Data yang dipublikasi pada pada penutupan perdagangan Selasa (17/7) didapat nilai tukar rupiah menguat 16 poin atau 0,11 persen di level Rp14.378 per dolar AS seiring pergerakan IHSG. Seiring pergerakan IHSG pada penutupan perdagangan Selasa (17/7), nilai tukar rupiah berakhir menguat 16 poin atau 0,11persen di level Rp14.378 per dolar AS. Tapi tren rupiah memang sangat tidak stabil dan sangat rentan terhadap isu atau sentimen pasar. Lalu bagaimana kita mengatasinya?
Lalu sampai kapan rupiah bergoyang-goyang dan menuju titik kestabilan itu? Coba kita lirik secara singkat saja terkait cadangan devisa, Bank Indonesia (BI) merilis posisi cadangan devisa Indonesia akhir Juni 2018 sebesar 119,8 miliar dolar AS, atau turun 3,1 miliar dari dolar AS dan Mei 2018 sebesar 122,9 miliar.
Berdasarkan data yang di website BI dapat ditarik benang merah bahwa penurunan cadangan devisa pada Juni 2018 terutama dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi. Disisi lain meskipun lebih rendah dibandingkan posisi Mei, cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan sekitar 7 bulan impor serta cukup untuk pembayaran cicilan utang luar negeri pemerintah. Diprediksi dengan kondisi yang tidak berbeda, maka ke depannya , cadangan devisa masih berisiko tergerus lantaran tekanan terhadap nilai tukar rupiah kemungkinan belum segera berakhir. Tambah lagi adanya tekanan dari Fed Rate (bunga acuan AS) dan defisit perdagangan, rupiah diperkirakan bakal terus melemah.
Kalau kita pakai teori supply dan demand maka akan terlihat seberapa besar kebutuhan kita akan USD, sehingga kita tahu, apakah kebutuhan akan USD untuk memenuhi pembayaran impor bisa kita takar, apakah hal ini juga menjadi penyebab dari gonjang ganjingnya Rupiah?
Kita tarik data tentang bahan baku industri makanan dan ternyata lebih dari 60 persen harus didatangkan dari impor. Kendati sampai akhir 2017 neraca perdagangan sektor pertanian masih mencatat surplus, namun hanya terbantu oleh sektor perkebunan yang surplus mencapai USD 26,7 miliar. Neraca perdagangan tanaman pangan defisit USD 6,23 miliar, hortikultura defisit USD 1,79 miliar dan peternakan defisit USD 2,74 miliar. Jadi realitanya kebanyakan dari komponen neraca perdagangan kita adalah masih defisit.
Jadi sampai kapankah Rupiah bergoyang -goyang? Jawaban singkat, dan sebenarnya sudah materi klasik yang sudah kerap kita dengar, namun sulit sekali ternyata merealisasinya, yaitu memperkuat pondasi perekonomian berbasiskan ekonomi kerakyatan dan membuat suatu keseimbangan yang stabil pada neraca perdagangan.***