Oleh: Bagus Santoso, Mahasiswa S3 Ilmu Politik, Praktisi Politik dan Anggota DPRD Riau
TINGGINYA perbedaan dan banyaknya keberagaman di Indonesia menjadi menarik dan penting dianalisa dalam pandangan ilmu Geopolitik. Menjadi menarik, karena ilmu Geopolitik adalah suatu studi yang mengkaji masalah-masalah geografi, sejarah dan ilmu sosial, dengan merujuk kepada politik internasional.
Geopolitik mengkaji makna strategis dan politis suatu wilayah geografi, yang mencakup lokasi, luas serta sumber daya alam wilayah tersebut. Kemudian menjadi sangat penting, karena dari sudut pandang ilmu Geopolitik Indonesia termasuk negara yang potensial pecah. Apa alasan pembenarnya? Mari kita renungi data geografis Indonesia.
Luas wilayah Indonesia 5.193.250 km, jumlah penduduk sekitar 267 juta jiwa, terdapat 18.306 pulau, dan 1.430 suku bangsa. Belum lagi ada enam agama resmi diakui negara dan 245 aliran kepercayaan. Dari data ini menunjukkan Indonesia adalah negara kepulaan yang dihuni ribuan suku dengan segala macam perbedaan dan keanekaragamannya.
Jangankan negara kepulauan yang pulau-pulau besarnya seperti Pulau Jawa dan pula Sulawesi berjarak 750 km, negara satu daratan saja seperti Uni Soviet dan Yugoslavia bisa terpecah-pecah menjadi beberapa negara. Kekhawatiran terjadinya perpecahan ini laksana bayangan raksasa hitam yang selalu mengikuti. Betapa tidak! Beberapa tahun terakhir ini, benih-benih perpecahan sudah mulai tumbuh di tengah masyarakat.
Rakyat semakin terpolarisasi terlebih menjelang Pemilukada dan Pemilu Presiden. Lebih memprihatinkan lagi karena polarisasi itu semakin memasuki wilayah agama yang mungkin tanpa disadari ada semacam grand design untuk memecah bangsa. Karena untuk memecah Bangsa Indonesia yang terkenal rasa persatuannya tinggi hanya bisa dilakukan dengan mengusik dan mengobok-obok keyakinan kelompok mayoritas.
Sementara dalam sisi politik internasional, Indonesia dengan kekayaan alam yang sangat melimpah selalu menjadi menarik dan sangat seksi bagi kapitalisme global. Dalam konteks politik internasional, saya menganalogikan Indonesia sebagai gadis rupawan cantik dikelilingi oleh banyak lelaki berlibido tinggi yang selalu mencari celah untuk memperkosanya.
Jadi teringat ketika kuliah S3 Ilmu Politik, salah seorang Guru Besar Ilmu Politik Indonesia mengatakan dalam diskusi bahwa kondisi bangsa Indonesia yang sangat beragam ini seperti “cermin retak” yang harus dibingkai lagi agar tidak berserakan. Kalau tidak hati-hati, kesenggol sedikit saja bisa jatuh dan pecah berkeping-keping.
Menuju Pemilihan Presiden 2019 yang semakin panas suhunya, nampaknya kita seperti berdiri di atas cermin retak itu. Karenanya, semua elemen bangsa khususnya dua kubu yang memperebutkan posisi presiden harus ekstra hati-hati melangkah kalau tidak menghendaki cermin raksasa bernama Indonesia ini tambah retak dan akhirnya pecah berserakan ke bumi.
Sikap perilaku kedua kubu calon presiden dan wakil presiden sebagai negarawan harus dijaga, komunikasi dan narasi yang digunakan harus menyejukkan, sehingga suhu politik tidak bertambah panas yang bisa memicu tambah retak dan kemudian pecahnya cermin bernama Indonesia. (Semoga tidak, Membayangkannya saja tidak mampu apalagi menjadi kenyataan)***