PEKANBARU (RIAUPOS.CO) - Sejak peralihan kewenangan dari pemerintah kabupaten/kota ke provinsi, membuat beban Pemprov Riau makin berat. Banyak hal yang dulunya dibiayai oleh APBD kabupaten/kota, kini dibiayai oleh pemerintah provinsi.
Paling menonjol itu ada di anggaran belanja pegawai. Sebab, sebelum peralihan kewenangan, jumlah pegawai Pemprov Riau hanya delapan ribu orang. Sekarang, meningkat menjadi 18 ribu orang.
Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Riau, Ahmad Hijazi kepada wartawan baru-baru ini. Menurutnya, hal ini perlu disampaikan agar semua pihak mengerti dengan kondisi yang dihadapi oleh semua pihak saat ini.
‘’Artinya, ini persoalan kita bersama, bukan persoalan Pemprov Riau saja. Ini akan tetap berdampak kepada hak-hak orang lain, masyarakat, pengguna infrastruktur dan pemanfaatan pelayanan,” katanya.
Ahmad Hijazi menjelaskan, pegawai yang kini digaji dengan APBD Riau, yakni guru-guru tingkat SMA. Dulu, guru tersebut digaji oleh pemerintah kabupaten/kota. Kemudian, pegawai Dinas Kehutanan, dan lainnya.
‘’Nah, penambahan pegawai itulah menyebabkan bertambahnya belanja pegawai dan tunjangan. Yang dulu hanya Rp950 miliar sekarang menjadi Rp2,5 triliun,” ujarnya.
Dulunya kata dia, anggaran Rp1,5 triliun itu digunakan untuk belanja langsung seperti kegiatan-kegiatan yang ada di OPD. Sekarang anggaran itu digunakan untuk menambah belanja pegawai.
“Belum lagi operasional UPT-UPT di kabupaten/kota yang semua sekarang menjadi tanggung jawab provinsi. Seperi UPT LHK, ESDM dan Disdik. Konkuren peralihan pegawai itu punya banyak rentetan yang dibebankan ke provinsi,” sebutnya.
Dalam persoalan ini, dia menegaskan Pemprov Riau tidak keberatan membayar gaji pegawai. Karena ini sudah menjadi kewajiban untuk membayarkannya. Sebab, sudah menjadi amanat undang-undang. Pemerintah harus menaatinya.
Namun konsekwensinya, belanja langsung dikurangi. “Karena pindahnya pegawai ke provinsi tidak serta merta diikuti perpindahan penerimaan dari sumber untuk pembayaran gaji,” ujar Ahmad Hijazi.
Atas kondisi itulah, kata dia, akibatnya anggaran di sejumlah OPD menjadi berkurang. Kemudian ditambah lagi dengan tunda salur dan sebagainya.
“Mestinya diharapkan pemahaman semua pihak dengan kondisi dan situasi seperti ini, serta tak bisa lagi berharap banyak dan sepenuhnya dengan APBD Riau. Misalnya yang biasa mendapatkan beasiswa tertunda dan RLH berkurang,” ujarnya.
Dia juga mencontohkan, pembangunan jalan yang biasanya 200 kilometer, sekarang hanya bisa dibangun 100 kilometer. Jembatan 50 tinggal 20. Kemudian yang biasa mendapatkan anggaran pelatihan banyak untuk peningkatan kompetensi aparatur maupun masyarakat, berkurang.
‘’Biasa satu OPD belanja Rp100 miliar sekarang Rp50 miliar. Misalnya Dispora awalnya Rp80 miliar tinggal Rp30 miliar. Makanya ini perlu sampaikan kepada masyarakat. Itu semua dalam rangka memenuhi hajat pegawai. Itulah yang terjadi,” kata dia.(dal)