PEKANBARU (RP) - Dari data hotspot periode Januari-Mei 2013, jumlah hotspot yang tertangkap satelit NOAA 18, sebanyak 968 titik api. Dari jumlah itu, sebanyak 174 titik di antaranya berada di area perkebunan.
”Titik panas api terus menjadi persoalan bagi Riau. Padahal, upaya yang dilakukan sudah maksimal. Dinas Perkebunan Riau bersama Dinas Perkebunan kabupaten/kota, setiap saat melakukan sosialisasi pencegahan dengan memberdayakan masyarakat peduli api (MPA) di masing-masing daerah,” ujar Kepala Dinas Perkebunan Riau Drs H Zulher MS usai rapat koordinasi bersama dengan instansi terkait dalam upaya pencegahan kebakaran dan dampak perubahan iklim, Senin (20/5) di Hotel Hollywood.
Zulher mengungkapkan, paling banyak titik api yang terpantau itu terjadi di area-area bukaan baru, maupun area perluasan. ‘’Kalau di area perkebunan, tidak ada ditemukan,’’ ujarnya.
Soal ada kemungkinan itu juga dilakukan perusahaan perkebunan, Zulher belum mendapatkan laporan. Tapi menurutnya, perusahaan yang ketahuan melakukan pembukaan area atau perluasan lahan perkebunan dengan cara membakar, maka perusahaan yang bersangkutan akan mendapatkan sanksi tegas.
Misalnya, tidak akan mendapatkan sertifikat ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil). Bahkan hingga sanksi terberat berupa pencabutan izin.
Begitu juga bagi masyarakat individu, akan mendapatkan sanksi yang berat, mulai denda hingga pada kurungan. Karena itu, dalam rapat koordinasi berasama instansi terkait, dilakukan pemetaan daerah rawan titik api. Sehingga bisa dilakukan upaya-upaya pencegahan sedari awal.
Kondisi ini, sebut Zulher, harus dipahami masyarakat. Apalagi dampak dari kebakaran lahan dan kebun, baik yang terjadi pada lahan milik masyarakat maupun milik perusahaan perkebunan, berdampak sangat luas.
Selain menyebabkan kerusakan lahan dan kebun, bisa menimbulkan pencemaran udara asap yang berdampak pada pada terganggunya kesehatan manusia.(dac)