BAGANSIAPIAPI (RIAUPOS.CO) - Momen perayaan lima belas hari setelah Imlek, yang biasa disebut dengan Cap Go Meh disambut warga Tionghoa Bagansiapiapi dengan meriah. Suara mercon akrab terdengar, jalanan di pusat perkotaan penuh warna, lampion menyala merah, sejumlah lampu sorot diletakkan pada beberapa titik menjadikan permukaan jalan lebih terang terlihat.
Seperti tahun sebelumnya, komunitas Tionghoa punya cara unik dengan membuat beraneka patung lampion lalu diarak dengan satu parade pasukan. Ini pemandangan yang menarik, melihat warga yang antusias berbaur mendorong arak-arakan, begitu juga anak-anak sekolah yang bersemangat mengikuti pawai.
Pawai tahun ini terkesan lebih meriah, rute yang ditempuh lumayan panjang mulai dari depan klenteng Ing Hok King di jalan Klenteng mengarah ke lingkungan taman kota, terus ke jalan Pahlawan, tiba di depan mapolsek jalan Perwira, ke arah jalan Perniagaan sampai kembali balik di titik start.
Warga menanti parade pawai dengan tertib, berjejeran di pinggir jalan. Tua muda, bahkan ada yang mengendong anak masih setia menikmati momen cap Go meh padahal jarum jam sudah berkisar di angka 23.30 wib, Senin (22/2) malam.
Tidak ada sekat suku yang menghalangi setiap orang untuk larut dalam kemeriahan seperti ini. "Orang Tionghoa yang punya acara, orang Melayu yang banyak datang," ujar seorang wanita paruh baya disela melihat pawai. Ucapannya seolah menandakan kendati acara tersebut ciri khas warga Tionghoa namun yang merasa memiliki juga dari suku lainnya.
Sesuai dengan shio tahun ini adalah shio Monyet, maka tema patung lampu pun mengacu pada wujud monyet. Tidak ada batasan untuk kreasi bagi komunitas-komunitas, klenteng atau tua pekong untuk membuat patung. Namun dari puluhan terdapat beberapa karya yang menarik. Selain kreatif, biasanya penilaian dilakukan tim juri karena faktor banyaknya warga yang datang melihat satu patung karya dan mengambil foto.
Seperti diperkirakan patung lampu berbentuk monyet raksasa, dengan tangan kiri memegang lampion, tangan kanan mengenggam Kimpo, simbol mata uang dari bahan perak atau emas yang banyak digunakan di daratan Cina hingga abad ke-20 keluar sebagai jawara.
Lampion yang biasanya terletak di pinggir jalan Perdagangan, kelurahan Bagan Kota tersebut memang atraktif. Di belakang punggungnya terdapat beberapa boneka anak monyet yang seolah bergelantungan. Saat dipamerkan patung ini banyak dikunjungi warga untuk jadi latar belakang berfoto. Di tempat kedua diraih perguruan Wahidin yang memamerkan patung monyet membawa seulas pisang sedangkan di tempat berikutnya diraih pihak hotel Lion yang turut mengikuti lomba dengan patung monyet mengenggam api.
Lewat tengah malam ribuan warga masih menyemut di lokasi acara terutama di depan klenteng Ing Hok King, para pejabat daerah berkumpul menikmati momen kebersamaan itu.
Bupati Rokan Hilir H Suyatno AMp mengakui iven cap go meh di Bagansiapiapi punya makna khusus, selalu menarik perhatian tinggi dari bukan hanya kalangan Tionghoa tapi seluruh kalangan.Menurutnya, pemkab akan tetap memberikan perhatian dan dukungan agar acara dapat terselenggara dengan baik.
"Dari tahun ketahun semakin meriah saja, tahun ini banyak lampion dan kesannya tidak sehebat tahun lalu. Ini sangat luar biasa," puji Suyatno. Dikatakan Suyatno, kedepannya lampion ini harus diperbanyak lagi disetiap sudut jalan kota Bagansiapiapi. Hal ini juga untuk mengangkat kesenian Tionghoa di Rohil.
"Semoga kedepan lebih semarak lagi karena ini adalah salah satu aset kita agar orang bisa kembali kekampung halamannya dengan membawa sanak keluarga," terangnya. Untuk mendukung itu semua, Suyatno sudah membicarakan hal ini dengan ketua DPRD Rohil Nasrudin Hasan. Pemerintah berjanji, tahun depan akan menganggarkan dari APBD untuk pembuatan lampion. (fad)