pernah meraih Anugrah Sagang tiga tahun lalu.

Dikatakannya, almarhum juga banyak mengajar tari kepada murid-muridnya. Namun memang tidak memiliki sanggar sendiri. Akan tetapi beliau mengajar banyak sanggar tari di Riau. ‘’Almarhum juga dikenal dengan sosok bersahaja, kalau dilihat keseharian ia seolah seorang keras dan tegas. Namun saat mengajarkan tari, gerakannya begitu lembut,’’ katanya.

Selain itu, almarhum juga mahir menjahit pakaian serta paham tentang adat pengantin. Mahir dalam seni teater terutama sandiwara bangsawan.

‘’Bahkan saat pementasan tari Cik Puan dihadapan presiden RI kedua, baju para penari, almarhum sendiri yang membuatnya,’’ tambahnya.

Tidak hanya itu, beliau juga dikenal orang pintar memasak masakan khas Melayu. Sehingga tidak salah jika almarhum dikatakan budayawan serba bisa. ‘’Memang beliau seniman serba bisa,’’ terangnya.

Kasih sayangnya terhadap seni dan budya sangatlah besar besar. Itu terlihat jelas dalam setiap tarian yang diciptakan almarhum. Tarian-tarian Melayu yang diciptakannya berbeda dengan banyak tarian Melayu sekarang ini. Sangat original, penuh dengan kesantunan sebagaimana adat Melayu. ‘’Dalam menciptakan tarian beliau pasti menyesuaikan dengan akhlak Melayu. Karena almarhum Umar Umayyah paham betul kekuatan tari Melayu itu terletak pada gerakan yang santun,’’ sebutnya lagi.

Amrun juga sempat mengisahkan kisah singkat dia bersama dengan almarhum di Jogjakarta pada tahun 1967 dan kembali ke Pekanbaru tahun 1973 dengan kisah perjalanan yang penuh kesan. Namun Amrun sempat menyayangkan kalau peninggalannya hampir tidak ada termusiumkan. Kisahnya hanya bisa di dapat dari kerabat, ponakan maupun murid-muri tarinya yang masih hidup.

Kisah kepiawaian Umar Umayyah dalam berkesenian Melayu, juga di paparkan Harnusy yang tak lama ketika Amrun Salmon bercerita, datang. Harnusy adalah anak dari saudara kandung Umar Umayyah. Harnusy pun mengatakan almarhum memiliki kepribadian yang kokoh.

Apa yang ia lakukan pasti punya arti sendiri. ‘’Saya punya pengalaman yang tidak terlupakan, saat ia membuat pakaian pengantin. Ketika itu, Tanjak pengantin itu pernah saya rubah. Karena saya ubah itu, dia marah. Karena Tanjak memiliki arti sendiri,’’ tuturnya.

Dikatakannya, Umar Umayyah Ali merupakan anak negeri Riau yang lahir di Siak Sri Indrapura 9 Juni 1914 dan wafat di Pekanbaru pada 28 Agustus 1979. ‘’Semasa hidupnya, almarhum juga  pernah menjabat sebagai Kepala Kantor Jawatan Penerangan di Bagansiapi-api (1968) dan di Telukbelitung. Ia menikah dengan wanita Jogjakarta, punya anak satu, tapi saya tidak tahu entah dimana saat ini anak beliau,’’ sebutnya.

Ia mengatakan selain sebagai keponakan, dirinya juga sebagai murid dalam seni tari. ‘’Dia memang dikenal ramah dan dekat. Namun saya masih ingat pesannya melarang kami menjadi pekerja seni seperti dia. Tapi sampai sekarang kami tidak tahu apa alasannya,’’ tutupnya. (san/rul)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook