Rumainur, Doktor Pembela Kaum Pekerja

Riau | Jumat, 20 April 2012 - 10:11 WIB

Laporan ILHAM MUHAMMAD YASIR, Pekanbaru ilhammuhammadyasir@riaupos.co

Nama Riau kembali harum di Malaysia. Seorang mahasiswa program doktoral dari Riau, Dr Rumainur Usman SH MH, berhasil meraih gelar doktor dibidang hukum perburuhan di Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM).

Baca Juga :Sampaikan Pesan Pemilu Damai ke Nelayan yang Sedang Melaut

‘’Alhamdulillah, ini buat istri tercinta Elvida Veronica, dan anak semata wayang saya, M Raihan Jannatunnaim,’’ ujar Rumainur kepada Riau Pos, Kamis (19/4).

Rumainur selain dosen, selama ini juga dikenal sebagai aktivis pembela kaum pekerja. Ini dibuktikan dengan kiprahnya yang selama ini aktif mendampingi para pekerja, dan penasihat di organisasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), disamping memberikan kuliah di Unri dan Unilak.

‘’Ini yang saya coba sejalankan, antara teori di kampus dengan praktik di lapangan. Khususnya terkait bidang hukum perburuhan atau ketenagakerjaan,’’ imbuh dosen yang menyelesaikan pendidikan S1 dan S2 di Unand Padang ini.

Menurut Rumainur, proses pendidikannya diselesaikan dalam waktu 4 tahun dengan nilai sangat memuaskan. Rumainur memang beruntung, karena ia mendapat bimbingan langsung dari Prof Dr Kamal Halili Hasan, seorang pakar hukum perburuhan Malaysia.      

Desertasinya merupakan kajian terhadap status hukum pekerja outsourcing (kontrak) di Indonesia dengan judul: Outsourcing and Its Implication on The Employees: A Legal Study in Indonesia.

Di hadapan tim penguji eksternal Prof Dr Nik Kamal Hasan (Universitas Islam Antarabangsa) dan Prof Dr Wu Min Aun (National University of Singapore), Rumainur memperoleh nilai yang sangat memuaskan. Menurut Prof Wu Min Aun, dalam rekomendasinya, kajian Dr Rumainur Usman ini memberikan sumbangan besar kepada korpus ilmu di Indonesia maupun kawasan nusantara.

Di samping penguji eksternal, Rumainur juga diuji penguji internal dari UKM masing-masing Prof Dr Rohimi, Prof Dr Datin Rohan Abdul Rahim, dan Prof Dr T Nur Azzura.

Menurut Rumainur, kelemahan sistem perburuhan di Indonesia saat ini lebih banyak membincangkan hanya kepada falsafah yang berdasarkan sosio ekonomi daripada pembenahan hukum itu sendiri. Ini karena putusan Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) tidak dilaporkan dalam jurnal hukum seperti dalam sistem Common Law.

‘’Sehingga susah untuk menganalisis perkembangan putusan PHI dari perspektif kehakiman,’’ papar Rumainur, yang aktif menjadi pembicara dalam seminar berskala nasional dan internasional ini.(nto)









Tuliskan Komentar anda dari account Facebook