PASIRPENGARAIAN (RIAUPOS.CO)-Belum genap sebulan umur Permendag Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pelarangan Ekspor Produk CPO dan beberapa turunannya setelah diumumkan secara resmi oleh Presiden Jokowi beberapa pekan lalu.
Sempat menuai pro dan kontra di kalangan elite, pengusaha, politikus sampai ke tingkat petani. Hingga pada akhirnya terjadi penurunan harga jual tandan buah segar (TBS) kelapa sawit ditingkat petani secara signifikan.
Dan tidak sesuai lagi dengan harga penetapan dari pemerintah dalam hal ini dinas perkebunan. Sehingga di mana-mana terjadi permintaan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mencabut kembali pelarangan ekspor tersebut.
Baik itu aksi secara langsung, melalui media sosial, media cetak, media televise, bahkan sampai kepada petisi dan surat terbuka kepada Presiden Jokowi. Lantas pada akhirnya sepulang dari kunjungan kerja dari Amerika Serikat, pada 19 Mei 2022, Presiden Jokowi melalui pidato resminya mencabut pelarangan ekspor tersebut berlaku pada hari Senin (23/5/2022) dengan beberapa catatan.
Ketua Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Rokan Hulu (Rohul) Yusro Fadli mengapresiasi langkah yang dilakukan Presiden Jokowi tersebut.
“Kami mengapresiasi serta menyambut baik langkah yang dilakukan Pak Presiden Jokowi untuk mencabut kembali larangan sementara ekspor CPO ke luar negeri, yang tertuang dalam Permendag Nomor 30 Tahun 2022. Tapi hal itu tidak seperti yang diharapkan serta dibayangkan oleh petani sawit, khususnya petani swadaya," tegasnya kepada Riaupos.co, Rabu (25/5/2022).
Mantan aktifis Rohul itu, menyebutkan mengapa tidak sehari setelah diberlakukannya pencabutan ekspor, malah harga jual TBS kelapa sawit di Riau mengalami penurunan sekitar Rp424, 81 per kilogram dari pekan kemarin. Hal itu, sesuai dengan penetapan harga jual TBS dari Dinas Perkebunan Riau No 20 Periode 25-31 Mei 2022. Karena pada penetapan harga tersebut, mengacu pada harga CPO.
Diketahui, harga CPO acuan adalah Rp11.774,79 /kg, padahal informasi yang didapatkan di beberapa pelabuhan untuk harga CPO saat ini adalah di Dumai sebesar Rp12.675, Siak Rp12.350, Teluk Bayur Rp12.490, dan Belawan Rp12.600.
"Kenapa untuk penetapan harga TBS di Riau mengacu kepada harga CPO Rp11.774,79 ini yang membuat kita bingung," ujar pria yang aktif menyuarakan aspirasi petani sawit Rohul ke pemerintah pusat itu.
Dia berharap, pascakejadian kelangkaan minyak goreng, pelarangan ekspor, pencabutan kembali pelarangan ekspor ada perbaikan di sektor sawit ke depannya. Dengan menyampaikan sejumlah harapan, yakni pertama, pemerintah diharapkan untuk memperbaiki tata kelola sawit. Baik itu tata kelola sawit, pupuk, pestisida, dan herbisida.
Kedua, perbaikan rantai pasok. Di antaranya persamaan harga antara petani plasma/mitra dan petani mandiri/swadaya dengan cara membantu akses kerja sama antara petani dan PKS serta mendorong dan memfasilitasi petani untuk membentuk kelompok dan penguatan kelompok yang ada.
Ketiga, untuk dapat membangun sektor hilir sawit di daerah sentra perkebunan sawit. Sehingga semuanya tidak lagi tergantung kepada pihak swasta. Keempat, meminta kepada BPDPKS untuk lebih memperhatikan petani rakyat, baik itu plasma maupun swadaya.
Dengan cara membantu sarana prasarana kebun petani, membantu anak petani di bidang pendidikan, kesehatan dan mengurangi subsidi biodiesel kepada perusahaan sawit raksasa. Kelima, diharapkan pemerintah pusat untuk membuat DBH sektor sawit bagi daerah penghasil sawit.
Laporan: Engki Prima Putra (Pasirpengaraian)
Editor: Edwar Yaman