PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - SISTEM baru dalam hal absensi dan akses memasuki ruangan komisi di DPRD Riau, dengan alat fingerprint atau sistem sidik jari menuai berbagai tanggapan. Ada yang menilai bahwa dengan sistem itu akan dapat mencatat seluruh kehadiran anggota dewan, namun ada juga yang menilai terbatasnya akses masuk keruang komisi akan menyulitkan penyampaian aspirasi. Di mana jika sistem itu sudah dijalankan, hanya anggota komisi dan beberapa staf yang teregistrasi dapat memasuki ruangan. Sedangkan orang lain yang tidak teregistrasi sidik jarinya tidak akan bisa memasuki ruangan komisi yang ada di DPRD Riau.
‘’Itukan rumah rakyat, kenapa harus dikunci seperti itu. Kalau untuk absen sidik jari itu bagus, tapi kalau memasuki ruangan komisi hanya orang-orang tertentu saja kan menyulitkan penyampaian aspirasi masyarakat tentunya,’’ ujar Tiwi, salah seorang aktivis mahasiswa UIN Suska Riau.
Menanggapi hal itu, Wakil Ketua DPRD Riau Noviwaldy Jusman mengatakan, pihaknya hanya mengikuti standar operasional prosedur (SOP) saja.
Penggunaan alat itu juga guna mengatur dan mendisiplinkan angota dewan. Menurutnya, absensi sidik jari itu nantinya dapat sebagai data untuk badan kehormata (BK) DPRD Riau guna menilai kinerja para anggota DPRD Riau.
‘’Kami juga memerlukan itu untuk mengetahui kehadiran anggota dewan siapa yang masuk ke ruangan. Ini juga bisa sebagai pengawasan dari BK terkait absensi kehadiran dewan di rapat maupun setiap harinya, secara otomatis semuanya terekam siapa yang tak hadir, karena tidak bisa di manipulasi data dengan sistem sidik jari itu,’’ ujarnya.
Terkait apakah nantinya hal ini tidak akan menggangu para konstituen yang akan menemui anggota DPRD guna menyampaikan aspirasi, Noviwaldy mengatakan bahwa hal itu tidak menjadi masalah. ‘’Jika ada konstituen ingin bertemu bisa saja, nanti akan kami siapkan recepsionis di setiap komisinya. Jika recepsionis tidak ada laporkan ke saya, itu berarti dia tidak bisa di pekerjakan di sana, jadi semuanya tidak ada yang perlu di permasalahkan,’’ tutupnya.(rnl)