TOLAK REFORMA AGRARIA PALSU JOKOWI

Mahasiswa Tuntut Perjuangkan Hak Petani

Riau | Selasa, 25 September 2018 - 13:00 WIB

Mahasiswa Tuntut Perjuangkan Hak Petani
DEMO: Mahasiswa membentangkan spanduk di tengah Jalan Jenderal Sudirman depan Gedung DPRD Riau, menolak impor produk pertanian dan menuntut adanya reformasi agraria guna menyelamatkan petani sempena peringatan Hari Tani, Senin (24/9/2018).

PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - MAHASISWA yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FPR) Riau, melakukan aksi unjuk rasa di Kantor Gubernur Riau, Senin (24/9) siang. Mereka memperjuangkan hak petani yang selama ini dirampas oleh pemodal.

 

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

Unjuk rasa yang dilakukan ini, bertepatan dengan peringatan Hari Tani Indonesia. Dalam aksi tersebut, massa juga membentangkan spanduk yang berisi tentang tuntutan-tuntutan petani di negeri ini.

 

Koordinator Aksi, Randi Kasmi mengatakan, rakyat Indonesia sedang terjebak dalam persaingan pasar bebas. Dalam kenyataannya saat ini, pasar telah dimonopoli. Koorporasi sebagai pemodal, telah menguasai pasar. Sehingga, petani tak lagi punya kendali.

 

“Petani sebagai produsen tidak mempunyai kendali atas barang yang mereka produksi sendiri,” kata Randi.

 

Contohnya petani yang ada di Riau. Menurut dia, petani sawit di Riau harus menerima harga jual tandan buah segar (TBS) sawit, yang dipermainkan oleh koorporasi besar. Kemudian, petani kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir dan Kepulauan Meranti, harus menghadapi perbuatan perusahaan yang memonopoli perdagangan.

 

“Dengan seenaknya perusahaan-perusahaan besar menentukan harga kelapa dengan sangat rendah,” ujar Randi.

 

Begitu juga hal yang dihadapi oleh para petani hortikultura. Kata dia, petani hortikultura harus menelan pil pahit, dengan tingginya harga benih, pupuk, dan pestisida. “Sedangkan hasil pertanian mereka dihargai dengan sangat rendah,” ujarnya.

 

Rendahnya hasil jual petani ini kata Randi, tidak mampu menutupi kebutuhan hidup yang semakin tinggi. Secara sistematis, kehidupan petani dihancurkan dan memaksa petani untuk rela melepaskan tanahnya yang secara halus dirampas oleh pemodal.

 

Dia juga menilai, bahwa keberadaan IMF-WB dan pemerintah yang menjadi kaki tangan imperialis. Oleh karena itu mereka menuntut, untuk menjalankan reforma agraria sejati.

“Jalankan reforma agraria sejati, tolak reforma agraria palsu Jokowi dan bangun industri nasional yang kuat dan mandiri,” kata Randi.

 

Kemudian, meminta untuk menghancurkan monopoli tanah, dan cabut izin penguasaan tanah luas serta distribusikan tanah bagi buruh tani dan tani miskin. “Kembalikan hak atas tanah kepada suku bangsa minoritas,” ujarnya.

 

Mereka juga menolak monopoli input dan output pertanian. Di samping itu, massa menuntut agar pemerintah menaikkan upah buruh dan perbaiki kondisi kerja di perkebunan.

 

“Hentikan semua bentuk kesepakatan dan kerja sama utang dengan IMF World Bank. Hentikan pembangunan yang bergantung pada pada utang dan investasi asing. Wujudkan pembangunan yang mengabdi pada kepentingan rakyat,” ujar Randi.

 

Mereka juga meminta kepada pemerintah untuk memberikan kepastian lapangan kerja pekerjaan bagi rakyat. Dituntut juga untuk menolak pencabutan subsidi pendidikan dan kesehatan. “Turunkan harga kebutuhan pokok rakyat, hentikan kekerasan dan kriminalisasi terhadap perjuangan rakyat,” ujarnya Tuntut Sejahterakan Petani

Sementara itu, ribuan mahasiswa mendatangi gedung DPRD Riau, Senin (24/9). Ada banyak tuntutan yang disampaikan massa yang menamakan diri Aliansi Riau Menggugat itu. Pertama adalah masalah pertanian di Indonesia. Menurut pengunjuk rasa, kebijakan pertanian yang ada saat ini kurang memihak petani. Hal itu masih menjadi hal yang menjamur di Indonesia.

‘’Salah satu Nawacita dari pemerintah adalah reforma agraria, yang diarahkan untuk menyokong kedaulatan pangan dan ketahanan pangan. Akan tetapi realita yang terjadi di Indonesia pemerintah melakukan peningkatan jumlah impor beras hingga mencapai 865.519 ton,” ujar koordinator lapangan aksi Syahabudin Ahmad.

Selain itu, massa aksi juga menyoroti masalah produk pertanian lokal yang menjadi primadona di Provinsi Riau. Seperti kelapa sawit, kelapa dan karet. Mereka menilai, sampai saat ini telah terjadi penurunan harga yang cukup signifikan. Sehingga berimbas kepada kesejahteraan petani lokal.

Selain itu, orator lainnya mendesak pemerintah untuk menuntaskan target program perhutanan sosial seluas 4,38 juta hektare dan Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) seluas 9 juta hektare. Pemerintah juga diminta agar mempercepat penyelesaian konflik agraria di Provinsi Riau.

‘’Presiden Joko Widodo harus menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) terhadap redistribusi reforma agraria di Provinsi Riau,” ujar orator tersebut.

Terakhir, mahasiswa mengecam segala tindakan pengebirian demokrasi. Ancaman-ancaman premanisme, regulasi yang mengkoptasi kegiatan mahasiswa didalam kampus ataupun diluar kampus yang menyebabkan ruang-ruang aspirasi dan pergerakan di belenggu. Seperti yang terjadi di Medan baru-baru ini.

‘’Kami mengutuk tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian. Kapolri harus mencopot setiap polisi yang bertindak represif,” tegasnya.

Massa juga meminta Kapolri serta Presiden Republik Indonesia agar meminta maaf secara terbuka kepada mahasiswa se-Indonesia terhadap tindakan represif di Medan tersebut.

Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Riau Kordias Pasaribu saat dikonfirmasi Riau Pos berjanji akan meneruskan seluruh aspirasi dan tuntutan mahasiswa. Menurutnya, unjuk rasa merupakan sebuah proses demokrasi yang harus dikawal dengan baik. Bahkan bila perlu aspirasi tersebut bisa direalisasikan.

‘’Inilah proses demokrasi yang sangat baik. Kami akan meneruskan ke Pemerintah Pusat. Jika bisa ditangani oleh Pemerintah Provinsi, maka akan segera kami panggil stake holder terkait untuk menggesa tuntutan adik-adik mahasiswa,” ucapnya.(izl)

(Laporan SARIDAL dan AFIAT ANANDA, Pekanbaru)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook